Menuju konten utama
Ricuh Malaysia vs Indonesia

Di Balik Pengeroyokan Yovan dan Fuad oleh Suporter Malaysia

Pengeroyokan suporter Indonesia pantas dikutuk, tapi perlu diingat: tidak semua suporter Malaysia anarkis. Federasi dan pemerintah kedua negara, harusnya juga bisa jadi teladan.

Di Balik Pengeroyokan Yovan dan Fuad oleh Suporter Malaysia
Pesepak bola Timnas Indonesia Teuku Muhammad Ichsan (bawah) berebut bola dengan pesepak bola Timnas Malaysia Mohamadou Sumareh (tengah) saat pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2022 Grup G Zona Asia di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (19/11/2019). ANTARA FOTO/Rafiuddin Abdul Rahman/pd.

tirto.id - Saat laga Timnas Indonesia vs Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, 5 September 2019 berakhir ricuh, berbagai kecaman muncul. Sikap intimidatif yang dilakukan suporter tuan rumah bikin Indonesia semakin menanggung malu usai timnas dipecundangi 2-3 di kandang sendiri.

Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Indonesia saat itu, Imam Nahrawi sampai meminta maaf dan berjanji peristiwa serupa tak akan terulang. “Persahabatan Indonesia-Malaysia tidak boleh renggang karena sepakbola,” ujar Imam saat menggelar konferensi pers sehari setelah kejadian.

Di sisi lain, pihak Malaysia lewat Menteri Sukan dan Belia mereka, Syed Saddiq berjanji suporter di negaranya tidak akan membalas dengan perlakuan yang sama saat kedua tim kembali bertemu.

“Kami pastikan sepakbola akan menyatukan kami,” ucap Saddiq saat menjumpai media sebelum pulang ke Malaysia.

Janji itu berusaha diwujudkan ketika kedua tim akhirnya bertemu kembali Selasa (19/11/2019) kemarin. Lewat gestur serta spanduk yang dipasang FAM dan Kemenpora Malaysia di beberapa titik, mereka berusaha menyambut Indonesia dengan ramah.

Sayangnya, spanduk-spanduk ini tak mengubah apa pun. Kericuhan kembali terulang.

Ketika pertandingan memasuki menit 32, dari arah tribun tuan rumah, suporter melemparkan suar berwarna merah ke tribun suporter Indonesia.

Saling lempar botol dan benda-benda tumpul pun terjadi selama pertandingan. Akibat situasi yang memanas, suporter Indonesia sampai harus diamankan dan baru boleh meninggalkan stadion sekitar pukul 00.30 dini hari waktu setempat.

Belum berhenti di situ, dua hari setelah pertandingan atau Kamis (21/11/2019) di jejaring sosial Twitter beredar video yang memperlihatkan dua suporter Indonesia dikeroyok barisan pendukung Malaysia.

Akibat kejadian tersebut, Twitter sempat dihebohkan dengan tagar #GanyangMalaysia yang memuncaki trending topic hingga Jumat (22/11/2019) siang.

Tak Semua Fans Malaysia Kejam

Kejadian dalam video itu berlangsung di kawasan Bukit Bintang sehari sebelum pertandingan alias Senin (18/11/2019) malam.

Kronologi bermula pukul 02.00 WIB, ketika dua suporter Indonesia—Yovan (23) dan Fuad (27)—memesan taksi daring dari lokasi makan malam mereka menuju penginapan yang terletak di Jalan Pudu.

Saat hendak memasuki taksi daring yang mereka pesan, Yovan dan Fuad tiba-tiba dihampiri barisan suporter dengan atribut Malaysia dari arah belakang. Mereka menarik dan membawa Yovan menjauh dari taksi.

Fuad, yang sebenarnya sudah masuk ke dalam taksi, lantas reflek keluar dengan tujuan ingin menyelamatkan Yovan.

Tapi sial nasib keduanya, bukanya selamat, mereka justru jadi sasaran suporter yang jumlahnya berkisar 20-an orang tersebut.

“Kami diinterogasi, mereka menyuruh kami berbicara dalam bahasa Melayu. Karena kami tidak bisa, mereka lalu menyeret mau bawa kami ke suatu tempat. Kami menolak, di situlah kami mulai dihajar,” terang Yovan.

Yovan dan Fuad lantas diseret, ditendangi, dipukul dengan helm dan benda-benda lain oleh suporter-suporter tersebut.

Tak cukup di situ, suporter yang mengeroyok keduanya juga menyita tas Fuad beserta seluruh isinya--uang serta barang berharga lain. Akibat kejadian ini, Fuad dan Yovan mengalami luka di bagian tangan, punggung, kaki dan hidung.

“Setelah mereka puas dan berhasil merebut tas, mereka pergi. Saya dan bang Fuad lalu menyelamatkan diri ke Hotel Sungai Wang, kebetulan malam itu ada kawan bang Fuad yang menginap di sana,” ucap Yovan.

Menariknya, selepas kejadian itu, Fuad dan Yovan bukan cuma ditolong orang Indonesia.

Ada tiga orang yang kala itu membantu kedua korban berobat ke rumah sakit dan membuat laporan ke kepolisan. Dari tiga orang itu, dua di antaranya adalah orang Malaysia.

“Mereka berdua yang dari Malaysia dan satu orang dari Indonesia-lah yang membawa kami ke rumah sakit setempat. Mereka juga yang menanggung biaya pengobatan, karena tas dan uang kami dirampas semua,” jelas Yovan.

Kedua orang tersebut, seingat Yovan, memperkenalkan diri sebagai fans Malaysia dan klub Johor Darul Takzim (JDT).

Kejadian ini seolah membuktikan kampanye #GanyangMalaysia barangkali tak sepenuhnya relevan. Sebab pada akhirnya, tidak semua suporter Malaysia memiliki niat jahat kepada pendukung Tim Garuda.

“Saya harap dengan kejadian ini kita tidak mudah tersulut emosi dan membuat suporter Malaysia yang tidak ikut dalam kasus ini jadi korban,” tukasnya.

Otoritas Kedua Negara Harusnya Jadi Contoh

Hingga saat ini, federasi dan pemerintah Malaysia belum mengeluarkan permintaan maaf resmi terkait pengeroyokan yang dilakukan suporter tuan rumah.

Lewat akun Twitter pribadinya, Menteri Sukan dan Belia Syed Saddiq cuma menulis, “saya sudah sampaikan ke pihak polisi untuk menindaklanjuti.”

Banyak orang menilai pernyataan Saddiq justru terkesan melempar kesalahan. Tak terkecuali di mata Yovan.

“Jangan malah menuduh kami menyebar hoaks, itu menyakiti kami. Apalagi saya, sebagai korban,” ujar Yovan.

Buntutnya, alih-alih tenang, situasi justru kian karut marut. Tagar baru, #shameonyousaddiq ikut mencuat di deretan trending topic pada Jumat pagi. Hingga artikel ini dirilis, unggahan terbaru di akun instagram Saddiq bahkan dihujani lebih dari 85 ribu komentar yang sebagian besar di antaranya berisi hujatan.

Di sisi lain, pihak Indonesia juga belum sepenuhnya bersikap tegas untuk menjamin keselamatan suporter Indonesia yang bertolak ke Malaysia.

Ketidaktegasan ini bukan cuma tercermin dalam kasus pengeroyokan terhadap Yovan dan Fuad, tapi juga terkait kasus yang menyandera tiga suporter Indonesia lain.

Hingga artikel ini rilis, Andreas Setiawan, Iyan Ptada Wibowo, dan Rifki Chorudin, tiga suporter Indonesia masih ditahan pihak kepolisan Malaysia karena dugaan menyebarkan hoaks terorisme. Padahal, dari penggeledahan tidak ditemukan adanya barang-barang berbahaya yang dibawa ketiganya.

Menurut Yovan, sudah saatnya PSSI dan Kemenpora tidak cuma sekadar mengutuk pihak berlawanan, tapi juga introspeksi melakukan langkah nyata.

Pendampingan untuk suporter, menurut dia, adalah hal yang seharusnya diperhatikan federasi ketika timnas bertandang ke 'wilayah-wilayah sensitif'.

“Tolong jangan main-main, karena kami mendukung sepakbola negeri ini juga enggak main-main,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait KUALIFIKASI PIALA DUNIA 2022 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz