Menuju konten utama

Bangladesh Mengatur Kelahiran di Tempat Pengungsian Rohingya

Pemerintah Bangladesh membuat program semacam "keluarga berencana" untuk mengendalikan kelahiran di tempat pengungsian etnis Rohingya.

Bangladesh Mengatur Kelahiran di Tempat Pengungsian Rohingya
Pengungsi Rohingya saling berebut saat bantuan didistribusikan di sebuah kamp di Cox's Bazar, Bangladesh, Selasa (19/9). ANTARA FOTO/REUTERS/Cathal McNaughton

tirto.id - Pemerintah Bangladesh telah meluncurkan program pengendalian kelahiran di tempat-tempat pengungsian warga Rohingya. Hal ini dilakukan karena tempat-tempat tersebut kini telah penuh sesak oleh manusia. Selain itu pemerintah Bangladesh juga khawatir akan lonjakan populasi manusia di sana.

Dari data yang didapat pihak berwenang Bangladesh, ada 70.000 ibu baru dan calon ibu di antara pengungsi yang baru datang. Pemerintah khawatir tekanan terhadap penduduk dapat memburuk dalam beberapa bulan mendatang tanpa intervensi.

“Mereka punya enam, tujuh, delapan, sembilan, 10 anak,” kata Pintu Kanti Bhattacharjee, kepala departemen keluarga berencana pemerintah di Distrik Cox’s Bazar, tempat mengungsinya warga Rohingya, sebagaimana dikutip Antara, Rabu (20/9/2017).

Saat ini, pemerintah telah mengerahkan tim keluarga berencana setempat untuk menyampaikan imbauan dan mendistribusikan kondom ataupun alat kontrasepsi lain di seluruh tempat pengungsian. Sebagai informasi, Bangladesh telah kedatangan 420.000 pengungsi Rohingya sejak 25 Agustus lalu.

Lanjut Bhattacharjee, ia sangat mengkhawatirkan hal tersebut. Enam bulan sampai setahun ke depan, 20.000 anak lagi akan lahir, katanya.

Ibu baru, ibu hamil dan keluarga besar yang memiliki lebih dari 10 anak adalah pemandangan yang tidak langka di tempat pengungsian tersebut.

Bhattacharjee menambahkan para petugas di lapangan sudah mensosialisasikan dan memberikan konseling tentang keluarga berencana kepada pengungsi. Hal itu diupayakan untuk mencegah kehamilan yang tak diinginkan.

Selain itu, para petugas di lapangan juga sudah mendistribusikan alat kontrasepsi kepada pria dan perempuan, meskipun hasilnya beragam, katanya.

Salah satu pengungsi Rohingya, Mujibur Rahman menyambut baik pemberian kondom dan pil kontrasepsi yang ia terima beserta satu panduan.

“Ini jelas akan membantu kami,” ujar pria 25 tahun itu sebagaimana dikutip Antara.

Tak sedikit pula pengungsi Rohingya yang tidak mengetahui apa isi paket yang diberikan petugas, salah satunya ialah Mohammad Mostafiz. Pengungsi berusia 40 tahun itu malah menyangka paket tersebut berisi makanan.

“Saya kira ini paket makanan,” kata Mohammad yang memiliki dua istri dan 14 anak.

Mohammad beranggapan memiliki banyak anak adalah bagian dari perintah agama dan menggunakan obat untuk mencegah kelahiran adalah dosa. “Saya pikir keluarga saya tidak akan menggunakan ini,” lanjutnya.

Pemerintah Bangladesh Bangun Kamp Baru untuk Pengungsi Rohingya

Pemerintah Bangladesh juga membangun sebuah kamp besar baru untuk mengantisipasi kedatangan pengungsi Rohingya. Ratusan ribu pendatang baru yang melarikan diri dari kekerasan Myanmar di sepanjang perbatasannya, kini telah menghuni tempat tersebut.

Seluruh keluarga tidur di luar dan duduk-duduk di areal pertanian, tepi jalan dan gedung-gedung kosong. Mereka juga bersaing demi mendapatkan makanan, tempat berlindung dan kebutuhan pokok lain ketika jumlah pengungsi kian meningkat.

Usaha dari Bangladesh menampung pengungsi Rohingnya tak ayal banyak mendapat pujian. Meski begitu, kelompok-kelompok bantuan lainnya mengingatkan Bangladesh bahwa situasinya masih sangat buruk.

Situasi tersebut tak ayal juga membuat polisi setempat kewalahan. Pada Selasa (19/9/2017) polisi membongkar gubuk-gubuk liar dan membubarkan kerumunan pengungsi di sekitar Kutupalong, salah satu tempat pengungsian terbesar. Di sana, jalanan penuh pengungsi dan antrean panjang lalu lintas pun mengular dari pusat-pusat bantuan.

Sementara itu, pemerintah sudah berusaha mengumpulkan para pengungsi ke tempat-tempat yang ditentukan, khawatir kota-kota terdekat akan kewalahan kalau mereka pergi tanpa pemeriksaan.

Baca juga artikel terkait ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Nicholas Ryan
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra