Menuju konten utama

Ibu Milenial Suka Belanja di Instagram

Padahal, platform ini berisiko karena kebanyakan penjual tak memakai jasa rekening bersama.

Ibu Milenial Suka Belanja di Instagram
Ilustrasi. Foto/iStock

tirto.id - Sederet produk mainan anak bekas pakai ditunjukkan Atiqah. Ia memang gemar belanja produk bekas alias preloved secara online; atau lebih spesifik via Instagram karena pencariannya mudah. Cukup mengetik tagar terkait barang atau jasa yang diinginkan di kolom pencarian.

“Di Instagram pilihannya banyak dan kualitasnya lebih bagus, jadi lebih sering belanja di sana,” katanya.

Meski menggunakan hampir semua platform belanja online seperti Lazada, Zalora, Shopee, dan Tokopedia, ibu satu anak ini tetap memakai Instagram sebagai media belanja. Sekali berbelanja di Instagram, ia bisa menghabiskan Rp500 ribu.

Ibu usia milenial ini mengaku konsumsi belanja onlinenya bertambah setelah memiliki anak. Barang-barang yang dibeli juga tak jauh-jauh dari kebutuhan anaknya. Kali itu, saat bertemu dengan saya, ia menunjukkan jejeran gambar buku dan mainan anak yang dicari dengan tagar #prelovedbukuanak dan #prelovedmainan.

“Frekuensi belanja setelah punya anak tentu bertambah, sesuai kebutuhan,” akunya.

Atiqah merupakan cerminan para ibu di era kiwari: rajin berinteraksi dengan media sosial.

Menurut survei yang dirilis The Asian Parent, media khusus parenting, bertajuk "Indonesian Digital Mums 2017", sebanyak 43 persen responden dari 1.000 ibu milenial di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan sudah melek internet dan cenderung memakai media sosial untuk berinteraksi. Sebesar 99 persen dari mereka setidaknya mempunyai satu akun media sosial.

Yang luar biasa, sebanyak 19 persen responden bisa menghabiskan waktu lebih dari 10 jam per hari aktif di Facebook. Lalu, 10 persen lain menghabiskan waktu 10 jam per hari aktif di Instagram. Lainnya, sebanyak 10 persen responden menghabiskan waktu lebih dari 10 jam per hari untuk online di YouTube, Twitter, dan Path.

Perilaku ini juga membuat mereka rajin berbelanja online. Berdasar survei tersebut, ibu milenial per bulan dapat menghabiskan uang hingga $73 atau hampir Rp1 juta untuk belanja online. Sebanyak 38 persen dari mereka berbelanja setidaknya dua kali dalam sebulan. Lalu, ada 3 persen yang belanja sampai berkali-kali dalam seminggu.

“Sebanyak 50 persen belanjaan mereka adalah barang-barang untuk anak,” kata Putri Fitria, perwakilan tim The Asian parent Indonesia.

Ada 26 persen yang mencari fashion anak, 17 persen fashion mereka sendiri, 9 persennya kosmetik. Lalu sebanyak 12% adalah kebutuhan rumah tangga, 4% elektronik, 25% produk anak, 7% produk grosir, dan lainnya 2 persen. Temuan ini selaras dengan kebiasaan belanja Atiqah yang kerap membeli mainan dan buku untuk anaknya lewat online.

Instagram Jadi Pilihan

Dalam survei tersebut, para ibu milenial memilih lima platform yang sering dipakai berbelanja: Shopee 18%, Instagram 17%, Lazada 15%, Tokopedia 14%, dan Facebook 12%.

Shopee digemari karena memiliki layanan gratis ongkos kirim. Namun, di antara kelima platform tersebut, Instagram dan Facebook menjadi anomali. Shopee, Lazada, dan Tokopedia memang dirancang sebagai media berbelanja, tapi tidak Instagram dan Facebook. Keduanya merupakan platform media sosial.

Pengguna Instagram sebagai media berbelanja bahkan hanya berbeda tipis sebanyak 1 persen dengan pemakai Shopee. Mengapa Instagram jadi pilihan?

Seperti kata Atiqah, jika Anda mencoba mencari produk di aplikasi media sosial ini dengan tagar tertentu, muncullah banyak produk. Di Instagram, setidaknya terdapat 15 juta lebih profil bisnis di seluruh dunia. Dan sebanyak 60 persen orang mengaku menemukan produk baru di Instagram.

Para penjual juga cenderung memilih Instagram sebagai media promosi. Contohnya Helen dengan produk gendongan kaos yang bisa ditilik di tiga akun Instagram @geos.helena, @geoshelena, @testigeoshelena. Sejak pertama launching, ia langsung menggunakan Instagram sebagai media promosi karena memiliki banyak pengguna.

Dengan target konsumen berumur 20-40 tahun, Instagram menjadi pilihan tepat untuk produk Geos Helena. Sebab, masih menurut survei Indonesian Digital Mums 2017, ada sebanyak 84 persen ibu milenial yang memakai Instagram, 70 persen YouTube, dan 99 persen memakai Facebook.

“Selain IG, saya pakai Facebook juga,” ujarnya.

Tak hanya Helen, Azizah, produsen jilbab @na.design, malah hanya memilih Instagram sebagai media promosi. Gadis berusia 25 tahun ini meyakini pangsa pasarnya banyak di Instagram. Apalagi, galeri Instagram langsung menampilkan seluruh produk yang dijual. Sehingga memudahkan pembeli untuk memilih produk tanpa harus beralih halaman.

“Di Instagram juga bisa dilihat siapa saja yang pakai produk kita [ketika penjual di-tag]. Jadi lebih menarik,” katanya.

Infografik minat Belajar ibu milenial

Instagram agaknya paham bahwa mereka memiliki fitur yang diminati para pelakon bisnis. Lebih dari 1 juta pengiklan di seluruh dunia menggunakan Instagram untuk berbisnis. Dan 1/3 unggahan yang paling banyak dilihat adalah akun berbasis bisnis.

Berbekal hal tersebut, pada tahun lalu, Instagram mengeluarkan fitur belanja. Fitur ini memungkinkan pengguna menelusuri, membandingkan harga, dan memesan barang yang diinginkan langsung dari aplikasi Instagram di smartphone. Pengguna pun tak perlu lagi memakai aplikasi chat berbeda—seperti WhatsApp atau Line—untuk memesan barang.

Pada tiap foto terdapat ikon 'tap-to-view' yang menunjukkan harga tiap-tiap jenis barang yang terpampang dalam satu foto. Untuk sementara, maksimal ada lima jenis barang pada satu foto. Pengguna juga bisa membuka tag pada ikon 'tap-to-view' untuk melihat informasi detail barang tersebut.

Jika sudah yakin membeli, pengguna cukup menekan tautan 'Shop Now' pada detail produk. Tautan itu akan membawa pengguna ke situs resmi produk untuk melakukan transaksi. Sayangnya, layanan ini baru diluncurkan di Amerika Serikat dan dipakai terbatas oleh 20 brand, misalnya Kate Spade, JackThreads, dan Warby Parker.

Karena belum diluncurkan secara komersial, hingga saat ini para pengguna Instagram masih harus menghubungi penjual lewat jalur pribadi. Biasanya melalui WhatsApp, Line, dan BBM. Lalu, transaksi dilanjutkan dengan mengirim uang untuk sejumlah harga barang dan ongkos kirim ke rekening penjual. Kemudian, pembeli mengirim bukti transfer ke penjual dan tinggal menunggu barang dikirim.

Hal ini tentu menimbulkan risiko pembelian. Tak sedikit pengguna Instagram yang kena tipu. Setelah uang dikirim, penjual tak kunjung merespons transaksi.

Afifah, salah seorang korban yang pernah mengalami kejadian apes tersebut memberikan tips berbelanja agar tak tertipu penjual bodong di Instagram.

“Cari yang banyak followersnya, lihat testimonial pembeli, dan kalau memungkinkan pakai jasa rekening bersama,” katanya.

Baca juga artikel terkait INSTAGRAM atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Marketing
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani