Menuju konten utama

Bapak Menteri, Anak Menteri

Dia pengusaha, dan juga anggota Golkar, lalu jadi anggota DPR, dan akhirnya Airlangga Hartarto jadi menteri perindustrian. Airlangga “mewarisi” jabatan yang pernah diemban ayahnya.

Bapak Menteri, Anak Menteri
Foto Kolase - (dari kiri ke kanan) Airlangga Hartarto, Nila Djuwita Farid Moeloek, Rini Soemarno, dan Bambang Brodjonegoro. [Foto-foto/Antara]

tirto.id - Presiden Joko Widodo kembali merombak kabinetnya pada Rabu, 27 Juli 2016. Nama Airlangga Hartarto masuk dalam daftar menteri baru pilihan Presiden Jokowi. Airlangga yang disebut-sebut merepresentasikan Partai Golkar ini ditunjuk sebagai menteri perindustrian, menggantikan Saleh Husin.

“Pengalamannya panjang, anggota DPR-nya lama dan selalu pada komisi yang sama, yaitu Komisi Industri. Sehingga dengan demikian, Presiden meyakini penugasan yang akan diberikan kepada saudara Airlangga Hartarto, kami meyakini bisa dilakukan dengan baik,” jelas Pramono Anung, Sekretaris Kabinet, ketika memperkenalkan Airlangga sambil mengungkapkan harapan Presiden pada menteri baru ini.

“[Airlangga Hartarto] Ditugaskan untuk membuat roadmap industri ke depan yang harus diselesaikan dan juga bagaimana bangsa Indonesia ini bisa meningkat daya saingnya. Dan kami meyakini karena Pak Airlangga ini salah satu inisiator dalam undang-undang perindustrian, sehingga pasti memahami penugasan yang diberikan kepada Pak Airlangga Hartarto,” lanjut Pramono Anung.

Dengan penunjukan ini, Airlangga berarti akan "mewarisi" jabatan bapaknya, Ir. Hartarto yang terkenal sebagai menteri perindustrian era Orde Baru. Airlangga tidak sendiri, sejumlah nama menteri juga mendapat jabatan yang dulu pernah di emban ayahnya. Ada pula suami istri yang sama-sama pernah menjadi menteri seperti pasangan Agum Gumelar dan Linda Gumelar. Siapa saja keluarga yang cukup beruntung karena beberapa kali mendapat amanat jabatan?

Bapak – Anak Menteri Perindustrian

Sebelum ditunjuk sebagai Menteri Perindustrian, Airlangga merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Komisi XI, yang mengurusi keuangan, kerencanaan, pembangunan dan perbankan. Komisi itu baru diurusnya mulai awal tahun 2016. Airlangga sebelumnya pernah duduk di Komisi X, yang mengurusi pendidikan, pariwisata, ekonomi kreatif, kebudayaan, olaharga dan kepemudaan.

Airlangga bukan muka baru di DPR. Sejak 2004 ia sudah menjadi wakil rakyat dari Partai Golkar. Kiprahnya di DPR cukup lumayan. Dia pernah menjabat Ketua Komisi VII DPR RI (2006-2009) membidangi energi, lingkungan hidup dan ristek. Periode berikutnya, Airlangga masuk Senayan lagi, setelah terpilih di wilayah pemilihan Jawa Barat V. Airlangga menjadi Ketua Komisi VI yang membidangi perindustrian, perdagangan, UKMK, Investasi, BUMN.

Di partainya sendiri, Airlangga tercatat sebagai Wakil Bendahara dalam Pengurus DPP Partai Golkar periode 2004-2009. Di kepengurusan periode berikutnya, 2009-2015, Airlangga tercatat sebagai Ketua DPP Partai Golkar.

Sebagai politisi, Airlangga tergolong kaya. Menurut steering committee Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar, yang diketuai Nurdin Halid, pada awal Mei 2016, kekayaan Airlangga mencapai Rp46 miliar. Masih kalah kaya dengan Setya Novanto, sang Ketua Umum, yang mencapai Rp 114 miliar.

Sebelum jadi anggota dewan, Airlangga adalah seorang pengusaha. Dia memiliki sejumlah perusahaan. Posisinya di PT Fajar Surya Wisesa Tbk adalah Presiden Komisaris. Lalu pernah menjabat Presiden Direktur di PT Jakarta Prime Crane dan Presiden Direktur PT Bisma Narendra. Selain itu, dia adalah Komisaris PT Sorini Corporation Tbk.

Airlangga Hartarto pernah sekolah pascasarjana di luar negeri. Seperti bapaknya, Airlangga juga sekolah di Australia. Dia juga salah satu alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) yang sukses di dunia usaha dan juga politik.

Penulis buku Strategi Clustering dalam Industrialisasi Indonesia (2004) ini adalah putra dari Ir Hartarto Sastrosoenarto. Sang bapak adalah Menteri Perindustrian ternama dari era Orde Baru. Dalam Kabinet Pembangunan IV dan V, sejak 1983 hingga 1993, Hartarto senior adalah Menteri Perindustrian.

Sebagai menteri perindustrian, Hartarto sangat menentang ekspor bahan mentah dan mendesak pemerintah hanya membolehkan ekspor hasil olahan. Hartarto senior merasa ekspor bahan mentah sejak zaman VOC adalah sumber kemelaratan.

Hartarto kemudian diangkat menjadi Menteri Koordinator bidang Produksi dan Distribusi (Menko Prodis) dalam Kabinet Pembangunan VI sejak 1993 hingga 1998. Di akhir kekuasaan Presiden Soeharto, Hartarto selama dua bulan menjabat Menteri Koordinator Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara (Menko Wasbangpan) dalam Kabinet Pembangunan VII. Masa jabatannya cukup singkat hanya dari 14 Maret 1998 sampai 21 Mei 1998 saja.

Keluarga Menteri

Selain Airlangga Hartarto – Ir. Hartarto, ada beberapa keluarga yang bapak – anaknya pernah jadi menteri. Ada Menteri Agama Lukman Saifuddin dan Saifuddin Zuhri. Lukman Hakim Saifuddin menjadi Menteri Agama era Jokowi. Sementara sang Bapak, Saifuddin Zuhri, yang jadi Menteri Agama dari 1962 hingga 1968.

Selain bapak anak yang menjabat di pos yang sama, ada juga bapak anak yang menjabat pos berbeda. Ada Soemarno yang menjadi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia di era Orde Lama. Putri Soemarno, Rini Soemarno menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sementara Indroyono Soesilo yang pernah jadi Menteri Koordinator Kemaritiman era Joko Widodo pada 2014 hingga 2015, merupakan anak dari Soesilo Soedarman. Soesilo merupakan i Menteri Koordinator Politik Keamanan era Soeharto.

Bambang Brodjonegoro, yang kini menjadi Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas, juga berayahkan seorang menteri. Soemantri Brodjonegoro pernah menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Orde Baru.

Ada lagi yang antara kakek dan cucu pernah jadi menteri, meski dengan pos menteri yang berbeda. Anies Baswedan yang baru saja digeser dari posisi Menteri Pendidikan dalam kabinet Joko Widodo, adalah cucu dari Menteri Muda Penerangan era Soekarno, Abdul Rachman Baswedan.

Lalu ada pola lain selain, bapak anak atau kakek cucu, tapi suami istri. Misal Agum Gumelar dan Linda Amalia Sari alias Linda Gumelar. Agum Gumelar pernah menjadi Menteri Perhubungan, Menteri Pertahanan, Menko Polkam sebelum era kepresidenan Soesilo Bambang Yudhoyono. Sementara Linda Gumelar menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II.

Dari keluarga Moeloek, Faried Anfasa Moeloek, anak dari dokter terkenal di Lampung yang namanya jadi rumah sakit. Ia pernah sebentar jadi Menteri Kesehatan, sejak 1998 hingga 1999, pada era singkat kepresidenan B.J Habibie. Di era Joko Widodo, Nila Djuwita Moeloek pun, jadi Menteri Kesehatan, belasan tahun setelah suaminya lengser.

Baca juga artikel tirto.id terkait reshuffle kabinet:

Sri Mulyani Akhirnya Pulang Lagi

Serba Serbi Sejarah Kabinet di Indonesia

Baca juga artikel terkait RESHUFFLE atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti