Menuju konten utama

Tekan Disparitas Harga, Pemerintah Rencanakan Kontainer Masuk Desa

Kementerian Perhubungan segera mengimplementasikan program Kontainer Masuk Desa untuk memperkuat konektivitas ekonomi desa dan nasional melalui program tol laut.

Tekan Disparitas Harga, Pemerintah Rencanakan Kontainer Masuk Desa
Sejumlah truk barang melintasi Jalan Perintis Kemerdekaan, Watugong, Semarang, Jawa Tengah, Selasa (25/7). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengklaim Tol Laut sudah mengurangi disparitas harga bahan pokok sebesar 15-20 persen.

Untuk terus menekan perbedaan harga bahan pokok di barat dan timur, kini Pemerintah mendorong penyelenggaraan angkutan logistik Tol Laut bukan hanya port to port alias dari pelabuhan ke pelabuhan namun diantar langsung ke konsumen.

Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Wisnu Handoko menjelaskan, pihaknya menggagas program kontainer masuk desa bekerja sama dengan Maritime Research Institute Nusantara (MARIN).

"Sebagai perwujudan kehadiran negara, Kementerian Perhubungan segera mengimplementasikan program Kontainer Masuk Desa untuk memperkuat konektivitas ekonomi desa dan nasional melalui program tol laut," jelas dia di Jakarta, Rabu (27/2/2019).

Wisnu menjelaskan, program Tol Laut dari waktu ke waktu mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam membangun konektivitas antar pulau di seluruh Indonesia.

Selain diharapkan mampu menurunkan disparitas harga, ia menjelaskan, program Kontainer Masuk Desa diharapkan dapat memastikan ketersediaan berbagai bahan pokok dan penting di wilayah desa yang selama ini belum maksimal.

"Program Kontainer Masuk Desa ini akan mempermudah akses pemasaran hasil komoditas desa ke berbagai wilayah, baik di dalam maupun luar negeri yang selama ini menjadi kendala sehingga ekonomi desa pun akan tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik,” ujar dia.

Pada awal implementasinya, program Kontainer Masuk Desa ini akan difokuskan di salah satu desa di pulau terluar di Indonesia, yaitu Desa Essang di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Dan tahap selanjutnya juga akan difokuskan ke daerah Memberamo dan Boven Digoel di Papua.

Wisnu menjelaskan, program Kontainer Masuk Desa merupakan rencana yang sangat mudah untuk diimplementasikan. Barang yang diangkut dengan kontainer Tol Laut secara berjenjang dalam level konektivitas bisa diteruskan oleh kapal-kapal perintis laut. Kapal perintis penyeberangan dan kapal-kapal pelayaran rakyat sebagai armada semut.

Ia mengatakan, pihaknya bersama Pelindo Marine Service anak perusahaan PT Pelindo III Surabaya juga akan menyiapkan mini kontainer (minicon) dengan ukuran yang memungkinkan agar bisa masuk ke wilayah pedesaan dan pulau terpencil.

Secara spesifik ia menjelaskan, daerah yang diutamakan dalam program ini merupakan kawasan yang tidak memiliki infrastruktur jalan raya dan hanya mampu diangkut dengan truk kecil atau mobil bak terbuka.

Selain itu, pemerintah juga mendorong integrasi moda Tol Laut dengan moda darat. Baik angkutan sungai maupun angkutan jalan yang dapat melayani angkutan barang. Sehingga proses distribusi logistik bisa mencakup end-to-end yang dimulai dari penjual barang sampai penerima barang.

Ia menjelaskan, publik harus tahu bahwa program tol laut ini merupakan gabungan dari elemen program kewajiban pelayanan publik (PSO) yang terdiri dari angkutan laut penumpang kelas ekonomi. Biasa dikenal sebagai kapal putih Pelni, angkutan laut perintis yang dikenal dengan kapal Sabuk Nusantara, Tol Laut Angkutan Barang atau dikenal dengan nama Kontainer Tol Laut dan angkutan kapal khusus ternak.

"Efisiensi tol laut dari sisi anggaran juga harus dibandingkan dengan anggaran yang digunakan pada pengembangan moda transportasi lain dan cakupan area yang bisa dilayani," terang dia.

Ia mengatakan, Program Tol laut dengan anggaran untuk PSO Penumpang kelas ekonomi sekitar Rp1,8 triliun. Angkutan laut perintis sekitar Rp1,2 triliun. Tol Laut Angkutan barang kontainer sekitar Rp300 miliar dan Angkutan Ternak sekitar Rp60 miliar per tahun.

Program ini merupakan strategi untuk menyatukan seluruh nusantara dalam sebuah konektivitas yang belum mampu dilayani oleh moda darat dan udara.

Lebih lanjut ia menjelaskan, tidak bisa hanya karena suatu daerah belum ada muatan baliknya lalu daerah tersebut ditinggalkan oleh trayek tol laut. Justru yang perlu dilakukan bagaimana membantu dan memotivasi Pemda dan masyarakat untuk mampu mengkonsolidasi produk hasil daerahnya bisa dibawa oleh kapal penumpang Pelni, kapal perintis, kapal kontainer tol laut dan kapal ternak.

Program tidak dapat berjalan tanpa pemanfaatan teknologi. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan penyelenggaraan angkutan logistik melalui Tol Laut, Kementerian Perhubungan bekerja sama dengan PT Telkom sedang menyiapkan teknologi informasi berupa dashboard, sebagai model bisnis baru untuk memotong rantai bisnis yang panjang.

"Dengan adanya dashboard akan memudahkan para pedagang kecil dapat langsung membeli barang lewat tol laut. Hal ini bisa dilihat dari tren pencapaian tol laut yang terus meningkat dari tahun ke tahun seperti jumlah trayek dan statistik penurunan harga di wilayah timur Indonesia," tandas dia.

Sebagai informasi, Kemenhub telah menyiapkan kapal perintis milik negara dengan ukuran 200 GT sampai dengan 2.000 GT dengan kapasitas angkut 30.000 penumpang, untuk mendukung kapal tol laut membawa logistik ke daerah-daerah hinterland atau daerah-daerah yang berada di sekitar pelabuhan yang disinggahi kapal tol laut, yang tidak bisa dijangkau dengan kapal tol laut.

Terkait dengan muatan balik dari tol laut yang belum optimal, Kementerian Perhubungan menyiapkan strategi reefer container dan melakukan revisi tarif muatan balik hingga 50 persen serta merevisi tarif jasa kepelabuhanan untuk mengurangi cost kegiatan bongkar muat di pelabuhan.

Baca juga artikel terkait TRAYEK TOL LAUT atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri