Menuju konten utama

Hukum Menunda Buka Puasa: Kapan Waktu yang Disunnahkan Berbuka?

Bagaimana hukum menunda waktu buka puasa? Kapan waktu yang disunnahkan untuk berbuka membatalkan puasa?

Hukum Menunda Buka Puasa: Kapan Waktu yang Disunnahkan Berbuka?
Warga menikmati panorama Masjid Raya Baiturrahman sambil menunggu waktu untuk berbuka puasa (ngabuburit) di Banda Aceh, Aceh, Sabtu (17/4/2021). Masjid Raya Baiturrahman yang dibangun di masa pemerintahan Sultan Alauddin Johan Mahmudsyah sekitar tahun 1292 M tersebut telah menjadi salah satu ikon provinsi Aceh yang ramai dikunjungi warga dan wisatawan. ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/wsj.

tirto.id - Apa hukum menunda waktu buka puasa meskipun azan maghrib sudah berkumandang? Kapan waktu yang disunnahkan kepada umat Islam untuk segera berbuka puasa?

Secara etimologi, Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab menyebutkan ash-shiyam berarti menahan. Sementara itu, secara terminologi,i ash-shiyam berarti menahan secara khusus dari sesuatu yang khusus pada waktu yang khusus dari orang yang khusus.

Syariat pelaksanaan puasa, mulai dari hukum, larangan, hal-hal yang membatalkan hingga sunah-sunah selama puasa Ramadan telah dijelaskan dalam dalil Al-Qur’an dan As-Sunah.

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi umat Islam yang tidak terkena halangan syar'i. Sepanjang bulan Ramadhan, seorang muslim akan menahan diri dari makan, minum, berhubungan suami istri, dan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar shadiq hingga terbenamnya matahari.

Puasa memiliki banyak keutamaan. Salah satunya, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis, balasan ouasa datang langsung dari Allah.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw., bersabda: "Allah 'Azzawajalla berfirman -dalam hadits qudsi, "Semua amal perbuatan anak Adam-yakni manusia- itu adalah untuknya, kecuali berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasan dengannya. Puasa adalah perisai -dari kemaksiatan serta dari neraka. Maka dari itu, apabila pada hari seseorang di antara engkau berpuasa, janganlah ia bercakap-cakap yang kotor dan jangan pula bertengkar. Apabila ia dimaki-maki oleh seorang atau dilawan dengan bermusuhan, maka hendaklah ia berkata, "Sesungguhnya saya -sedang- berpuasa,” (HR. Imam Bukhari).

Ibadah puasa beserta sunah-sunah yang ada di dalamnya menjadi sebuah seruan yang harus disambut dengan baik oleh umat muslim. Terlebih lagi, puasa merupakan ibadah yang bersifat momentum karena hanya dilaksanakan selama satu bulan, yakni pada bulan Ramadan.

Kesempatan untuk bertemu dengan bulan puasa harus dimanfaatkan dengan optimal agar mampu meraih derajat takwa di sisi Allah. Usaha untuk mendekatkan diri pada Allah selama bulan puasa diiringi pula dengan melaksanakan sunah-sunah puasa Ramadan.

Salah satu sunah puasa Ramadan berkaitan dengan sahur dan buka adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka puasa. Namun, bagaimana hukumnya jika menunda buka puasa?

Hukum Menunda Waktu Buka Puasa

Menunda berbuka puasa sama artinya dengan tidak menyegerakan untuk berbuka. Padahal, salah satu sunah puasa adalah menyegerakan berbuka.

Dalam Al-Majmu Syarah Al Muhadzdzab, berikut beberapa hadis yang menerangkan sunah menyegerakan berbuka puasa selama Ramadan.

Diriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Umatku masih dinilai baik selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur,” (HR. Ahmad).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Allah Azza wa Jalla berfirman: Hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang menyegerakan berbuka,” (HR. At-Tirmidzi dan ia berkomentar: hadis hasan).

Berkaitan dengan mengakhirkan berbuka, terdapat sebuah riwayat yang mengisahkan Abu Bakar dan Umar sengaja mengakhirkan berbuka puasa.

Al Mawardi menukil bahwa Abu Bakar dan Umar pernah mengakhirkan berbuka. Keduanya (Abu Bakar dan Umar) melakukan hal itu karena hendak menjelaskan bahwa ia (mengakhirkan berbuka puasa) boleh.

Tujuannya adalah agar tidak ada yang menduga bahwa menyegerakan berbuka puasa itu wajib. Penakwilan ini adalah benar karena telah diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanadnya yang sahih dari Amr bin Maimun, yakni salah seorang pembesar tabi’in ia berkata: “Adalah para sahabat Rasulullah orang yang paling cepat berbuka dan paling lambat sahur.”

Dengan demikian, berdasarkan riwayat di atas, maka hukum menunda berbuka puasa tidaklah mengapa karena sejatinya menyegerakan berbuka puasa adalah sunah sehingga bukan sebuah kewajiban.

Ini mengacu pada tindakan Abu Bakar dan Umar mengakhirkan berbuka dengan tujuan agar umat Islam tidak beranggapan bahwa menyegerakan berbuka adalah sebuah kewajiban.

Kendati demikian, menyegerakan berbuka puasa merupakan sebuah sunah sehingga sangat dianjurkan untuk diamalkan. Apalagi terdapat banyak kebaikan dengan menyegerakan berbuka puasa dengan mengharap ridha Allah.

Waktu yang Disunnahkan untuk Buka Puasa

Waktu berbuka puasa merupakan waktu yang istimewa. Sebuah hadis menyebutkan bagi orang yang berpuasa terdapat dua waktu kebahagiaan, yakni waktu berbuka puasa dan waktu ketika ia bertemu Rabb-Nya.

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah itu lebih wangi daripada misik. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu Rabb-Nya” (HR. Bukhari, No. 1904, Muslim no. 1151).

Berbuka puasa sebagai waktu yang diistimewakan tentu memiliki banyak amalan sunah di dalamnya. Waktu yang disunahkan untuk berbuka puasa adalah tepat saat azan maghrib berkumandang. Sebagaimana hadis yang telah disebutkan sebelumnya bahwa menyegerakan berbuka merupakan salah satu sunah puasa Ramadan.

Oleh karena itu, waktu yang disunahkan untuk berbuka, yakni sesegera mungkin tatkala azan maghrib sudah berkumandang. Tak lupa sebelum azan maghrib berkumandang, umat Islam disunahkan untuk memperbanyak berdoa. Setelah berbuka puasa, umat Islam juga dituntunkan untuk membaca doa berbuka puasa.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2023 atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Fitra Firdaus