Menuju konten utama

Apa Itu D-Dimer Pasien Post COVID-19 dan Bahaya Pembekuan Darah?

Apa itu D-Dimer dan bagaimana proses terjadinya pembekuan darah pada pasien COVID-19?

Apa Itu D-Dimer Pasien Post COVID-19 dan Bahaya Pembekuan Darah?
Ilustrasi Pembuluh Darah. foto/Istockphoto

tirto.id - Sekitar 10-15% pasien COVID-19 diperkirakan bisa mengalami kondisi parah atau krisis yang berkembang menjadi pneumonia berat, hipoksia, gagal napas, dan memerlukan oksigen tambahan hingga perawatan intensif.

Dalam study yang dirangkum pada jurnal Radiology, para ahli menyoroti sebagian besar dari penderita COVID-19 parah, menunjukkan tanda-tanda pembekuan darah yang dapat menimbulkan komplikasi mengancam nyawa.

Pembekuan darah juga bisa terjadi pada mereka penyintas COVID-19. Karenanya, untuk mengetahui ada tidaknya pembekuan darah usai terinfeksi COVID-19, sebaiknya dilakukan pemeriksaan D-dimer.

Tes D-dimer mencari D-dimer dalam darah. D-dimer sendiri adalah fragmen protein (potongan kecil) yang dibuat ketika gumpalan darah larut dalam tubuh Anda.

D-dimer menunjukkan adanya gumpalan darah dalam tubuh saat COVID menjadi penyakit serius, terutama yang berada di paru-paru, sehingga aliran darah akan terhambat karena pembekuan.

Jadi, tubuh mencoba memecah gumpalan ini. D-dimer terdeteksi hingga delapan jam setelah pembentukan sampai ginjal membersihkannya.

Pakar Hematologi The John Hopkins University School Of Medicine, Robert Brodsky dan Dokter spesialis pengobatan paru, Panagis Galiatsatos menyatakan, selain paru-paru, pembekuan darah terkait COVID-19 juga dapat membahayakan sistem saraf.

Pemeriksaan D-dimer dilakukan untuk mengetahui apakah ada penyumbatan dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan pengentalan darah.

Batas D-dimer adalah 500 ng/ml, tetapi pasien COVID-19 cenderung memiliki D-dimer melebihi batas normal.

Angka D-dimer yang tinggi menunjukkan terjadi pembekuan darah dalam tubuh. Pembekuan darah ini akan mengakibatkan organ-organ dalam tubuh kekurangan oksigen dan menyebabkan perburukan pada pasien COVID-19.

Bagaimana Pemeriksaan D-Dimer Dilakukan?

Pemeriksaan D-dimer dilakukan dengan mengambil sampel darah untuk memberi gambaran ada atau tidaknya penggumpalan di dalam darah.

Peningkatan kadar D-dimer dalam darah dapat mengindikasikan terjadinya pembekuan darah aktif yang mungkin tidak normal.

Dalam kondisi normal, D-dimer tidak akan terdeteksi. Apabila terdeteksi, itu berarti ada bekuan darah di dalam tubuh, meski tidak diketahui lokasinya secara spesifik

Pada penderita COVID-19, jumlah protein D-dimer dapat meningkat secara signifikan. Hal ini diduga disebabkan oleh badai sitokin yang memicu ketidakseimbangan antara pembentukan dan pemecahan bekuan darah.

Kemudian, semakin tinggi jumlah D-dimer dalam darah, semakin besar pula risiko pasien COVID-19 mengalami pengentalan atau penggumpalan darah.

Kondisi ini bisa menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti trombosis vena dalam, emboli paru, hingga stroke.

Saat ini ada empat jenis uji komersial utama yang dapat digunakan untuk mengukur kadar D-dimer, di antaranya analisis darah lengkap, uji imunosorben terkait-enzim (ELISA), uji imunofluoresensi terkait-enzim (ELFA) dan uji imunoturbidimetri yang ditingkatkan lateks. .

Para ahli telah menemukan metode ELFA untuk memberikan sensitivitas tertinggi untuk mendeteksi tingkat D-dimer.

Sensitivitas terhadap tingkat D-dimer sebesar 94% dan 93% dilaporkan dengan metode ELISA dan Lateks.

Namun, metode ini juga terbatas dalam kemampuan spesifisitasnya yang keduanya rata-rata 53%.

Pentingkah Pemeriksaan D-Dimer?

Pemeriksaan D-dimer sangat penting pada pasien dengan gejala berat atau pasien COVID-19 yang membutuhkan rawat inap, terutama mereka yang dirawat di ICU dengan risiko tinggi trombosis.

Disisi lain, pemeriksaan menunjukkan adanya gumpalan dalam tubuh saat COVID-19 menjadi serius.

Biasanya, penyumbatan akibat gumpalan darah akan terjadi di paru-paru, sehingga menyebabkan masalah pernafasan karena aliran darah terhambat.

Jadi, tubuh mencoba memecah gumpalan ini. D-dimer terdeteksi hingga delapan jam setelah pembentukan sampai ginjal membersihkannya.

Kapan Pemeriksaan D-Dimer Dilakukan dan Berapa Biayanya?

Pengecekan D-dimer hanya bisa dilakukan melalui cek laboratorium. Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien dengan kriteria klinis tertentu, biasanya dihitung dengan Wells Score.

Ada beberapa kondisi pasien yang membutuhkan pemeriksaan D-dimer. Kondisi tersebut, seperti dijelaskan dalam penelitian JAMA Network di antaranya:

1. Jika kaki mengalami bengkak sebelah.

Ini berarti kemungkinan ada pembekuan darah terjadi di pembuluh darah vena.

2. Saat saturasi oksigen tiba-tiba turun.

Dokter bisa mencurigai terjadinya emboli paru, sehingga memerlukan pemeriksaan D-dimer.

3. Pasien yang harus berbaring lama.

Misalnya pasien yang baru selesai dioperasi, biasanya membutuhkan pemeriksaan D-dimer.

4. Pasien kanker.

Sebab, kondisi kanker itu sendiri juga membuat pembekuan darah lebih aktif.

Lantas berapa biaya untuk pemeriksaan D-dimer?

Untuk harga pemeriksaan D-dimer bervariasi sesuai lokasi rumah sakit, mulai dari Rp310.000 hingga sekitar Rp2 jutaan.

Di RS Siloam, misalnya, tarif terendah yang dikenakan adalah mulai dari Rp900 ribu.

Cara Mengatasi Penggumpalan Darah pada Pasien COVID-19

Guna mengatasi kadar D-dimer yang tinggi, dokter akan memberi obat-obatan pengencer darah (antikoagulan).

Obat tersebut bekerja untuk melarutkan gumpalan darah yang berbahaya akibat peradangan pada pasien COVID-19.

Hal ini dapat membantu menormalkan kondisi dan mencegah komplikasi yang berbahaya pada pasien COVID-19.

Namun, obat tentunya harus digunakan dengan tepat karena dikhawatirkan menimbulkan perdarahan.

Selain itu, pastikan istirahat yang cukup, konsumsi makanan dengan asupan gizi seimbang, olahraga rutin, mengelola stres dengan baik, dan tetap menjalankan protokol kesehatan dengan baik.

Baca juga artikel terkait D-DIMER atau tulisan lainnya dari Olivia Rianjani

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Olivia Rianjani
Penulis: Olivia Rianjani
Editor: Dhita Koesno