Menuju konten utama

Kenali Lima Tanda Bahaya Bisnis Anda

Kehadiran teknologi telah mengubah perilaku konsumen sehingga mengubah tatanan bisnis dalam waktu relatif singkat. Hal ini perlu diantisipasi oleh para pelaku bisnis agar tidak terdepak dari persaingan. Oleh karena itu, para pebisnis harus mengenali lima tanda bahaya bagi bisnisnya sedini mungkin sebelum mimpi buruk itu terjadi. Lalu apa saja lima tanda bahaya itu? 

Kenali Lima Tanda Bahaya Bisnis Anda
undefined

tirto.id - Kita tentu telah menyaksikan bagaimana tatanan bisnis begitu cepat berubah akhir-akhir ini. Dipicu oleh kehadiran teknologi yang membawa perubahan perilaku konsumen, maka muncul inovasi disruptif yang membuat para pebisnis kawakan di bidangnya tiba-tiba tersingkir oleh para kompetitor baru. Bukan hanya karena kurang gesit mencermati zaman dan konsumen yang berubah, tapi seringkali pebisnis tidak mampu mengendus tanda bahaya buat bisnisnya sedini mungkin, dan terlambat mengantisipasi ketika ada kompetitor yang mengeksploitasi celah yang tidak diperhatikan tersebut.

Perlu dicermati bahwa tanda-tanda tersebut tidak harus berupa bisnis yang sudah menukik, karena bisa jadi sudah terlambat untuk diantisipasi bila penurunan bisnis sudah terjadi.

Pertama adalah bila model bisnis selama bertahun-tahun tidak berubah. Seringkali model bisnis baru yang lebih menguntungkan konsumen menjadi alasan tergusurnya sebuah bisnis. Konsumen semakin kritis dalam memilih transaksi dengan cara terbaik yang mengerti kebutuhan dan keinginan mereka. Ditambah dengan berkembangnya metode pembayaran, pencatatan transaksi, dan financing yang semakin memberi kemudahan bagi konsumen. Untuk itu pebisnis harus mulai mencermati berbagai model bisnis baru yang berkembang di industri lain, kemudian melihat kemungkinan untuk mulai diterapkan di bisnisnya sendiri.

Kedua adalah bila tetap berada dalam jajaran market leader dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini sering membuat pebisnis menjadi terlena, sehingga tidak melakukan koreksi dan inovasi. Sementara itu, semakin lama para market leader bertahan, maka semakin cukup waktu untuk melakukan analisa apa saja problem konsumen yang belum bisa dijawab oleh mereka dengan baik. Sehingga memberikan cukup waktu bagi para kompetitor baru untuk menciptakan produk yang lebih tuntas atau fokus dalam menjawab problem konsumen.

Maka sebagai market leader sudah seharusnya pebisnis tetap memberikan ruang bagi terciptanya produk baru dari dalam tanpa perlu takut menganibal produk lama, karena pada prinsipnya adalah lebih baik dikanibal sendiri daripada dikanibal oleh kompetitor.

Ketiga adalah bila grafik pertumbuhan bisnis sudah stabil. Bisnis yang tetap tumbuh namun persentase tumbuhnya stabil adalah bukan pertanda bagus karena roda bisnis menjadi business as usual. Semua pihak internal menjadi menjalankan pekerjaan sebagai rutinitas, mengulang cara dan metode yang sama dalam memecahkan berbagai persoalan internal dalam mencapai pertumbuhan. Stabilitas pertumbuhan adalah persembunyian terbaik bagi comfort zone.

Dalam posisi ini maka pebisnis mesti berani melakukan creative destruction, secara organisasi maupun secara operasional. Organisasi diberikan nyawa dan angin baru, dipacu untuk menerima pola pikir dan tantangan baru agar bisa menciptakan grafik pertumbuhan yang berbeda.

Sementara keempat adalah bila akuisisi konsumen didominasi oleh cara, media, atau channel tertentu saja. Konsumen mestinya bisa datang dari berbagai cara, apalagi sekarang konsumen juga mengkonsumsi beragam media digital maupun non-digital. Dominasi cara tertentu akan membuat bisnis beresiko tidak memiliki cukup data dan pengetahuan untuk selalu mengakuisisi konsumen, juga beresiko tiba-tiba kehilangan konsumen bila ternyata cara akuisisinya menjadi tidak relevan buat konsumen. Pebisnis harus selalu mengeksplorasi variasi akusisi konsumen agar tidak kehilangan relevansinya di pasar.

Sedangkan kelima adalah bila bisnis tidak mampu melakukan retensi konsumen secara signifikan. Pada dasarnya bisnis dibangun dari berubahnya pembeli menjadi pelanggan, sehingga upaya retensi memiliki peran sama pentingnya dengan upaya akuisisi konsumen. Jika volume bisnis selalu lebih banyak berasal dari proses akuisisi daripada retensi, maka upaya menciptakan pelanggan terancam gagal, dan bisnis akan sulit mempertahankan kesehatan keuangan bila terus menerus harus mengeluarkan biaya akuisisi konsumen baru.

Lima hal tersebut di atas sudah seharusnya menjadi lonceng tanda bahaya bagi pebisnis agar segera bersiap dan melakukan antisipasi yang tepat sebelum terlambat. Bergerak lebih cepat akan menghindarkan diri dari lindasan inovasi disruptif.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.