Menuju konten utama
Penjelasan PVMBG soal Semeru

Kondisi Semeru Terkini: Status, Penyebab dan Sebaran Abu Vulkanis

PVMBG menjelaskan kondisi terkini Gunung Semeru usai mengeluarkan guguran awan panas kemarin, terkait sebaran abu vulkanis.

Kondisi Semeru Terkini: Status, Penyebab dan Sebaran Abu Vulkanis
Gunung Semeru yang mengeluarkan awan panas terlihat dari Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) meminta masyarakat mewaspadai potensi awan panas dan lahar dingin di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak Gunung Semeru terutama di aliran Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/pras.

tirto.id - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyatakan bahwa material lontaran abu vulkanis dari Gunung Semeru di Jawa Timur dapat tersebar lebih jauh tergantung pada arah dan kecepatan angin.

Sebagaimana dikutip dalam siaran pers yang disiarkan di laman resmi PVMBG Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Minggu, peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Semeru juga menghadirkan potensi bahaya lain, yakni lontaran batuan pijar di sekitar puncak serta awan panas guguran dan guguran batuan dari kubah/ujung lidah lava ke sektor tenggara dan selatan dari puncak.

Pada 4 Desember 2021 pukul 14.50 WIB teramati ada awan panas guguran dengan jarak luncur empat kilometer dari puncak Gunung Semeru atau dua kilometer dari ujung aliran lava ke arah tenggara (Besuk Kobokan).

"Tetapi hingga saat ini sebaran dan jarak luncur detail belum dapat dipastikan," demikian menurut keterangan PVMBG.

Menurut PVMBG, hasil pengamatan visual menunjukkan bahwa guguran dan awan panas guguran diakibatkan oleh ketidakstabilan endapan lidah lava.

Aktivitas vulkanis Gunung Semeru pada 1 dan 4 Desember, menurut PVMBG, merupakan aktivitas permukaan (erupsi sekunder) dan hasil analisis data kegempaan tidak menunjukkan adanya kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma/batuan segar ke permukaan.

Kondisi Terkini dan Status Gunung Semeru

Pada Minggu (5/12/2021), menurut pengamatan PVMBG, Gunung Semeru melontarkan awan panas guguran dengan jarak luncur 4.000 meter dari puncak atau 2.000 meter dari ujung aliran lava ke tenggara (Besuk Kobokan).

PVMBG juga mendeteksi gempa vulkanis yang berkaitan dengan letusan, guguran, dan hembusan asap kawah, yang terdiri atas 34 kali gempa letusan, dua kali gempa awan panas guguran, 13 kali gempa guguran, 15 kali gempa embusan, dan satu kali gempa tektonik jauh.

Berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahayanya, PVMBG menyatakan bahwa tingkat aktivitas Gunung Semeru masih berada pada Level II (Waspada).

Dalam status Level II (Waspada), warga dan wisatawan diminta tidak beraktivitas dalam radius satu kilometer dari kawah/puncak Gunung Semeru dan pada jarak lima kilometer dari arah bukaan kawah di sektor selatan tenggara.

Warga juga diminta mewaspadai kemungkinan munculnya awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama di sepanjang aliran Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sarat.

Penyebab Erupsi Gunung Semeru: Curah Hujan Tinggi

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eko Budi Lelono mengungkapkan, letusan Gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu sore berkaitan dengan curah hujan tinggi di sekitar puncak gunung sehingga menyebabkan runtuhnya bibir lava yang memicu adanya letusan.

"Kelihatannya memang ada kaitan dengan curah hujan tinggi, sehingga menyebabkan runtuhnya bibir lava itu sehingga memicu adanya erupsi atau ada guguran awan panas," kata Eko, sebagaimana diberitakan dari Antara.

Eko menerangkan letusan Gunung Semeru itu kemungkinan besar dari faktor eksternal, yaitu curah hujan tinggi. Hal itu karena catatan kegempaan relatif rendah dan aktivitas suplai magma dan material sepanjang bulan November dan sejak tanggal 1 hingga 3 Desember 2021 tidak mengalami perubahan yang signifikan.

Dari sisi kegempaan ini relatif rendah, tidak ada asosiasi dengan peningkatan adanya suplai magma atau batuan permukaan. "Aktivitas Gunung Semeru ini sebetulnya tidak ada aktivitas yang berlebihan dari kegempaan yang memperlihatkan adanya suplai magma itu relatif biasa saja seperti sebelum-sebelumnya," kata Eko.

Timnya di pos pengamatan di lapangan memonitor aktivitas Gunung Semeru selama 24 jam untuk mengamati bila sewaktu-waktu terjadi peningkatan.

Penjelasan itu diperkuat pernyataan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan visual dan instrumental serta potensi ancaman bahayanya maka tingkat aktivitas Gunung Semeru dinilai masih pada level II atau waspada, meskipun aktivitasnya meningkat.

"Pengamatan visual menunjukkan pemunculan guguran dan awan panas guguran diakibatkan oleh ketidakstabilan endapan lidah lava," kata Koordinator Kelompok Mitigasi Gunung Api Badan Geologi PVMBG Kristianto.

Aktivitas yang terjadi di Gunung Semeru pada tanggal 1 dan 4 Desember merupakan aktivitas permukaan (letusan sekunder). Dari kegempaan tidak menunjukkan adanya kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma/batuan segar ke permukaan.

Jumlah dan jenis gempa yang terekam selama 1 hingga 30 November 2021 didominasi oleh gempa-gempa permukaan berupa gempa letusan dengan rata-rata 50 kejadian per hari.

Baca juga artikel terkait STATUS GUNUNG SEMERU atau tulisan lainnya dari Antara

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Antara
Editor: Maya Saputri