Menuju konten utama

Mengenal E484K & Risikonya: Cabang Mutasi COVID-19 yang Berbahaya

COVID-19 terus bermutasi. Salah satunya E484K yang disinyalir lebih punya daya tahan terhadap vaksin.

Mengenal E484K & Risikonya: Cabang Mutasi COVID-19 yang Berbahaya
Ilustrasi HL Indepth Penyitas Long Covid-19. tirto.id/Lugas

tirto.id - Mutasi E484K ditemukan pada berbagai varian baru SARS-CoV-2 atau COVID-19 di sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Mutasi ini dimungkinkan karena virus menyiasati antibodi atau bisa juga disebut adaptasi evolutif. Karenanya dikhawatirkan mutasi bisa meningkatkan penularan dan menurunkan efektivitas vaksin yang programnya saat ini tengah berjalan.

“Hipotesis dari ilmuwan di dunia menyatakan bahwa mutasi protein spike bernama E484K disinyalir merupakan produk dari evolusi selama satu tahun terakhir dari virus SARS-CoV-2. Mutasi ini penting dan menjadi perhatian karena beberapa hasil penelitian menunjukkan potensi mutasi E484K menurunkan kemampuan netralisasi antibodi terhadap virus SARS-CoV-2,” ujar peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium COVID-19 Genomics UK Riza Arief Putranto melalui pesan singkat kepada reporter Tirto, Senin (5/4/2021).

Ia menjelaskan bahwa mutasi E484K ditemukan di varian-varian utama SARS-CoV-2 di dunia. “Per akhir Maret 2021, sebanyak 3 VOC [variant of voncern] seperti B.1.1.7+E484K dari Inggris, B.1.351 dari Afrika Selatan, dan P1 dari Brazil diketahui membawa mutasi E484K.”

Beberapa varian yang baru saja diidentifikasi seperti B.1.427/B.1.429 dari California, B.1.526 dari New York, P3 dari Filipina, B.1.525 dari Inggris, P2 dari Brazil, bahkan bahkan B.1.1.398 Indonesia juga menghasilkan mutasi E484K.

Mutasi E484K di Indonesia

Mutasi E484K di Indonesia yang teridentifikasi pada varian B.1.1.398 telah dilaporkan oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman pada 18 Maret 2021 ke laman Global Initiative for Sharing All Influenza Data (GISAID), sebuah inisiatif sains global dan sumber utama yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan Corona yang bertanggung jawab atas pandemi COVID-19.

“Kami melakukan whole genome sequencing (WGS) virus yang diisolasi di Indonesia. Tahun lalu jumlahnya memang sedikit tapi sekarang hampir 1.000 atau sudah lebih dari 900 WGS. Dan salah satu yang kami temukan di bulan Februari [2021] itu ada E484K,” kata kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Subandrio kepada reporter Tirto, Senin.

Mutasi E484K pada varian B.1.1.398, kata Amin, berasal dari sampel swab seorang perempuan berusia 29 di Jakarta yang diambil pada 2 Februari 2021. Belum adanya informasi mengenai riwayat perjalanan luar negeri dari perempuan tersebut membuat Amin menduga paparan berasal dari penularan lokal.

Mengenai kondisi subjek, Amin mengatakan juga belum ada informasi detail yang menunjukkan apakah ada pemburukan atau tidak. Namun berdasarkan penelitian dan kasus mutasi, dikhawatirkan E484K lebih cepat masuk ke dalam tubuh manusia. “Bisa menyebabkan daya ikat ke reseptor itu jadi lebih kuat. Itu yang menyebabkan masuknya virus ke dalam sel jadi lebih efektif,” kata Amin.

Selain itu, “yang lebih dikhawatirkan, dia [E484K] bisa escape [dari vaksin],” tambahnya.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan subjek perempuan yang terinfeksi mutasi E484K saat ini sudah dalam kondisi sehat. Ia juga bilang bahwa tak ada pemburukan spesifik pada subjek dibandingkan kasus lain.

Ia menyebut mutasi E484K yang ditemukan di Indonesia ini tidak bersamaan dengan VOC, seperti halnya yang ditemukan di negara lain yang bermutasi dengan B117 dari Inggris, B.1.351 dari Afrika Selatan, dan P1 dari Brazil.

“Kalau ada beberapa mutasi itu yang bisa berpengaruh pada penularan atau gejala parahnya penyakit,” kata Nadia melalui pesan singkat kepada reporter Tirto, Senin.

Tak hanya pemburukan penyakit, jika E484K ini bermutasi dengan VOC, maka kata Nadia juga mungkin dapat menurunkan efikasi vaksin. “Kalau single [mutasi E484K] dia tidak berpengaruh, tapi kalau dengan mutasi lainnya akan menjadi seperti varian Jepang atau Afrika Selatan.”

Bahaya Mutasi E484K

Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan mutasi E484K yang pertama kali diidentifikasi pada SARS CoV 2 varian Afrika Selatan ini dalam perkembangannya ditemukan pada varian lain seperti B117 yang juga telah ada di Indonesia. “Ini menunjukkan bahwa evolusinya sudah makin berkembang dan ini berpotensi menjadi resisten atau mampu menurunkan efikasi dari vaksin,” kata Dicky melalui sambungan telepon, Senin.

Yang menjadi catatan tebal adalah bahwa mutasi E484K dapat menghindari sistem pertahanan tubuh dan membuat kemampuan untuk menginfeksi maupun reinfeksi meningkat. “Riset menunjukkan bahwa ketika satu varian, misalnya B117, memiliki mutasi E484K, maka akan menyebabkan tubuh memerlukan lebih banyak serum antibodi untuk mencegah infeksi pada sel tubuh. Ini hasil riset di Cambridge UK.”

Implikasinya, kata Dicky, dapat menurunkan efektivitas dari imunitas termasuk efikasi dari vaksin.

Oleh sebab itu kata Dicky tak ada cara lain selain mempercepat program vaksinasi sebelum mutasi ini menyebar luas. Selain itu penguatan 3T (testing, tracing, treatment) dan 5M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi) wajib dilakukan.

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito, dalam media briefing, Kamis (1/4/2021), juga mengatakan bahwa mutasi E484K ini lebih cepat menular. “Berdasarkan hasil penelitian varian ini lebih cepat menular,” kata Wiku. “Masyarakat diminta tetap patuhi prokes dalam setiap aktivitas yang dilakukan sebagai upaya cegah terjadinya penularan.”

Untuk mendeteksi mutasi dan varian baru COVID-19, pemerintah, kata Wiku, terus berupaya dengan meningkatkan WGS “sambil mempertahankan proses screening pada saat WNI atau WNI masuk ke Indonesia.”

Baca juga artikel terkait MUTASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Rio Apinino