Menuju konten utama

Hak Jawab Fadli Zon atas Artikel tentang Tuduhan Sumitro Korupsi

Mewakili keluarga Hashim Djojohadikusumo dan Partai Gerindra, Fadli Zon memberikan bantahan sekaligus hak jawab.

Hak Jawab Fadli Zon atas Artikel tentang Tuduhan Sumitro Korupsi
fadli zon. antara foto/sigid kurniawa

tirto.id - Sdr. Fadli Zon, politikus dari Partai Gerindra dan Wakil ketua DPR-RI, mengirimkan tanggapan terhadap artikel berjudul "Sumitro Pernah 'Menghilang" Karena Dituduh Korupsi" yang tayang di laman Tirto pada 17 November 2017. Dalam surat perngantarnya, tanggapan yang diberi judul "Tuduhan Korupsi pada Sumitro Djodjohadikusumo adalah Propaganda Golongan Komunis" itu ditembuskan kepada Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo dan DPP Partai Gerindra.

Ada beberapa poin keberatan Sdr. Fadli Zon. Kami sarikan beberapa poin terpenting keberatan tersebut.

========

Fadli Zon: Menyandingan SN yang berstatus sebagai tersangka dengan menghilangnya Sumitro yang tak pernah mendapat status hukum apa pun, kecuali label buruk yang itu pun hanya diproduksi oleh golongan komunis saja jelas tak sepadan. Ini sebuah perbandingan yang ngawur, cacat secara metodik dan tendensius.

Redaksi: SN jelas sudah berstatus tersangka, sedangkan Sumitro saat itu memang belum mendapatkan status hukum apa pun. Dua kali Sumitro diperiksa bukan dalam status tersangka. Di dalam naskah disebutkan Sumitro tidak muncul saat dipanggil untuk diperiksa yang ketiga kalinya karena merasa -- dengan mengutip Nasution -- “pemanggilan terakhir ini baginya berarti akan ditahan”.

Tak ada maksud mensejajarkan Sumitro dengan SN sebagai tersangka korupsi. Bahwa (1) Sumitro pernah kena tuduhan korupsi (yang oleh Fadli Zon dianggap semata propaganda bikinan komunis), (2) sempat menjalani proses pemeriksaan hukum dan (3) juga menghilang saat dipanggil untuk yang ketiga kalinya adalah fakta sejarah yang tidak bergantung pada ada atau tidaknya kasus SN.

Fadli Zon: Naskah sama-sama mengulang tuduhan dalam bentuk “dugaan korupsi yang dilakukan Sumitro”. Masalahnya adalah tuduhan itu terjadi pada dekade 1950-an, tepatnya 1957. Sesudah enam puluh tahun lewat, semua tuduhan tadi sebenarnya telah selesai dijawab oleh berbagai catatan sejarah. Tirto telah memenggal konteks dan narasi sejarah tentang tuduhan korupsi itu.

Redaksi: Sdr. Fadli benar saat mengatakan Tirto tidak memasukkan konteks sejarah yang -- dalam bahasa Fadli -- hanyalah akal-akalan kaum komunis. Bantahan Sdr. Fadli penting untuk memperkaya konteks dan terimakasih telah memberikan catatan.

Kendati demikian, tuduhan korupsi yang diduga dilemparkan oleh PKI sebenarnya sudah menjadi domain hukum saat dilangsungkan setidaknya dua kali pemeriksaan terhadap Sumitro. Adalah fakta sejarah bahwa di kemudian hari tidak ada proses pengadilan terhadap Sumitro karena (1) yang bersangkutan menghilang dan (2) terjadi perubahan rezim pada 1965-1967. Sehingga tuduhan itu tidak pernah sempat diuji benar-salahnya di pengadilan.

Fadli: Tulisan yang dimuat Tirto miskin referensi saat mengatakan “Sumitro adalah tokoh PRRI yang tampaknya jauh dari desingan peluru”. Seharusnya Tirto merujuk pengakuan Ventje Sumual yang menyebut Sumitro enggan meninggalkan perjuangan gerilya di hutan dan baru bersedia pergi ke luar negeri setelah berkali-kali dibujuk Sumual. Cerita dan kesaksian Sumual itu dengan jelas menunjukkan Sumitro bukanlah pengecut.

Redaksi: Naskah tidak pernah menyebut Sumitro sebagai pengecut. Memilih berjuang dari pengasingan, sebagaimana Sukarno-Hatta pasca Agresi Miilter II, bukanlah tindakan pengecut, melainkan pilihan strategi dan taktik yang jamak muncul dalam perjuangan politik.

Fadli Zon: Artikel tentang Sumitro dihadirkan dengan framing yang sengaja diproduksi untuk mendegradasi rekam jejak Sumitro, karena ia kebetulan adalah ayah Prabowo Subianto, tokoh yang kini menjadi harapan rakyat Indonesia untuk pemilihan Presiden 2019 nanti.

Redaksi: Artikel berjudul “Sumitro Djojohadikusumo Pernah "Menghilang" karena Dituduh Korupsi” tidak ada kaitannya dengan Pilpres 2019, juga tidak untuk mendegradasi rekam jejak Sumitro. Kami menilai Pilpres masih terlalu jauh dan rekam jejak Sumitro pun sudah lebih dulu diabadikan dalam berbagai tulisan. Adanya tuduhan korupsi kepada Sumitro pun bisa ditemukan dalam berbagai buku yang ditulis oleh sejarawan maupun yang bukan sejarawan.

Kami sangat menghargai hak jawab yang diberikan oleh Sdr. Fadli Zon yang, dalam komunikasi dengan reporter Tirto, bersedia dikutip sebagai perwakilan keluarga Sumitro Djojohadikusumo. Guna menghargai keberatan dan hak jawab itulah kalimat pertama dalam tulisan yang dipermasalahkan (yang menyebut soal SN) kami hilangkan.

Bantahan Fadli Zon selengkapnya bisa dibaca DI SINI.

Baca juga artikel terkait FADLI ZON atau tulisan lainnya dari Ivan Aulia Ahsan

tirto.id - Hukum
Reporter: Ivan Aulia Ahsan
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Zen RS