Menuju konten utama

Komitmen Kebangsaan Umat Islam Indonesia

Sebenarnya Indonesia adalah rumah yang sangat ramah bagi umat Islam. Meski bukan negara agama, negara ini menyediakan berbagai fasilitas khusus bagi umat Islam. Kementerian agama itu boleh dibilang 80% keberadaannya untuk melayani kebutuhan umat Islam.

Komitmen Kebangsaan Umat Islam Indonesia
avatar hasanudin abdhurakman

tirto.id - Kita tidak bisa membantah bahwa peran umat Islam dalam perjuangan kemerdekaan sangat besar, baik melalui perjuangan bersenjata maupun pergerakan politik. Tentu saja tanpa mengabaikan peran umat lain. Banyak laskar-laskar Islam ambil bagian dalam perang kemerdekaan, berperang mengusir penjajah. Berbagai organisasi Islam berjuang pula untuk kemerdekaan Indonesia.

Bagi sebagian orang Islam yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, proklamasi adalah antiklimaks. Indonesia yang merdeka ternyata adalah sebuah republik sekuler, bukan negara berdasar agama Islam seperti yang mereka inginkan. Meski sempat ada muatan yang menunjukkan Indonesia adalah negara Islam seperti tertuang dalam Piagam Jakarta, Indonesia akhirnya adalah negara sekuler. Artinya, meski agama diakui sebagai komponen penting bangsa ini, negara tetap tidak diatur berdasarkan hukum agama.

Tentu saja keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam tidak padam begitu saja. Perjuangan selanjutnya dilakukan dalam sejumlah perdebatan di Konstituante. Akhirnya perjuangan ini pun mentok, terkubur oleh Dekrit yang dikeluarkan oleh Soekarno. Suka atau tidak, mereka kembali ke “kesepakatan” awal, yaitu UUD 1945, yang sekuler tadi.

Kesempatan untuk memperjuangkan kembali Indonesia sebagai negara Islam baru benar-benar terbuka pada proses amandemen konstitusi pasca tumbangnya Orde Baru. Usul untuk kembali ke Piagam Jakarta dibahas secara terbuka dan bebas. Hasilnya, sebagian besar komponen bangsa, termasuk di antaranya dari partai-partai berbasis massa Islam, tetap menginginkan Indonesia yang sekuler, tidak diatur dengan hukum agama. Negara memberikan pelayanan kepada rakyat dalam urusan ibadah mereka, tapi terbatas hanya menyangkut hal-hal yang tidak beririsan dengan kepentingan umat lain. Dalam hal yang beririsan, negara berada dalam posisi netral.

Pada titik ini sebenarnya Indonesia adalah rumah yang sangat ramah bagi umat Islam. Meski bukan negara agama, negara ini menyediakan berbagai fasilitas khusus bagi umat Islam. Kementerian agama itu boleh dibilang 80% keberadaannya untuk melayani kebutuhan umat Islam. Ada sekolah-sekolah, pengadilan, penyelenggaraan haji, zakat, dan sebagainya. Karena itu sebagian besar umat menyatakan bahwa Indonesia ini adalah bentuk final yang bisa diterima, sebagaimana sudah dinyatakan oleh NU dan Muhammadiyah.

Persoalannya masih ada umat Islam yang tidak sepenuhnya puas terhadap keadaan ini. Sebagian karena tidak paham. Mereka tidak paham bahwa negara ini bukan negara Islam. Atau lebih tepatnya, mereka tidak mau tahu. Orang-orang menuntut adanya berbagai regulasi sesuai syariat Islam. Alasannya, karena Islam adalah mayoritas.

Ada pula orang-orang yang menolak pemimpin, baik di tingkat nasional maupun daerah, kalau ia bukan muslim. Padahal konstitusi kita menegaskan kesetaraan hak dan kewajiban setiap warga negara, tanpa memandang latar belakang suku maupun agama. Bahkan, lebih parah lagi, masih ada saja di kalangan umat Islam yang menganggap pemerintah Indonesia ini bukan sesuatu yang perlu dipatuhi. Kenapa? Karena ini bukan pemerintah Islam, tidak menjalankan syariat Islam.

Orang-orang seperti ini adalah benalu bagi bangsa dan negara Indonesia. Mereka hidup dan mencari makan di negeri ini. Tidak hanya itu. Mereka menikmati berbagai fasilitas yang disediakan pemerintah. Mulai dari berbagai infrastruktur yang bisa dinikmati semua orang, juga berbagai jenis layanan yang disediakan pemerintah. Termasuk layanan khusus bagi umat Islam sebagaimana dijelaskan di atas. Namun, alih-alih berkontribusi untuk kekuatan dan keutuhan bangsa, mereka justru menginginkan sesuatu yang lain, yang bukan NKRI yang sekarang mereka nikmati.

Mereka juga membangun sikap antipati terhadap umat lain. Menganggap mereka musuh yang tidak layak berada di negeri ini. Atau setidaknya, mereka tidak menghormati keberadaan mereka. Orang-orang itu mengklaim bahwa umat Islam lah yang paling berhak atas Indonesia. Mereka melupakan fakta bahwa Indonesia ini sejak dulu hingga kini ditegakkan bersama oleh berbagai komponen bangsa.

Selain menjadi benalu, mereka adalah rongrongan bagi persatuan Indonesia. Tidak sedikit yang secara tajam menyampaikan pesan-pesan kebencian terhadap umat lain, atau etnis tertentu yang dianggap bukan bagian dari Indonesia.

Pertanyaan penting dalam soal ini adalah, seberapa banyakkah mereka? Significant kah? Kalau kita merujuk pada sikap NU dan Muhammadiyah, sebagai payung yang sangat besar bagi umat Islam Indonesia, jumlah orang-orang yang saya sebut di atas mungkin bisa dianggap minor saja. Tapi di tingkat akar rumput, faktanya sebagian dari mereka secara formal berada di bawah kedua organisasi tadi. Artinya, meski kedua organisasi itu menegaskan komitmen kebangsaan, itu tidak otomatis dianut setiap warganya di tingkat akar rumput. Bahkan boleh dibilang bahwa pada tingkat elit organisasi pun masih ada pandangan-pandangan yang bertentangan dengan komitmen itu.

Di luar itu, golongan ini berasal dari kelompok-kelompok garis keras yang memang jauh dari kelompok-kelompok arus utama dalam tubuh umat Islam.

Sekali lagi, berapa besarkah kekuatan mereka? Tidak terlalu besar. Tapi kekacauan dan penyakit tidak memerlukan jumlah pengacau yang teramat besar untuk membuat letupan. Gangguan teroris yang belakangan ini sering muncul secara global berasal dari kelompok yang sangat minor dari umat Islam, mungkin hanya kurang dari 1% dari populasi umat Islam global. Tapi yang sangat minor itu pun sudah sangat mengganggu, bukan?

Terhadap soal ini, kita semua, anggota masyarakat dan pemerintah, tidak boleh pernah berhenti membangun kesadaran soal hal-hal yang saya bahas di awal. Bahwa negara ini bukan negara Islam, tapi sudah memberikan sangat banyak bagi umat Islam. Karena itu mereka patut berterima kasih dan berkontribusi. Kedua, umat lain juga bagian penting dari bangsa ini, yang tidak boleh diabaikan, juga tidak boleh dirampas hak-haknya.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.