Gunung Anak Krakatau mengalami sebanyak 46 kali kegempaan letusan sepanjang 12 jam sejak Minggu (6/1/2019) dini hari hingga tengah malam menjelang Senin (7/1/2019) dini hari.
Alat yang terhubung langsung ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih awal bila terjadi gelombang laut tinggi sebagai dampak dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Berdasarkan hasil pemantauan Satelit Himawari dan radar cuaca sejak Sabtu (29/12/2018) malam sampai Minggu pagi erupsi Gunung Anak Krakatau telah berhenti total.
BMKG dinilai telah gagal memberikan peringatan dini sebelum terjadi bencana, karenanya Dosen Pascasarjana UGM meminta Kepala BMKG untuk mundur dan meminta maaf kepada publik.
Salah satu tantangan yang dihadapi Badan Geologi dalam pemasangan alat pemantauan aktivitas vulkanik di Gunung Anak Krakatau adalah posisinya yang di tengah laut.
Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda merupakan kelanjutan dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883 dan Gunung Krakatau Purba yang erupsi pada abad ke-5.
“Untuk kapal laut, asal tidak lewat di tengah kompleks Krakatau enggak apa-apa. Kapal laut yang berlayar antara Pulau Rakata dan Anyer masih oke, aman,” kata Antonius.