Menuju konten utama

Warga Akan Gugat PP Soal Pencemaran Udara ke PTUN

Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta menggugat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Warga Akan Gugat PP Soal Pencemaran Udara ke PTUN
Sejumlah warga berada di dalam instalasi ruangan bebas polusi udara di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (13/9/2018). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

tirto.id - Pengacara Publik Ayu Eza Tiara menyampaikan bahwa Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta yang terdiri dari sejumlah LSM dan masyarakat sipil, sedang menyiapkan sejumlah gugatan ke kebijakan pemerintah.

Salah satu aturan yang digugat untuk direvisi adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

"Update pencemaran udaranya bertambah, maka yang simple-nya adalah harus direvisi," tegas Ayu saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, pada Selasa (18/6/2019).

Gugatan disampaikan melalui mekanisme citizen law suit (CLS). Ayu menyampaikan pihaknya tengah mengurusi masalah administrasi untuk mendaftarkan ke PTUN. Sejauh ini, terdapat 48 calon penggugat.

"Penggugatnya ada mulai dari tukang ojek, dosen, peneliti mahasiswa," ungkap Ayu. "Angka tersebut bisa bertambah dan berkurang," tambahnya.

Ayu menilai masih banyak kekosongan dan standar lingkungan yang buruk dalam aturan tersebut, sehingga perlu untuk direvisi.

"Kita standarnya tidak sesuai dengan standar WHO, itu pun tidak dipenuhi gitu," tegasnya.

Dalam standar WHO, udara buruk dinilai dari angka PM 2.5 yang merupakan partikel penyebab sejumlah penyakit, kanker, hingga kematian.

WHO memiliki standar PM 2.5 sebesar 25 µg/m³. Standar yang dimiliki oleh Indonesia adalah 65 µg/m³

Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia, menjelaskan bahwa tingkat partikel polusi udara PM2.5 yang dapat menyebabkan kanker hingga kematian di Jakarta susah melampaui ambang batas.

"Data rata-rata PM 2.5 di Jakarta menunjukan angka 34.57 ug/m³ yang artinya sudah melebihi dua kali lipat baku mutu udara ambien nasional. Pada dokumen KLHK yang sama menyebutkan bahwa pada tahun 2018 dari satu stasiun pantau yang terletak di GBK, menunjukan ada 196 hari tidak sehat," jelas Bondan.

"Dampak kesehatan atas pencemaran udara khususnya PM 2.5 mengakibatkan sejumlah penyakit pernapasan serius, mulai dari infeksi saluran pernafasan (ISPA), jantung, paru-paru, resiko kematian dini, hingga kanker paru. Pemerintah baik pusat maupun daerah secara pelan-pelan sedang membunuh warganya sendiri apabila tidak juga serius dalam menangani masalah pencemaran udara dan mengambil langkah yang nyata untuk menutup sumber pencemar udara," lanjutnya.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN UDARA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Yandri Daniel Damaledo