Menuju konten utama

Film Ashiap Man: Komedi Segan, Action pun Tak Mampu

Atta Halilintar merilis film perdananya berjudul Ashiap Man. Film bertema superhero tersebut tayang di Prime Video mulai 17 November 2022.

Film Ashiap Man: Komedi Segan, Action pun Tak Mampu
Salah satu adegan di film Ashiap Man. FOTO/Istimewa

tirto.id - Atta Halilintar, YouTuber kondang asal Indonesia, resmi melakoni debutnya di dunia perfilman tanah air dengan merilis Ashiap Man. Film bertema superhero bergenre action-komedi tersebut dapat ditonton di layanan streaming Prime Video mulai 17 November 2022.

Dalam film ini, Atta cukup ambisius. Ia menangani langsung proses penggarapan dengan berperan sebagai sutradara, dibantu oleh Herdanius Larobu. Tidak hanya itu, YouTuber kelahiran Dumai, Riau, tersebut juga merangkap sebagai pemeran utama film.

Ashiap Man sekaligus menandai kemunculan film bertema superhero terbaru di Indonesia, setelah Gundala Putra Petir garapan Joko Anwar terjun pada 2019 lalu. Namun, keberadaannya boleh dikatakan sebatas di permukaan, tak mampu untuk menyelami ceruk film superhero seperti pendahulunya--meskipun Gundala juga tidak luput dari beberapa kekurangan.

Penggodokan Ashiap Man terbilang tanggung. Padahal, aktor-aktris yang menggendongnya terbilang cukup mentereng. Atta Halilintar menggaet sederet pemeran kenamaan seperti Arswendy Bening Swara, Nasya Marcella, Gritte Agatha, serta Yayan Ruhian.

Pemilihan sosok Yayan tentu bukan tanpa pertimbangan. Keberadaannya berguna untuk menunjang genre action yang diusung oleh film ini.

Tidak hanya itu, film yang penayangannya sempat tertunda akibat pandemi Covid-19 ini juga menggandeng komedian dalam negeri yang cukup terkenal seperti Gilang Bhaskara, Yudha Keling, Ence Bagus, serta Maell Lee alias Haris Saputra. Mereka semua diboyong agar kesan lawak yang ingin ditonjolkan dalam film ini benar-benar terasa.

Atta memperhatikan betul soal pemilihan aktor-aktris, mengingat ini merupakan film debutannya. Namun, di sisi lain, karakter ambisiusnya tetap kentara. Itu terlihat dari banyaknya kerabat yang ia masukkan dalam jajaran pemeran film. Sebut saja nama-nama seperti Qahtan Halilintar, Ashanty Hermansyah, Arsy Hermansyah, Arsya Hermansyah, serta istrinya sendiri, Aurel Hermansyah. Padahal, kebanyakan di antaranya memiliki pengalaman yang relatif minim di dunia perfilman.

Terlepas dari itu, Atta tampaknya cukup serius agar film perdananya sukses di pasaran. Nyatanya, rumah produksi yang ditunjuk untuk menaungi Ashiap Man bukanlah medioker. Ia adalah Kharisma Starvision Plus, yang memiliki pengalaman dan ketenaran yang menjanjikan.

Produsen film yang berdiri sejak 1995 ini sudah berkali meraup kesuksesan bersama sederet karya sinema dalam negeri. Beberapa film yang pernah mengudara di bawah naungan Starvision Plus yakni Yuni (2021), Imperfect: The Series (2021), Susah Sinyal (2017), Critical Eleven (2017), serta Keramat (2009).

‘Kliping’ Isu Sosial dalam Film Ashiap Man

Lewat film ini, Atta berupaya merangkul cerita kehidupan masyarakat terpinggirkan. Itu tampak dari pemilihan latar utama yang bertempat di kampung bantaran kali Jakarta.

Menariknya, Ashiap Man juga mengangkat sosok anak berkebutuhan khusus. Sayangnya, itu hanya sebagian kecil saja--kalau tidak boleh dibilang secuil. Kemunculan anak berkursi roda (Qahtan Halilintar) nyaris hanya dua kali. Itu pun tidak dibekali dengan penguatan karakter sehingga pesan tersirat tentang inklusivitas tidak tersampaikan dengan baik.

Sang sutradara berupaya menyisipkan semua isu sosial dalam satu frame tanpa ada fokus yang diperhatikan. Itu membuat hasilnya seperti tugas kliping pelajar sekolah, yang cenderung bersifat dokumentatif, singkat, terpotong-potong, dan kurang mendalam.

Isu pertama yang diangkat dalam film ini adalah nasionalisme. Itu ditampakkan sejak awal melalui sosok Zul (Atta Halilintar) yang ingin menjadi superhero karena terpantik ucapan sang ayah (Arswendy Bening Swara) soal pengorbanan para pahlawan nasional.

Dalam adegan tersebut, Zul bertanya kepada ayahnya tentang alasan kenapa harus hormat kepada bendera Merah-Putih. Saat itu, sang ayah menjelaskan bahwa itu merupakan bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan pada zaman dulu.

Sayangnya, adegan itu dimunculkan begitu saja, tanpa latar belakang apapun. Bahkan, alasan sang bapak hormat bendera di siang bolong pun tak dijabarkan.

Infografik Ashiap Man

Infografik Bongkar Pasang Perspektif Superhero Ala Ashiap Man. tirto.id/Mojo

Namun, ada yang menarik dalam film ini, yakni penggunaan bahasa Minang oleh keluarga si tokoh utama Zul, terlepas bahwa itu merupakan bawaan Atta Halilintar pribadi yang notabene berasal dari Dumai, Riau.

Sepanjang film, Zul sekeluarga secara konsisten memakai bahasa Minang meskipun mereka sudah cukup lama merantau di Jakarta. Itu memberikan pesan tersirat bahwa perantau, di mana pun mereka berdomisili, boleh tetap berpegang pada pendiriannya untuk melafalkan bahasa ibu.

Kendati tidak sekental tutur Jawa dalam film Yowis Ben (2018) garapan Bayu Skak, penggunaan bahasa Minang di Ashiap Man sudah cukup memperkaya kebahasaan dalam skena perfilman tanah air.

Beberapa isu sosial lain yang relatif dekat dengan penonton juga dimunculkan dalam film ini, meskipun dengan eksekusi pas-pasan. Salah satunya terlihat ketika Zul menyelamatkan perempuan bernama Kiara (Nasya Marcella) yang tenggelam di sungai.

Saat ditemukan, perempuan itu sudah tidak sadarkan diri. Orang-orang berkerumun, ingin mendokumentasikan kejadian itu agar bisa viral di media sosial.

Lewat adegan ini, Atta seolah ingin menjelaskan bahwa fenomena viral yang menjamur pada era ini cenderung berbahaya. Apalagi jika itu menyangkut keselamatan orang lain.

Namun, ada yang aneh. Pada momen adegan itu, tidak ada seorang pun yang mencoba memberikan pertolongan pertama ketika Kiara pingsan. Semua orang hanya menonton dan menunggu. Kemudian, secara tiba-tiba, Kiara memuntahkan air dan siuman dengan sendirinya.

Semakin dalam menyelami film Ashiap Man, kesan memaksa yang dilakukan sang sutradara kian kentara. Dalam film itu, Zul dipertontonkan sebagai pemuda yang ringan tangan, ramah, serta secara rutin membersihkan kali dari sampah. Selain itu, ada pula isu tentang anak muda dari kampung yang kesulitan membeli segelas kopi di coffee shop yang terlampau mahal. Bahkan, masalah penggusuran yang secara nyata kerap menyerang warga bantaran kali juga jadi sorotan film ini. Semuanya dipersembahkan begitu saja sehingga terkesan “asal tempel”.

Jadi Film Komedi Segan, Berlaga pun Tak Mampu

Pemilihan YouTuber sekaligus komedian Maell Lee sebagai salah satu aktor dalam film ini bisa dibilang membawa angin segar bagi penonton. Lawakan yang dilontarkan olehnya melalui tokoh Ben juga masih kental dan berciri khas. Salah satunya terlihat melalui umpatan-umpatan yang memang kerap dipakai Maell Lee di kanal YouTube-nya.

Sayangnya, beberapa komedian lain yang juga ambil bagian dalam film ini justru tidak terlalu menonjolkan sisi komedi. Gilang Bhaskara, misalnya, yang berperan sebagai pemulung, praktis hanya muncul sesekali. Adegan lawaknya pun cenderung terlalu mainstream, yakni berupa ketidaksengajaan Zul melemparkan popok bayi kepada teman sejawatnya.

Yudha Keling, yang cukup sering dimunculkan dalam beberapa adegan melalui tokoh Jon, juga minim kontribusi di sisi komedi. Gimmick-nya menirukan siulan dari Diana (Gritte Agatha) dalam adegan pembuatan video vlog juga kurang mengena di kepala penonton.

Entah atas dasar apa, Atta Halilintar juga memasukkan nama Panji Petualang sebagai aktor. Dalam film itu, ia berperan sebagai pawang hewan buas, yang tiba-tiba nyelonong masuk ke rumah Zul dan mengambil ular miliknya.

Itu terjadi ketika Zul sedang menunggu momen digigit laba-laba, agar ia mendapatkan kekuatan seperti Spiderman. Alih-alih disengat laba-laba, Zul justru dipatuk ular liar, yang lepas dari penjagaan pawang hewan.

Sesaat kemudian, si pawang mengatakan bahwa ular yang menggigit Zul tergolong salah satu dari 10 ular paling berbahaya di dunia. Namun, dialog itu diucapkan dengan mimik yang santai, tidak menampakkan keseriusan sama sekali. Setelah itu, pawang pun langsung pergi keluar rumah, Zul tetap hidup, dan film kembali dilanjutkan seperti sedia kala.

Adegan ini cenderung mengganggu. Sebab, kalaupun mau dianggap sebagai dramatisasi, toh, Zul masih hidup. Sementara itu, jika tujuannya komedi, akting yang ditampakkan Panji Petualang setengah-setengah dan sebenarnya tidak ada yang lucu dari persoalan gigitan ular mematikan.

Premis yang cenderung belum jelas juntrungannya juga terdapat dalam adegan ketika rambut Zul tiba-tiba berubah menjadi lurus. Awalnya, tidak ada yang tahu penyebab perubahan itu, bahkan ibunya sendiri.

Pasalnya, sejak kecil, Zul memiliki karakter rambut ikal alias bergelombang. Sudah berkali-kali coba dipangkas oleh ibunya, dengan harapan bisa tumbuh kembali dan berubah menjadi lurus. Namun, upaya itu selalu gagal; rambutnya terlalu kuat, bahkan menyebabkan gunting pemotongnya rusak.

Belakangan baru diketahui bahwa perubahan itu terjadi ketika Zul sedang merasa tidak percaya diri. Ia akan mendapatkan rambut ikalnya kembali apabila rasa pede-nya itu berhasil dipulihkan.

Adegan itu membuat penonton bertanya-tanya. Sebab, asal-muasalnya pun tidak jelas. Namun, barangkali, adegan itu dimunculkan sebagai manifestasi dari memori masa lalu sang sutradara.

Pada 2005 lalu, industri sinema Indonesia pernah memproduksi sinetron berjudul Samson Betawi--ketika itu kira-kira Atta masih berusia 10 tahun. Dalam serial tersebut, pemeran utama Samson digambarkan sebagai sosok yang punya karakter unik: rambut ikalnya tidak boleh dipotong. Jika itu terjadi, kekuatannya akan berkurang dan bahkan bisa jatuh sakit.

Selain komedi, Ashiap Man juga menyematkan genre action. Ada beberapa adegan perkelahian dalam film ini, terutama yang melibatkan Zul sebagai pemeran utama superhero.

Menariknya, Atta Halilintar juga mengambil nama Yayan Ruhian sebagai salah satu pemeran Ashiap Man. Tetapi sayangnya, keberadaan aktor yang pernah membintangi Star Wars: Episode VII - The Force Awakens (2015) tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik. Praktis, Yayan hanya muncul beberapa kali dan tidak terlalu menampakkan sisi "petarungnya".

Yang cenderung sering memerankan adegan perkelahian justru Nasya Marcella melalui tokoh Kiara. Padahal, di film-film yang pernah ia bintangi sebelumnya, Nasya sangat jarang bermain sebagai tokoh jagoan.

Seperti yang dikatakan di awal, proses penggodokan Ashiap Man cenderung setengah matang--kalau tidak boleh dibilang mentah. Itu juga berlaku untuk adegan-adegan action-nya.

Premis-premis yang tersemat di film berdurasi 1 jam 41 menit itu cenderung terlalu memaksa dan tidak masuk akal. Penggunaan Computer-Generated Imagery (CGI), misalnya, tidak jauh berbeda seperti yang ditampilkan di sinetron-sinetron televisi.

Atta Halilintar tampak kesulitan menggabungkan antara ambisi pribadi, pengetahuan tentang film, dan bekal isu sosial yang dikantonginya. Ia seperti terserang kepanikan dalam alam semesta sinematiknya sendiri. Hal itu membuatnya terpaksa memotong-motong, memasukkan semua idenya secara paksa ke dalam satu frame visual bergerak yang berdurasi kurang dari dua jam.

Meski begitu, bukan berarti produk film bertema superhero ini sepenuhnya gagal. Toh, beberapa isu-isu sosial yang diangkat, memiliki kedekatan dengan kehidupan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Dan barangkali, "kliping" yang dibuat Atta ini bisa jadi pemantik bagi calon sinemais muda tanah air agar lebih berani membuat film layar lebar.

Ashiap Man sudah cukup mampu mewarnai skena film superhero, yang selama ini didominasi oleh Hollywood, baik melalui MCU maupun DC Universe. Film debut dari Atta Halilintar ini juga masih menyimpan sejumlah aspek yang menarik untuk ditonton. Salah satunya adalah memberikan perspektif baru, bahwa semua orang bisa menjadi pahlawan, tidak harus memiliki kekuatan super terlebih dahulu.

Para penggemar film superhero yang ingin menyaksikan Ashiap Man dapat mengunjungi laman atau aplikasi resmi Prime Video. Untuk bisa menonton via platform tersebut, Anda perlu melakukan registrasi atau langsung masuk jika sudah memiliki akun. Setelah itu, Anda bisa mendapatkan paket berlangganan dengan harga bervariatif, sesuai durasi dan layanan yang diperoleh.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis