Menuju konten utama
IPS Antropologi

Apa Itu Primordialisme, Pengertian, dan Ciri-cirinya?

Primordialisme sangat memengaruhi sikap pola perilaku seorang individu dalam hubungan sosial.

Ilustrasi Ilmu Antropologi. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Primordialisme adalah suatu pandangan yang menjunjung tinggi ikatan sosial berupa nilai-nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang bersumber dari etnik, ras, tradisi, dan kebudayaan yang dibawa sejak seorang individu dilahirkan.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, primordialisme diartikan sebagai pandangan yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil, baik tradisi, adat istiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu yang ada di dalam lingkungan pertama.

Menurut Robuskha dan Shepsle, primordialisme merupakan loyalitas yang berlebihan terhadap suatu budaya subnasional, yakni seperti suku bangsa, agama, ras, kedaerahan, dan keluarga.

Sedangkan menurut Ramlan Surbakti, primordialisme merupakan suatu keterkaitan seseorang di dalam kelompok atas dasar ikatan kekerabatan, suku bangsa, dan juga adat-istiadat sehingga melahirkan pola perilaku dan juga cita-cita yang sama.

Primordialisme tentunya sangat memengaruhi sikap pola perilaku seorang individu dalam hubungan sosial. Sikap ini menyebabkan seseorang menjunjung tinggi hasil dari kebudayaannya dengan rasa kesetiaan yang sangat tinggi.

Apabila seseorang tidak dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat yang multikultural, sikap primordialisme akan memicu konflik sosial. Secara lebih luas, tentunya akan menimbulkan perpecahan kerukunan antar warga.

Dikutip dari laman Antropologi FISIP Unimal oleh Al Chaidar (2017), menurut Clifford Geertz (1963), suatu negara dibangun atas persamaan nasib. Sedangkan bangsa dibangun atas sekelompok orang yang memiliki keinginan untuk bersatu serta adanya persamaan sejarah daripadanya.

Suatu bangsa terdiri dari atas berbagai macam kelompok primordial (etnis, ras, agama) dengan budayanya masing-masing. Kenyataan ini menjadi dasar bahwa bangsa yang memiliki kesetiaan primordial (primordial sentiments) untuk menghadapi kelompok lain di luar bangsa tersebut yang disebut sebagai common enemy (bangsa-bangsa penjajah).

Namun, yang menjadi masalah adalah ketika negara baru terbentuk maka secara perlahan-lahan muncul fenomena kelompok orang-orang yang akan mengumpulkan perbedaan di antara sesama bangsa.

Penempatan kesadaran politik modern pada masyarakat yang sebagian besar modern akan cenderung membangkitkan gairah politik yang masih mendasarkan diri pada ikatan-ikatan primordial.

Dikutip dari buku Khazanah Antropologi 1 Kelas XI SMA oleh Siany L dan Atiek Catur B (2009:25), loyalitas yang berlebihan terhadap budaya subnasional dapat mengancam integrasi bangsa, karena primordialisme mengurangi loyalitas warga negara pada budaya nasional dan negara sehingga mengancam kedaulatan negara.

Kecenderungan ini akan bermuara kepada kelompok-kelompok yang mengajukan tuntutan untuk memperjuangkan kepentingan kelompoknya, seperti tuntutan pembagian sumber daya alam yang lebih seimbang antara pusat dan daerah.

Rencana terburuk dari perkara ini adalah apabila tidak terjadi akomodir sesuai kehendak kelompok terkait, mereka akan berkembang menjadi gerakan kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam sejarah Indonesia kejadian sejenis ini sering terjadi, seperti Gerakan Aceh Merdeka, Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, G30S/PKI, Republik Maluku Selatan (RMS), dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Mengenai ciri-ciri dari primordialisme ialah berikut:

- Berwujud sebagai identitas kelompok

- Konsekuensi dari adanya masyarakat multikultural

- Lahir sikap untuk mempertahankan keutuhan kelompok

- Memicu permusuhan di kalangan masyarakat

- Nilai-nilai yang berkaitan dengan sistem keyakinan kelompok

- Cita-cita yang sama dalam satu tujuan kelompok

Baca juga artikel terkait PRIMORDIALISME atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Ibnu Azis
-->