Menuju konten utama

Apa Arti Malam Satu Suro Bagi Orang Jawa: Mitos dan Larangannya

Apa arti malam satu suro bagi orang Jawa dan apa saja mitosnya?

Apa Arti Malam Satu Suro Bagi Orang Jawa: Mitos dan Larangannya
Sesepuh desa menata sesaji saat melakukan Tradisi Malam 1 Suro di lereng Gunung Merapi, Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (19/8/2020). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/foc.

tirto.id - Malam Satu Suro memiliki banyak mitos dan larangan yang beredar di masyarakat. Malam untuk memperingati tahun baru di kalender Jawa ini juga dikenal sebagai malam yang mistis.

Menurut tulisan HM. Zainuddin di laman UIN Malang, banyak kepercayaan bersifat mitos. Pada malam 1 suro misalnya orang beramai-ramai mengunjungi tempat-tempat yang dianggap sakral dan keramat.

Ada yang datang ke makam lalu membakar kemenyan, minta kekayaan, minta banyak rezeki, minta laris dagangannya, minta cepat naik kariernya, minta segera mendapatkan jodoh.

Ada yang datang ke laut dengan melemparkan makanan atau kepala kurban (kerbau) yang dianggap sebagai sedekah laut.

Demikian juga di Seduda (nama tempat rekreasi di daerah Nganjuk) misalnya, setiap tanggal 15 Muharam banyak kalangan muda dan mudi yang berdatangan di tempat itu.

Mereka berkeyakinan bahwa siapa yang mandi pada tanggal itu bisa awet muda, panjang umur. Selain itu tradisi mencuci keris banyak juga dilakukan pada bulan itu.

Bahkan di gunung Kemukus di Sragen, jawa Tengah ada semacam legenda, barangsiapa yang menginginkan jodoh maka mereka harus berbuat mesum di tempat itu.

Arti Malam 1 Suro Bagi Orang Jawa

Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa).

Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat.

Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro sebagai awal tahun Jawa juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Cara yang biasa digunakan masyarakat Jawa untuk berinstrospeksi adalah dengan lelaku, yaitu mengendalikan hawa nafsu.

Sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling artinya manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan.

Waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan. Karenanya dapat dipahami jika kemudian masyarakat Jawa pantang melakukan hajatan pernikahan selama bulan Suro.

Peringatan 1 Suro selalu berjalan dengan khusyuk, orang membersihkan diri lahir batin, melakukan introspeksi, mengucap syukur kepada Gusti yang membuat hidup dan menghidupi dunia dan seisinya.

1 Suro juga bertepatan dengan 1 Muharram dalam tahun baru Islam. Pada bulan Muharram, Tuhan membuka luas rahmat-Nya, sehingga manusia dianjurkan untuk berlomba-lomba memperoleh rahmat itu.

Dalam 1 Suro, orang Jawa juga diminta untuk mandi dalam 1 Suro, menurut nenek moyang. Mandi berarti membersihkan dan mensucikan kotoran atau najis.

Ini berarti isyarat bahwa pada malam 1 Suro itu orang harus mensucikan dirinya dari segala dosa dengan memohon ampun pada Allah kemudian meniti hidup baru.

Baca juga artikel terkait 1 SURO 2022 atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Addi M Idhom