Menuju konten utama

Tanpa Patrick O'Connell, Barcelona Bisa Hilang dari Sejarah

Barcelona "berutang" kepada orang yang dijuluki Don Patricio ini.

Tanpa Patrick O'Connell, Barcelona Bisa Hilang dari Sejarah
Patrick O'Connell. FOTO/footballtimes.co

tirto.id - Tanpa jasa orang ini, Barcelona bisa jadi hanya jadi kenangan. Dia memang tidak meninggalkan jejak spektakuler sebagaimana Johan Cruyff melalui visi akademinya atau Pep Guardiola dengan raihan enam piala dalam satu musim. Yang dilakukan orang ini juga “hanya” satu, tapi sungguh krusial: ia menyelamatkan Barca dari kebangkrutan.

Orang ini memiliki beberapa nama panggilan: Paddy O'Connell, Patricio O'Connell, hingga Don Patricio. Tapi nama lengkapnya adalah Patrick Joseph O'Connell. Ia kelahiran Dublin, Irlandia, pada 8 Maret 1887. Semasa menjadi pemain, O’Connell berposisi sebagai bek dan pernah memperkuat beberapa klub seperti Belfast Celtic, Sheffield Wednesday, Hull City, hingga Manchester United.

Bersama United, O’Connell menjadi kapten pada musim 1914-1915. Akan tetapi, kariernya nyaris saja remuk setelah namanya sempat termasuk sebagai salah satu pemain yang terlibat skandal pengaturan skor dalam laga United kontra Liverpool di Old Trafford, 2 April 1915. Laga tersebut dikenang dengan sebutan The 1915 Good Friday Betting Scandal.

Kala itu, bandar judi yang mengetahui United butuh kemenangan agar terhindar dari degradasi mengatur siasat dengan beberapa pemain kedua klub. Misi utamanya: The Reds diminta kalah 2-0. Skor itu sebetulnya nyaris bisa bertambah ketika United mendapat penalti. Namun, tentu saja pemain yang bertugas menjadi algojo sengaja tidak memasukannya.

Algojo tersebut adalah O’Connell dan dua gol United lain dicetak oleh George Anderson.

Laga skandal itu kemudian diselidiki oleh FA. Hasilnya, tiga pemain United dinyatakan terbukti bersalah: Sandy Turnbull, Arthur Whalley, dan Enoch West. Sementara dari pihak Liverpool ada empat pemain: Tom Fairfoul, Tom Miller, Bob Purcell, dan Jackie Sheldon. Ketujuh pemain tersebut mendapat hukuman keras: larangan tampil seumur hidup.

Namun demikian, pada akhirnya hukuman itu dicabut karena ada dua hal yang dipertimbangkan FA. Pertama, para pemain kala itu kesulitan mendapat uang karena seluruh aktivitas liga dihentikan akibat Perang Dunia I. Kedua, mayoritas dari pemain yang terlibat tadi pernah menjadi tentara di negaranya masing-masing dan karenanya mereka berhak pula mendapat penghargaan.

Usai melewati skandal tersebut dan selesainya Perang Dunia I, banyak pesepakbola yang kesulitan mencari klub. Demikian pula dengan O’Connell yang juga terkendala politik ras Inggris terhadap Irlandia. Alhasil, ia pun harus merelakan diri bermain di klub medioker seperti Dumbarton dan Ashington dengan status player-manager.

Dengan kondisi keuangan yang tidak menentu tersebut, O’Connell akhirnya juga harus berpisah dengan istrinya, Ellen, yang telah memberikannya empat anak. Ia pun lantas mencari peruntungan baru di Spanyol, tapi kali ini sebagai pelatih. Pilihan O’Connell tak salah. Ia tak hanya berjaya di atas lapangan atau ketika menjadi pelatih, namanya juga ditorehkan dengan tinta emas sejarah.

Berjaya Racing Santander, Dikenang Barcelona

O’Connell memulai kariernya di Spanyol dengan menukangi Racing Santander pada 1922, menggantikan pelatih sebelumnya, Fred Pentland. Di sana, ia berhasil membawa Santander meraih tak hanya sekali, tapi lima piala kejuaraan regional. Pada 1928, ia juga turut membidani kelahiran La Liga.

Tujuh musim bersama Santander, O’Connell melanjutkan karier kepelatihannya bersama Real Oviedo selama dua tahun (September 1929 hingga Mei 1931). Usai dari sana, ia pun hijrah ke Real Betis yang kala itu bernama Betis Balompie dan berada di divisi dua. Sejatinya, di klub inilah kegemilangan O’Connell dimulai.

Sepanjang empat musim menangani Betis, O’Connell tak hanya berhasil membawa klub tersebut merangsek dari divisi dua, tetapi juga sukses memberikan sebiji gelar La Liga pada 1935.

Ada sebuah cerita menarik di balik keberhasilan O’Connell tersebut.

Dalam laga terakhir, Betis akan menghadapi Santander yang sebelumnya pernah ditangani O’Connell. Satu malam sebelum laga dimulai, ia mendatangi skuat Santander di hotel tempat mereka menginap. Di sana, ia bertemu dua koleganya dan mereka pun minum-minum sedikit. O’Connell lalu meminta sesuatu kepada mereka.

“Pertandingan besok bagi kalian, kan, sudah tidak berpengaruh apa-apa lagi. Seumpama kalian kalah, tidak apa-apa, kan?” demikian ujar O’Connell, yang kemudian dibalas oleh salah seorang dari mereka dengan sopan: “Maaf, Tuan, tapi Madrid ingin kami menang. Presiden kami, Jose Maria Cossio, seorang penggemar Madrid dan tiap pemain akan mendapat bonus 1.000 peseta jika kami menang.”

Betis memang harus menang dari Santander agar dapat menggeser Real Madrid dari puncak klasemen. Pada akhirnya, mereka berhasil mewujudkannya, bahkan dengan skor telak 5-0. Keberhasilan O'Connell kemudian membuat Barcelona terpincut untuk menunjuknya sebagai pengganti Franz Platko. Pucuk dicinta ulam tiba, O’Connell pun sejak dulu memang ingin melatih Barca. Bahkan sempat pula mengajukan diri melalui sebuah surat pada tahun 1931.

Hanya saja, suka cita O’Connell melatih Barca harus dibayangi kesulitan karena klub tersebut kala itu berada dalam situasi genting akibat Perang Sipil di Spanyol. Bahkan presiden Blaugrana saat itu, Josep Sunyol, yang juga aktivis kemerdekaan Catalonia, harus tewas usai dibunuh para simpatisan Franco.

Dengan situasi yang demikian kacau, Barca juga turut mengalami krisis keuangan parah lantaran liga dihentikan. Mereka hanya dapat bertanding di liga regional Catalonia yang mana acap pula diintervensi perang. Manajemen Barca bahkan sampai memaklumi jika beberapa pemain bintang mereka seperti Enrique Fernandez (Uruguay), Elemer Berkessy (Hungaria), bahkan termasuk O’Connel sendiri, tidak kembali dari negara mereka masing-masing.

Singkat kata, Barca berada dalam periode yang membuat nyaris lenyap dari sejarah. Namun, O’Connell, di luar dugaan, rupanya tidak pernah meninggalkan klub tersebut. Dari sini, melalui keputusan ini, bagian terbaik dari kisah hidupnya pun dimulai.

Pada tahun 1937, O’Connel bertemu dengan seorang pebisnis sukses yang juga penggemar Blaugrana. Namanya Manuel Mas Soriano. Mengetahui krisis keuangan hebat yang melanda klub kesayangannya, Soriano memberitahu O’Connell sebuah ide visioner: mengajak Barca menggelar tur pra-musim ke Amerika Utara: Meksiko dan New York.

O’Connell yang terkesima dengan ide tersebut lantas membujuk para pemainnya untuk rela ikut serta agar (keuangan) Barca dapat terselamatkan. Upayanya berhasil, sebanyak 16 pemain dan staf berlayar ke Meksiko dan memainkan enam laga di sana. Di New York, sebanyak empat laga juga mereka mainkan.

Walau sekembalinya ke Spanyol hanya empat pemain yang tersisa karena banyak yang memilih mencari peruntungan di Meksiko dan Amerika, setidaknya tur pra-musim tersebut menghasilkan dana cukup banyak: USD 15 ribu . Dana itulah yang digunakan O’Connell untuk menyelamatkan Barca dari jurang kebangkrutan. Mereka pun juga sukses menjuarai Liga Catalunya pada tahun 1938.

O’Connell sempat kembali ke Irlandia dan baru kembali lagi ke Spanyol setelah Perang Dunia II untuk melatih Sevilla (1942–1945), lalu Santander (1947–1949). Namun, namanya kala itu sudah meredup dan ia pun tak lagi berhasil mengulangi kesuksesan serupa. Tambah tragis karena kondisi keuangannya juga mengenaskan.

Berbekal pengalamannya di Spanyol, O'Connell kembali ke Inggris untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Ia juga sempat menceritakan tentang siapa dirinya ke berbagai media Inggris. Naas, tak ada yang tertarik dengan kisahnya karena media Inggris juga tidak mengikuti perkembangan sepakbola di Spanyol kala itu. Di tengah keterpurukannya, O’Connell terkadang menjadi pengemis, selain berharap bantuan negara, untuk menyambung hidup.

27 Februari 1959, di usia 71 tahun, O’Connell meninggal karena penyakit pneumonia yang dideritanya. Jenazahnya dimakamkan di sebuah kuburan tanpa nama di pemakaman Katolik St. Mary, London. Saat penguburan, hanya saudara laki-lakinya yang hadir.

Infografik Don Patricio

Nyaris lima dekade lamanya kuburan O'Connel teronggok seperti seorang asing. Barulah, pada Agustus 2014, keluarga O’Connel membuat sebuah kampanye untuk mendirikan memorial park demi mengenang jasa-jasa O’Connel. Berbagai (mantan) pemain ternama, mulai dari Cruyff, Luis Figo, Oliver Kahn, Xavi Hernandez, Andres Iniesta, David Beckham, Franz Beckenbauer, Andrea Pirlo, hingga Paolo Maldini, turut serta dalam penggalangan dana dengan menyumbangkan kostum bertanda tangan untuk dilelang.

Untuk menutup kisah tentang O’Connell ini, silakan simak ucapan Fergus Dowd, seorang penggemar sepakbola yang sempat melakukan riset mengenai kehidupan sang legenda.

“Ada sebuah kutipan dahsyat di museum Barcelona yang kurang lebih berbunyi, bahwa Barcelona terkenal dengan Messi, Cruyff, dan Maradona, tapi tanpa orang seperti Patrick O’Connell, klub itu tidak pernah ada.”

Sanjungan Dowd, bagi sebagian orang, mungkin terasa berlebihan. Namun, suka atau tidak, Barcelona memang telah "berutang" kepadanya.

Baca juga artikel terkait BARCELONA atau tulisan lainnya dari Eddward S Kennedy

tirto.id - Olahraga
Penulis: Eddward S Kennedy
Editor: Maulida Sri Handayani