Menuju konten utama

Alissa Wahid Ungkapkan Cara Menahan Laju Radikalisasi

Meningkatkan kepercayaan generasi muda terhadap pancasila dan semangat kebangsaan, dapat menahan laju gelombang radikalisme dan ekstrimisme di Indononesia. Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia mengatakan upaya tersebut sangat penting sebab Indonesia sangat dibutuhkan oleh dunia.

Alissa Wahid Ungkapkan Cara Menahan Laju Radikalisasi
Alisa Wahid memberikan pengatar pada acara diskusi Jaringan Gusdurian menyampaikan Sosialisasi hasil Survei Persepsi orang muda dan pemetaan Internet-sosial media, tentang radikalisme dan ekstremisme di Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Rabu (14/12). [Tirto/Aya]

tirto.id - Meningkatkan kepercayaan generasi muda terhadap pancasila dan semangat kebangsaan, dapat menahan laju gelombang radikalisme dan ekstrimis di Indonesia. Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia mengatakan upaya tersebut sangat penting sebab Indonesia sangat dibutuhkan oleh dunia.

“Indonesia diperlukan menjadi model keberagaman bagi dunia yang saat ini sedang dilanda Islamophobia. Kita harus menunjukkan bahwa walaupun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, dan Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia masih dapat mempertahankan perdamaian dan keberagaman,” ujar Alissa Wahid, memberikan pengantar pada acara diskusi publik “Sosialisasi hasil survei persepsi orang muda dan pemetaan Internet-sosial media, tentang radikalisme dan ekstremisme di Indonesia”, di Gedung University Club, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (14/12/2106).

Pernyataannya tersebut berdasarkan pada pengalamannya keliling dunia dan bertemu dengan tokoh agama. Ia mengaku mendapatkan banyak cerita tentang kekerasan yang berlandaskan agama, sebagai contoh ia menyebut di India terjadi tindakan kekerasan dari kelompok mayoritas yakni Hindu pada minoritas di sana. Sementara itu, di Eropa dan Amerika sedang terjadi gelombang Islamophobia yang sangat besar. Oleh karenanya, agar tidak terjadi kekerasan besar di seluruh dunia, perlu dilakukan pencegahan.

Ia mengungkap Indonesia membawa kabar baik untuk dunia karena kondisi radikalisasi dan ekstrimis di Indonesia masih jauh lebih baik daripada negara-negara lainnya di dunia. Meskipun demikian, kata Alissa, poin pentingnya bukan pada kondisi Indonesia yang lebih baik itu namun pada langkah apa yang perlu dilakukan agar kondisi di Indonesia tidak memburuk.

“Kita perlu menengok dan mencari tahu ke mana kita menuju,” ujar Alissa.

Menurut Alissa, geopolitik dunia sedang carut marut, sehingga terjadi gerakan penyelamatan peradaban di berbagai belahan dunia. Indonesia pun tak terkecuali, menurutnya saat ini Kebhinekaan Indonesia sedang mendapatkan tantangan besar.

“Sejak seminggu lalu kita sudah merekam kejadian dan tindakan intoleransi di berbagai penjuru Indonesia, melihat ini kita perlu melihat masa lalu untuk menyelamatkan masa depan kita,” kata Alissa.

Masa lalu yang ia maksudkan ialah pada gerakan-gerakan yang berdasakan ideologi-ideologi yang baik. Ia mengaku bekerjasama dengan Internasional NGO Forum On Indonesian Development (INFID) merupakan salah satu langkahnya untuk melanjutkan perjuangan Gus Dur dalam menegakkan keadilan dan kesetaraan.

Sehingga, Alissa mengungkap tak ragu-ragu membawa jaringan Gusdurian untuk mendukung kegiatan survei yang dilaksanakan INFID. Ia sempat melihat dan mencermati hasilnya dan mengungkapkan meskipun kegiatan radikal dan ekstrimisme semakin menguat di media sosial dan platform social networking, pesan-pesan ekstrimisme ini belum menguasai pandangan arus utama publik Indonesia.

Hal ini selaras dengan temuan survei persepsi orang muda tentang tindakan radikal. Dengan mengetahui narasi utama dan pesan-pesan kunci ekstrimisme, serta menyelaraskannya dengan modal sosial yakni meningkatkan kepercayaan anak muda terhadap Pancasila dan semangat kebangsaan, tindakan-tindakan radikal dan ekstrimisme ini bisa ditahan lajunya.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh