Menuju konten utama

Liverpool, Bagai Pungguk Merindukan Bomber Idaman

Sejak Luis Suarez hengkang pada 2014, Liverpool belum juga menemukan sosok striker andalan. Beberapa kali upaya menggaet penyerang top justru berakhir dengan kekecewaan. Hingga kini, The Reds masih bagai pungguk yang merindukan bomber idaman.

Liverpool, Bagai Pungguk Merindukan Bomber Idaman
Pemain Liverpool Roberto Firmino dan Sheyi Ojo. [ANTARA FOTO/Reuters/Phil Noble]

tirto.id - Liverpudlian pastinya ingin melihat lini serang klub idolanya ganas lagi seperti waktu-waktu terdahulu. Kenangan akan barisan bomber haus gol beberapa warsa silam macam Michael Owen, Fernando Torres, serta Luis Suarez, masih melekat dan sampai saat ini belum ada penggantinya.

Produktivitas The Reds di Liga Primer Inggris usai Suarez pergi memang tidak mengalami penurunan yang terlalu signifikan. Hanya saja, sosok striker andalan yang seharusnya memainkan peran sebagai mesin gol tidak terlalu tampak.

Musim 2014/2015 atau semusim setelah Suarez pergi, Liverpool membukukan total 52 gol di liga. Namun, justru Steven Gerrard yang berposisi sebagai gelandang yang menjadi pencetak gol terbanyak klub pada musim itu, meskipun hanya dengan 9 gol.

Jumlah gol Liverpool agak membaik di musim 2015/2016 lalu. Akan tetapi, dari 63 gol yang tercipta di liga, hanya 9 gol yang bisa dilesakkan oleh striker baru, Christian Benteke, jumlah yang sama dengan gol Gerrard di musim sebelumnya.

Sejak awal milenium baru hingga kini, tidak banyak striker yang terpilih sebagai pemain terbaik Liverpool tiap musimnya, hanya ada Torres (2007/2008) serta Suarez (2012/2013 dan 2013/2014). Selebihnya adalah gelandang, bek, bahkan kiper seperti yang pernah diraih oleh Pepe Reina di musim 2009/2010.

Bomber Andalan dalam Kenangan

Saat masih memiliki predator ganas seperti Owen, Torres, maupun Suarez, produktivitas lini depan Liverpool lebih menjanjikan. Misalnya di era Owen (1996-2004) yang memperoleh periode terbaiknya pada musim 2001/2002.

Ketika itu, Liverpool hanya mengoleksi 67 gol di Premier League. Namun, Owen mencetak 19 gol di liga dari total 28 golnya di semua ajang dalam musim tersebut. Ia juga sukses membawa Si Merah finish sebagai runner-up di bawah Arsenal.

Berlanjut ke masa Torres (2007-2011). Setelah didatangkan pada musim 2007/2008, ia langsung mengemas 24 gol di liga musim perdananya. Musim itu, Torres total mencetak 33 gol The Reds di seluruh ajang. Liverpool sendiri mengakhiri klasemen di posisi 4 dengan torehan 67 gol.

Berikutnya tentu eranya Suarez. Musim terbaik bomber yang direkrut dari Ajax Amsterdam itu adalah pada 2013/2014, yang juga menjadi musim terakhirnya di Anfield. Kala itu, Suarez mengukir 31 gol di Premier League.

Liverpool tampil produktif dengan mengumpulkan total 101 gol di musim tersebut. Selain Suarez, Daniel Sturridge juga menunjukkan performa top dengan menggelontorkan 21 gol di liga. The Reds pun mengakhiri musim di posisi kedua karena gelar juara menjadi milik Manchester City.

Jauh di masa silam, Liverpool pun pernah punya jajaran penyerang andalan. Di awal abad ke-20 ada trio bomber Sam Raybould (1900-1907), Jack Parkinson (1902-1914), serta Joe Hewitt (1904-1910). Masing-masing menyumbangkan 226, 220, dan 164 gol selama pengabdian mereka di Anfield.

Di era 1970 hingga 1990-an, bertebaran nama-nama legendaris macam John Toshack (96 gol), Kevin Keegan (68 gol), David Fairclough (55 gol), David Johnson (78 gol), Kenny Dalglish (118 gol), Paul Walsh (37 gol), Ian Rush (120 gol), Peter Beardsley (46 gol), serta John Aldridge (50 gol).

Berikutnya adalah Robbie Fowler yang pada periode pertamanya di The Reds mencetak 120 gol dari 236 laga selama kurun 1993-2001. Di perjalanan era Fowler tersebut, muncullah nama Michael Owen yang mentas dari akademi Liverpool pada 1996 dan kemudian menjadi idola baru bagi Liverpudlian.

Tradisi Striker Gagal

Liverpool barangkali menjadi salah satu klub mapan Inggris yang paling sering melakukan blunder saat transfer pemain, terutama untuk posisi striker utama. Sepeninggal Owen dan tandemnya, Emile Heskey, yang sama-sama hengkang pada 2004, The Reds mendatangkan Djibril Cisse.

Cisse diboyong dengan mahar 14,5 juta pounds dari Auxerre (Perancis), lebih rendah dibandingkan hasil penjualan Owen ke Real Madrid yang hanya dihargai 8 juta pounds ditambah Antonio Nunez sebagai bonus.

Hasilnya? Cisse yang diharapkan sebagai penerus Owen malah sering cedera sehingga hanya tampil dalam 16 laga di musim pertamanya dan cuma bikin 4 gol. Di musim berikutnya, performa Cisse lebih buruk: 33 pertandingan di liga, 9 gol.

Upaya mendatangkan Fernando Morientes di pertengahan musim 2004/2005 pun tiada banyak berarti. Duet sejati Raul Gonzales di Real Madrid itu tak berdaya menularkan ketajamannya di Anfield. Selama 1,5 musim berbaju Liverpool, ia hanya membuat 9 gol dari 41 laga di liga.

Kehadiran Peter Crouch di musim berikutnya sama saja. Ditebus dari Southampton seharga 7 juta pounds, striker jangkung ini cuma mampu mencetak total 22 gol dari 85 laga selama tiga musim Premier League.

Akhirnya, bomber idaman yang dinantikan datang juga pada musim 2007/2008. Fernando Torres didaratkan dengan tebusan 20 juta pounds dari Atletico Madrid. Setelah Torres pindah ke Chelsea dengan harga yang telah melonjak menjadi 50 juta pounds pada 2010/2011, Liverpool beruntung langsung mendapatkan pengganti yang ternyata lebih hebat, Luis Suarez.

Selain Suarez yang direkrut dari Ajax Amsterdam dengan mahar 22,7 juta pounds, di waktu yang sama The Reds juga memboyong mantan bomber Newcastle United, Andy Carrol, dengan harga yang lebih tinggi, 35 juta pounds.

Banderol mahal Carrol ternyata bertolak belakang dengan sumbangsihnya. Dari 2011 hingga 2013, striker bergaya rambut gondrong ala Inggris klasik ini hanya bisa mencetak 6 gol dari 44 laga di liga. Sungguh, Liverpool adalah klub yang benar-benar merugi.

Sepeninggal Suarez yang akhirnya dilego ke Barcelona dengan transfer selangit bernilai 65 juta pounds, The Reds sejatinya punya banyak uang guna mendatangkan bomber baru yang benar-benar oke untuk musim 2014/2015.

Namun, perekrutan Mario Balotelli dari AC Milan (16 juta pounds), Divock Origi dari Lille (10 juta pounds), Rickie Lambert dari Southampton (4 juta pounds), plus penyerang sayap Benfica, Lazar Markovic (20 juta pounds), hanya menambah stok penyerang gagal yang menyesaki skuad Liverpool.

Musim 2015/2016, The Reds tampaknya belum kapok menghamburkan uang dengan harapan memperoleh bomber andal. Kali ini adalah Christian Benteke yang melanjutkan “tradisi” Liverpool dalam beberapa musim terakhir.

Penyerang internasional Belgia itu datang dari Aston Villa dengan transfer 32,5 pounds, bersama Danny Ings dari Burnley seharga 6 juta pounds. Keduanya ternyata payah. Benteke hanya mencetak 9 gol dalam 29 laga di Premier League, sementara Ings menceploskan 2 gol dari 6 penampilannya di ajang yang sama.

Tanpa Penyerang Mumpuni

Di musim terbaru 2016/2017, Liverpool tidak membeli bomber baru lantaran lini serang skuad yang kini dibesut oleh Jurgen Klopp ini penuh sesak oleh banyak striker, meskipun beberapa di antaranya tidak berguna atau tidak akan digunakan.

Balotelli, Origi, Ings, dan Benteke masih bertahan. Hanya saja, Klopp rupanya tidak lagi menghendaki Balotelli dan Benteke berada di timnya. Keduanya dikucilkan dan dipersilakan hengkang.

Tumpuan lini depan Si Merah musim ini dibebankan ke pundak Origi, yang belum benar-benar terbukti tajinya, dan Sturridge, yang selama dua musim terakhir gagal maksimal lantaran sering cedera.

Klopp memang masih punya Roberto Firmino serta dua rekrutan teranyar, Sadio Mane dari Southampton (34 juta pounds) dan Georginio Wijnaldum dari Newcastle (25 juta pounds). Namun, mereka bukan tipe pemain target man alias juru gedor, melainkan gelandang serang atau winger.

Firmino, Mane, maupun Wijnaldum boleh jadi bukan sosok bomber yang dirindukan oleh Liverpool beserta ratusan juta pendukungnya. Titisan Owen, Torres, atau Suarez hingga kini pun masih dinanti meskipun entah kapan sang bomber idaman bakal hadir lagi di Anfield.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti