Menuju konten utama

Korupsi Bakamla: Eva Sundari Siap Diperiksa KPK, Fayakhun Bungkam

Eva Sundari pun siap untuk mengikuti proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memberikan kesaksian apabila diperlukan keterangan darinya.

Korupsi Bakamla: Eva Sundari Siap Diperiksa KPK, Fayakhun Bungkam
Anggota kKomisi XI DPR RI Eva Kusuma Sundari menjelaskan mengenai empat pilar pancasila dalam sosialisasi di auditorium universitas islam blitar (unisba), jawa timur, selasa (29/2). Antara foto/irfan anshori.

tirto.id -

Sejumlah anggota DPR RI disebut menerima suap terkait proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Mereka adalah politisi PDIP Eva Kusuma Sundari, politikus Golkar Fayakhun Andriadi, anggota Komisi XI F-PKB Bertus Merlas dan anggota Komisi XI F-Nasdem, Donny Imam Priambodo.

Eva membantah dirinya menerima suap proyek Bakamla. Ia mengaku tidak pernah mengetahui rencana proyek tersebut dan tidak pernah merasa diajak rapat atau melakukan lobi-lobi menemui pihak bersangkutan dalam proyek ini. Karena, menurut Eva, ia tidak mempunyai posisi penting di DPR dan partai.

"Saya tidak punya posisi strategis apapun di partai maupun di DPR (Banggar), kecuali anggota biasa di komisi XI (yang tidak ada kaitannya dengan Bakamla)," kata Eva kepada Tirto melalui pesan Whatsapp, Kamis (25/1/2018).

Dalam BAP tersebut, Eva disebut sebagai anggota Litbang PDIP. Menurutnya itu tidak benar. Ia mengaku sebagai bagian kaderisasi di partai.

Eva pun menganggap munculnya namanya hanya dicatut oleh Fahmi. Karena ia mengaku sebelumnya tidak mengenal Fahmi dan anggota Komisi I F-Golkar, Fayakhun Andriadi yang juga disebut di BAP.

"Apalagi bahas hal tersebut, dimana dan kapan? Wong barangnya saja enggak tahu," bantah Eva.

Sebaliknya, Eva mengaku baru mengetahui nama Fayakhun dan Fahmi setelah pemberitaan korupsi Bakamla yang melibatkan dirinya mencuat ke publik. "Saya cukup kaget," kata Eva.

Dalam hal ini, Eva pun siap untuk mengikuti proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memberikan kesaksian apabila diperlukan keterangan darinya.

"Saya siap diperiksa secara terbuka dan diaudit harta saya," kata Eva.

Ketua DPP PDIP, Arteria Dahlan, pun mendukung keterangan Eva. Menurutnya, Eva tidak mungkin tersangkut korupsi Bakamla. "Dia baru masuk kembali di DPR. Posisinya juga hanya sebagai anggota biasa," kata Arteria.

Secara pribadi, Arteria pun memandang Eva sebagai sosok yang bersih dan jujur. Sehingga, menurutnya, tidak mungkin Eva terlibat dalam kasus korupsi Bakamla.

"Saya yakin Bu Eva tidak mungkin terlibat. Dia itu aktivis demokrasi dan anti korupsi," kata Arteria.

Berbeda dengan Eva, Fayakhun cenderung tertutup mengenai hal ini. Ia hanya menyerahkannya kepada proses hukum dan tidak mau berkomentar lebih lanjut.

"Saya no comment," kata Fayakhun singkat.

Perihal ini, Wakil Korbid Pratama DPP Golkar, Bambang Soesatyo, menyatakan Golkar menyerahkan proses hukum atas Fayakhun kepada KPK. "Biar hukum yang membuktikan," kata Bambang di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).

Dalam BAP Fahmi, disebutkan bahwa aliran dana kepada Fayakhun diberikan sebelum Munas Golkar 2016 dan terdapat dugaan mengalir ke partai.

"Saya tidak tahu. Di Munas kan Fayakhun kubu Novanto, saya Akom," kata Bambang.

Nasdem juga membantah Donny menerima suap Bakamla. Ketua DPP Nasdem, Irma Suryani Chaniago mengatakan nama Donny hanya dicatut oleh Fahmi.

"Sebagaimana yang disampaikan Eva, Donny juga merasa namanya dicatut," kata Irma kepada Tirto.

Keyakinan Irma bila Donny hanya dicatut, karena Nasdem bukanlah partai dengan kekuatan besar yang bisa menjadi alat tawar untuk meloloskan anggaran.

"Donny hanya sebagai anggota biasa, bukan pimpinan komisi. Tidak punya cukup kekuatan untuk melakukan seperti yang dituduhkan," kata Irma.

Meski begitu, sebagai partai yang taat hukum, Nasdem mempersilakan apabila KPK ingin memeriksa Donny.

PKB juga mengatakan hal yang sama. Wasekjen PKB, Daniel Johan yakin penyebutan nama Bertus hanya pencatutan semata.

"Kami serahkan sesuai prosedur hukum yang berlaku," kata Daniel pada Tirto.

Adapun dugaan suap ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/1/2018). Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia Esa, Fahmi Darmawansyah bersaksi untuk terdakwa Nofel Hasan, selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla.

Dalam persidangan, Fahmi mengaku pernah memberikan uang Rp24 miliar kepada staf khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi. Dalam BAP, Fahmi mengatakan uang Rp 24 miliar itu digunakan untuk mengurus proyek di Bakamla. Kemudian, untuk Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, Komisi I DPR Fayakhun, Komisi XI DPR Bertus Merlas dan Donny Imam Priambodo, Wisnu dari Bappenas, dan pihak di Direktorat Jenderal Anggaran.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP PROYEK BAKAMLA atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Maya Saputri