Menuju konten utama

KPK Menahan Dwi Widodo Tersangka Suap Penerbitan Paspor

KPK menahan Dwi Widodo dalam kasus suap penerbitan paspor. Mantan Atase Imigrasi di Kedubes RI di Kuala Lumpur ini diduga meminta jatah kepada perusahaan agen pembuatan paspor di Malaysia.

KPK Menahan Dwi Widodo Tersangka Suap Penerbitan Paspor
Mantan Atase Imigrasi KBRI Malaysia Dwi Widodo berada di mobil tahanan seusai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/4). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - KPK menahan mantan Atase Imigrasi pada Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Dwi Widodo untuk penanganan kasus dugaan suap terkait proses penerbitan paspor dan calling visa.

“Dilakukan penahanan tersangka DW (Dwi Widodo) untuk 20 hari ke depan. Penahanan dilakukan di rutan Guntur," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat (21/4/2017).

KPK menahan Dwi setelah melakukan pemeriksaan ketiga kalinya semenjak ditetapkan sebagai tersangka pada Februari 2017. KPK menduga Dwi Widodo menerima suap Rp1 miliar dalam penerbitan paspor dengan metode reach out dan penerbitan calling visa dari perusahaan agen di Malaysia.

Yans Jailani selaku pengacara Dwi menolak menjelaskan lebih lanjut suap yang diterima oleh Dwi. "Penerimaan itu sudah materi perkara karena kalau memang ada (penerimaan) kita tahu sendiri kan KPK punya alat bukti. Nanti mungkin akan disampaikan," kata Yans.

Kasus ini terbongkar tatkala lembaga antirasuah Malaysia, MACC—yang bekerjasama dengan KPK—menemukan indikasi suap oleh perusahaan Malaysia saat melakukan inspeksi pelayanan publik dalam pembuatan paspor dengan cara "reach out" dan "calling visa".

Lantaran itu KPK dan MACC berbagi tugas. MACC menangani perusahaan Malaysia selaku pemberi suap. Sedangkan KPK menyidik Dwi selaku PPNS yang menjabat sebagai atase imigrasi di Kedubes RI di Kuala Lumpur.

Perusahaan Malaysia tersebut diduga menjadi calo atau agen dalam pembuatan paspor baru bagi WNI di Malaysia dan melakukan pungutan yang melebihi tarif resmi.

KPK menduga Dwi meminta kepada perusahaan Malaysia yang menjadi agen atau penjamin warga negara asing (WNA) untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening pribadinya.

KPK menilai perbuatan Dwi tersebut melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal itu mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman atas pelanggaran ini minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Baca juga artikel terkait SUAP PENERBITAN PASPOR

tirto.id - Hukum
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH