Menuju konten utama

Bacaan Niat Puasa Syawal 6 Hari & Bolehkah Tidak Berturut-turut?

Puasa syawal dapat dikerjakan berselang-seling hari (terpisah) atau tidak harus secara berturut-turut. Lalu, puasa Syawal berapa hari?

Ilustrasi Perempuan Berkerudung. foto/istockphoto

tirto.id - Puasa Syawal berapa hari dan kapan dikerjakan? Puasa Syawal selama 6 hari termasuk puasa sunah. Puasa syawal tidak harus dikerjakan dalam 6 hari berturut-turut atau dapat berselang-seling hari (terpisah). Puasa ini dapat dikerjakan pada hari apa pun sepanjang Syawal kecuali pada hari raya Idulfitri. Umat Islam dianjurkan untuk melanjutkan puasa Ramadan dengan puasa Syawal ini.

Perintah wajib berpuasa bagi umat Islam hanya berlaku sepanjang Ramadan, yaitu selama 29 atau 30 hari. Namun, terdapat puasa-puasa sunah yang dapat dikerjakan umat Islam sepanjang tahun, termasuk puasa Syawal selama 6 hari, Puasa Arafah pada 9 Zulhijah, Puasa Asyura pada 10 Muharam, dan puasa Senin-Kamis.

Hukum mengerjakan Puasa Syawal adalah sunah. Diriwayatkan dari jalur Abu Ayyub Al Anshory, Nabi Muhammad saw. bersabda, "Siapa yang berpuasa Ramadan kemudian berpuasa 6 hari pada bulan Syawal, maka dia bagai berpuasa setahun penuh.” (H.R. Muslim)

Redaksi yang sedikit berbeda terkait puasa syawal, dapat dilihat dalam hadis riwayat dari jalur Tsauban, Nabi Muhammad saw. bersabda, "Siapa yang berpuasa Ramadan, maka pahala puasa sebulan Ramadan itu (dilipatkan sama) dengan puasa 10 bulan, dan berpuasa 6 hari setelah Idulfitri (dilipatkan 10 menjadi 60), maka semuanya (Ramadan dan 6 hari bulan Syawal) genap setahun. (H.R. Ahmad).

Puasa Syawal Berapa Hari dan Kapan Dikerjakan?

Puasa Syawal dapat dikerjakan dengan dua cara. Yang pertama, adalah menunaikan puasa selama 6 hari berturut-turut, terutama pada awal bulan, misalnya pada 2 hingga 7 Syawal/ Langkah kedua, menjalankan puasa dengan cara terpisah-pisah, misalnya setelah tanggal 3 Syawal, kemudian melakukannya lagi pada 7, 11, 15, 20, dan 23 Syawal hingga genap 6 hari.

Terkait cara pertama, yaitu mengerjakan Puasa Syawal dalam 6 hari beruntun, inilah yang dianjurkan oleh Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain. Dikutip dari artikel "Hukum Puasa Syawal dan Waktu Pelaksanaannya" oleh Alhafiz Kurniawan dalam laman NU Online, Syekh Nawawi al-Bantani menuliskan, "menjalankan puasa (6 hari pada bulan Syawal) secara berturut-turut lebih utama.

Meskipun demikian, jika puasa syawal dikerjakan secara terpisah, bukanlah masalah. Ditekankan pula oleh Imam Nawawi al-Bantani, "Keutamaan sunah puasa Syawal sudah diraih dengan menjalankan puasa tersebut secara terpisah dari hari Idulfitri". Hanya, yang utama tetaplah cara pertama.

Terkait puasa Syawal, ada pula kemungkinan lain bahwa orang mengerjakan puasa sunah ini sembari mengqadha utang puasa Ramadannya. Dalam hal ini, sebaiknya pengerjaan kedua jenis puasa tersebut dipisahkan karena pada dasarnya merupakan amalan berbeda.

Selain itu, jika ada seseorang yang hendak mengerjakan puasa Syawal dan puasa qadha, maka yang lebih baik dalam pandangan Mazhab Syafi'i dalah mendahulukan puasa qadha. Artinya, seorang muslim terlebih dahulu membayar utang puasa wajibnya, kemudian baru mengerjakan puasa sunah.

Apabila terjadi kendala karena jumlah hari yang diqadha banyak, sedangkan puasa Syawal ada 6 hari, maka tetap yang utama dikerjakan pada Syawal adalah puasa qadha, dengan niat puasa qadha, tidak dengan niat menggabungkan puasa tersebut dengan puasa syawal.

Bacaan Niat Puasa Syawal

Berbeda dengan puasa Ramadan yang niatnya dilakukan pada malam hari sebelum melakukan ibada shaum, niat puasa sunah, termasuk puasa syawal, dapat dilakukan pada pagi harinya, selama seseorang belum makan pagi. Demikian pula, jika seseorang pada malam harinya tidak berpikir ingin puasa Syawal, tetapi keesokan hari langsung berniat puasa Syawal, hal tersebut tidak masalah.

Diriwayatkan, Nabi Muhammad saw. pernah bertanya kepada keluarga beliau, “Apakah kalian mempunyai sesuatu (yang bisa dimakan)?” Ketika keluarga beliau berkata tidak, Rasulullah berkata, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.”

Niat puasa Syawal cukup menggunakan bahasa sehari-hari. Namun, jika merasa lebih baik mengucapkan niat dalam bahasa Arab, maka dapat dilakukan pula.

Dikutip dari "Lafal Niat Puasa Syawal dan Ketentuan Waktunya" oleh Alhafiz Kurniawan dalam laman NU Online, niat puasa dalam bahasa Arab dapat dibedakan berdasarkan konteks waktunya.

Jika seseorang sudah berniat puasa Syawal sejak malam harinya, lafal niat yang dapat diucapkan adalah seperti di bawah ini.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah SWT.”

Jika ada seseorang yang pada malam sebelumnya tidak berniat puasa Syawal, kemudian pada pagi atau siang harinya terbersit keinginan berpuasa Syawal, lafal niat yang diucapkan adalah seperti di bawah ini.

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.”

Baca juga artikel terkait PUASA SYAWAL atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Agung DH
Penyelaras: Ibnu Azis