Menuju konten utama

Bali Sambut Kelahiran Bayi Badak Putih

Program konservasi satwa terancam punah di Bali Safari and Marine Park menuai keberhasilan setelah kelahiran seekor bayi badak putih Afrika pada 24 Maret 2016 lalu.

Bali Sambut Kelahiran Bayi Badak Putih
Badak putih. antara foto/ari bowo sucipto/rei/mes/15.

tirto.id - Program konservasi satwa terancam punah di Bali Safari and Marine Park menuai keberhasilan setelah kelahiran seekor bayi badak putih Afrika pada 24 Maret 2016 lalu.

Bayi yang diberi nama “Maji” tersebut lahir dari pasangan induk betina Dita dan pejantan Nelson.

"Bayi badak putih itu lahir normal dan alami tanpa campur tangan manusia yang terpantau melalui kamera pengawas atau CCTV," kata Manajer Life and Science Bali Safari Nimal Fernando di Gianyar, Bali, Kamis, (7/4/2016).

Sebelumnya, pada 4 November 2015, seekor badak betina lahir dan diberi nama "Pembe" dari pasangan induk Hima (24) dan Nelson.

Nimal menjelaskan bahwa Pembe merupakan bayi badak pertama sejak kehadiran Hima enam tahun yang lalu.

Upaya yang harus ditempuh untuk mengawinkan badak, menurut Nimal, badak bisa dikatakan cukup sulit.

"Sebelum kawin, badak jantan harus mampu mengalahkan betinanya terlebih dahulu sebelum sang betina menyerah untuk kawin," ucapnya.

Tidak mudah bagi Nelson untuk mengalahkan Hima mengingat usia Nelson yang beberapa tahun lebih muda dari Hima.

Untuk itu, pihak pengelola melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan memberikan beragam pakan bergizi untuk menunjang kesuburan Hima dan Nelson.

Nimal mengklaim bahwa di Bali sendiri badak jenis ini hanya dapat ditemukan di Bali Safari and Marine Park.

Tak hanya kedua badak putih itu, pengelola wahana setempat juga mencatat kelahiran Singo, bayi jerapah yang lahir pada 3 Juli 2015.

Bayi berjenis kelamin jantan itu merupakan anak dari Sophie (7) dan Matadi (6), pasangan jerapah yang ada pada jalur safari.

Saat ini badak putih afrika dengan nama latin "Ceratotherium simum" berstatus terancam punah dan masuk daftar merah Organisasi Konservasi Dunia (IUCN) tahun 2006. (ANT)

Baca juga artikel terkait CERATOTHERIUM SIMUM atau tulisan lainnya

Reporter: Putu Agung Nara Indra