Menuju konten utama

4 Mitos dan Fakta Soal Stevia yang Perlu Diketahui

Stevia ternyata tidak memiliki kalori dan 200 kali lebih manis daripada gula dalam konsentrasi yang sama.

4 Mitos dan Fakta Soal Stevia yang Perlu Diketahui
Daun Stevia. foto/istockphoto

tirto.id - Stevia adalah gula yang dipercaya rendah kalori dan berasal dari daun tanaman stevia rebaudiana.

Stevia dikenal sebagai pemanis herbal alami yang menyehatkan. Produk ini dipercaya mampu mengatasi obesitas, penurunan berat badan, tidak mengandung gula yang berbahaya dan meningkatkan kesehatan pencernaan.

Namun apakah hal tersebut benar-benar nyata?

Menurut Federal Food and Drug Administration (FDA) ekstrak tanaman stevia secara umum dianggap aman untuk digunakan dalam makanan.

Di sisi lain, FDA menyatakan bahwa ekstrak stevia leaf dan stevia mentah umumnya tidak diakui sebagai makanan yang aman atau generally recognized as safe (GRAS) dan tidak memiliki persetujuan FDA untuk digunakan dalam makanan.

Stevia tidak memiliki kalori dan 200 kali lebih manis daripada gula dalam konsentrasi yang sama.

Studi lain menunjukkan stevia mungkin memiliki manfaat kesehatan tambahan. Dalam Journal of Medicinal Food tahun 2017 dijelaskan bahwa stevia memiliki potensi untuk mengobati penyakit endokrin seperti obesitas, diabetes dan hipertensi, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian.

Studi lain juga menyarankan stevia dapat memberi manfaat bagi penderita diabetes tipe 2.

Namun, Catherine Ulbricht, apoteker senior di Rumah Sakit Umum Massachusetts di Boston seperti dilansir Livescience mengatakan diperlukan lebih banyak penelitian. Kelompoknya meninjau bukti tentang herbal dan suplemen.

Namun ada juga bukti bahwa stevia tidak mengubah kebiasaan makan. Sebuah studi 2010 dalam jurnal Appetite menemukan bahwa orang tidak makan berlebihan setelah mengonsumsi makanan yang dibuat dengan stevia, bukan gula.

Ternyata, gula darah mereka lebih rendah setelah makan makanan yang dibuat dengan stevia daripada setelah makan dengan gula, dan makan makanan dengan stevia menghasilkan kadar insulin yang lebih rendah daripada mengonsumsi sukrosa dan aspartam.

Namun penelitian lain yang diterbitkan dalam edisi International Journal of Obesity, 13 Desember 2016, menemukan bahwa setelah mengonsumsi pemanis tanpa kalori, seperti stevia, kadar gula darah subjek uji lebih tinggi daripada ketika mereka makan gula asli.

Banyak mitos yang kerap muncul di masyarakat tentang stevia. Foundation for Alternative and Integrative Medicine (FAIM) mencoba merangkumnya dalam beberapa mitos.

1. Mitos stevia adalah pemanis herbal alami

Kita semua telah diberitahu bahwa stevia adalah pemanis "herbal". Tetapi pemanis stevia yang sebenarnya kita beli di toko tidak dapat disebut ramuan atau bahkan produk alami.

Itu adalah bahan kimia yang sudah melalui proses pemurnian. Manisnya stevia berasal dari bahan kimia yang disebut steviol glikosida.

Dalam proses pemurnian, semua vitamin, mineral, antioksidan, minyak esensial, dan komponen tanaman lainnya dilucuti sehingga meninggalkan glikosida steviol murni.

Beberapa manufaktur memurnikan produk mereka menjadi glikosida steviol individu, terutama rebaudioside A dan stevioside.

Stevia tidak lebih alami daripada gula atau kokain. Gula diekstraksi dan dimurnikan dari bit gula.

Kokain diekstraksi dan dimurnikan dari daun kakao. Demikian juga, pemanis stevia diekstraksi dan dimurnikan dari daun stevia.

Seperti gula dan kokain, ekstrak stevia murni membentuk bubuk kristal putih. Ini tidak memiliki kemiripan dengan ramuan asli dengan cara, bentuk, atau bentuk apa pun.

Ini lebih seperti obat daripada ramuan. Efek yang paling manjur seperti obat adalah rasa manisnya, yang 200 hingga 300 kali lebih manis daripada gula.

2. Mitos stevia tidak membuat ketagihan

Salah satu masalah utama dengan gula adalah kecanduan. Bahkan, penelitian telah menunjukkan bahwa itu sama, dan bahkan lebih membuat ketagihan daripada kokain.

Misalnya, ketika tikus lab diberi akses gratis ke kokain dan gula, mereka lebih suka gula daripada kokain. Bahkan tikus yang sudah kecanduan kokain dengan cepat mengalihkan kecanduan mereka pada gula begitu mereka ditawari pilihan.

Orang-orang juga menjadi kecanduan gula. Itulah salah satu alasan mengapa kita memiliki epidemi obesitas.

Seperti halnya kokain, gula memicu pusat-pusat kesenangan di otak yang mendorong kita untuk makan permen dan mendorong kita untuk berlebihan.

Para peneliti menguji tikus menggunakan sakarin, yang benar-benar berbeda secara kimia dari gula.

Hasilnya unsur pemanis dari zat yang memicu atau memiliki efek kuat untuk kecanduan.

Stevia memiliki efek yang sama. Ketika tikus diberi pilihan antara sakarin atau stevia, preferensi mereka untuk stevia sama kuatnya dengan sakarin.

"Kecanduan stevia adalah salah satu karakteristik yang pertama kali saya perhatikan. Orang-orang akan beralih dari kecanduan gula atau aspartam ke stevia begitu mereka mulai menggunakannya. Alih-alih mengonsumsi makanan penutup dan junk food yang dimaniskan dengan gula, mereka justru mengonsumsi jenis makanan yang sama yang dimaniskan dengan stevia. Dan mereka memiliki hasrat yang sama untuk permen. Stevia sama sekali tidak mengekang keinginan Anda untuk mengurangi makanan, ia malah menjaga kecanduan kita akan manis," jelas Bruce Fife, ahli gizi bersertifikat dan dokter naturopati dari FAIM

3. Mitos stevia membantu menurunkan berat badan

Kebanyakan orang menggunakan stevia untuk menghilangkan kalori dari gula dan mengurangi total konsumsi kalori mereka sebagai cara untuk menurunkan atau mempertahankan berat badan.

Namun, orang-orang yang menggunakannya tidak terlalu sukses dengan penurunan berat badan dan mereka yang berhasil menurunkan berat badan, bekerja sangat keras untuk itu.

Maka kebenaran sederhana dari masalah ini adalah bahwa stevia dan pemanis non-kalori lainnya tidak membantu penurunan berat badan, tetapi meningkatkan penambahan berat badan.

Studi menunjukkan bahwa ketika orang menambahkan pemanis non-kalori ke dalam makanan mereka, mereka cenderung menambah berat badan, bukan menurunkannya.

Ini jelas ditunjukkan dengan orang-orang yang minum soda diet. Efek ini bukan karena orang-orang dengan masalah berat badan cenderung minum soda diet sehingga lebih rentan terhadap kenaikan berat badan.

Bahkan orang dengan berat badan normal yang minum soda diet dapat menambah berat badan lebih cepat daripada mereka yang minum soda biasa dalam jumlah yang sama.

Penelitian pada hewan telah membuktikan bahwa pemanis non-kalori, dibandingkan dengan gula, menyebabkan asupan kalori total yang lebih besar, penambahan berat badan yang lebih besar, dan peningkatan penumpukan lemak tubuh.

Beberapa penelitian skala besar pada manusia telah menemukan hal yang sama. Jenis pemanis non-kalori tidak membuat perbedaan, zat itu memiliki efek untuk memicu kenaikan berat badan, termasuk stevia.

Alasannya adalah karena gula mengaktifkan reseptor rasa pada lidah yang menyampaikan pesan ke otak dan saluran pencernaan untuk melepaskan hormon dan mempersiapkan kalori gula yang masuk.

Ketika pemanis non-kalori dikonsumsi, mereka mengaktifkan reseptor rasa manis yang sama di lidah dan menggerakkan proses yang sama ini.

4. Mitos stevia baik untuk kesehatan pencernaan

Saluran gastrointestinal (GI) adalah rumah bagi triliunan mikroorganisme yang secara kolektif disebut mikrobiota usus.

Beberapa bakteri dan ragi ini penting bagi kesehatan kita karena mereka membantu mencerna makanan, memproduksi vitamin, dan mendukung fungsi kekebalan tubuh.

Namun, beberapa tidak begitu berguna dan jika ada dalam jumlah yang terlalu besar dapat mengganggu lingkungan usus dan mendatangkan malapetaka pada fungsi pencernaan dan kesehatan keseluruhan.

Konsumsi gula dan permen yang berlebihan diyakini memberi makan mikroorganisme berbahaya ini yang menyebabkannya berkembang biak dan mengganggu keseimbangan antara mikroba baik dan buruk.

Teorinya adalah bahwa mengganti gula dengan stevia akan membatasi jumlah makanan yang diberikan kepada bakteri jahat, sehingga membatasi kemampuan mereka untuk tumbuh dan berkembang biak, menghasilkan saluran pencernaan yang lebih sehat.

Masalah utama dengan konsep ini adalah kenyataan bahwa mikroba baik dan mikroba buruk makan gula dan karbohidrat dalam makanan. Jadi menghilangkan gula membuat kelaparan bakteri baik sama buruknya.

Penelitian telah menunjukkan dengan jelas bahwa mengonsumsi pemanis non-kalori meningkatkan Firmicutes dan menurunkan populasi Bacteroidetes di usus, sehingga meningkatkan obesitas.

Stevia mengganggu lingkungan usus normal yang mengarah pada perubahan metabolisme yang meningkatkan berat badan dan mengubah fungsi pencernaan normal.

Penggunaan stevia mungkin butuh penelitian yang lebih lanjut untuk benar-benar bisa memastikan manfaatnya.

Baca juga artikel terkait STEVIA atau tulisan lainnya dari Febriansyah

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Febriansyah
Penulis: Febriansyah
Editor: Nur Hidayah Perwitasari