Menuju konten utama

Yogya Alami Defisit Air Tanah

Kecamatan Gondokusuman, Mergangsan, Mantrijeron, Jetis, dan Umbulharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi daerah paling rawan krisis air berdasarkan data temuan dari Amrta Institute. Krisis air terjadi karena pembangunan hotel dan apartemen yang semakin marak

Yogya Alami Defisit Air Tanah
Warga melintas didekat poster yang bertuliskan "jogja istimewa hotelnya" di Yogyakarta, Jumat (31/7). Poster bertuliskan "jogja istimewa hotelnya" yang di tempel disejumlah tiitik itu mejadi kritisi terhadap maraknya pembagunan hotel serta penggunaan air tanah untuk kebutuhan hotel yang berdampak mengeringnya sumur milik warga di sekitar hotel. Antara foto/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Yogyakarta mengalami defisit air tanah diungkap oleh Amrta Instute dalam acara pemutaran film “Jogja Darurat Air” dan diskusi bertajuk “Kemerdekaan dan air untuk Warga.” Ada lima kecamatan yang dikatakan paling rawan krisis karena terdampak pembangunan hotel dan apartemen yang makin marak. Lima kecamatan itu antara lain Gondokusuman, Mergangsan, Mantrijeron, Jetis, dan Umbulharjo.

Amrta Institute, diwakili oleh Nila Ardhani dalam diskusi yang bertempat di University Club (UC) Universitas Gadjah Mada, Senin (15/8/2016) menyampaikan prosentase sumber air minum penduduk Yogya tahun 2012-2015, sebagai bukti penurunan penyerapan air tanah oleh warga.

Dalam data tersebut diperlihatkan pada tahun 2012, prosentase sumber air minum penduduk Yogya sebesar 16,98 kubik dari air kemasan, 7,63 kubik dari PAM, air tanah sebanyak 70,1 kubik. Pada tahun 2013, kebutuhan meningkat, dengan data memperlihatkan kebutuhan pada air kemasan sebanyak 17,99 kubik, PAM sebanyak 8,93 kubik, air tanah mengalami penurunan hanya sebesar 69,73 kubik.

Peningkatan kebutuhan terhadap air kemasan semakin nampak terlihat pada tahun 2014, air kemasan sebesar 21,29 kubik, sementara kebutuhan warga terhadap sumber air minum berasal dari PAM relatif sama dengan tahun lalu yakni 8,76 kubik, begitu pula dengan kebutuhan terhadap air tanah, masih berada di kisaran yang sama dengan tahun lalu yakni 66,37 kubik.

Sementara tahun 2015, tercatat kebutuhan warga terhadap air minum kemasan berada di angka 22,31 kubik, PAM 11,45 kubik, dan air tanah 51,83 kubik.

Dari data tersebut dapat diamati kebutuhan penduduk terhadap air kemasan dari tahun ke tahun semakin naik. Sedangkan penggunaan air yang bersumber dari air tanah justru semakin berkurang.

Data ini mendukung penelitian Amrta Institute yang melihat terjadinya krisis air, bahkan sumber air warga mengering di sekitar pembangunan hotel. Tercatat kurang lebih ada 350 buah hotel dengan 15.000 buah kamar, 30 apartemen dengan 12.000 buah kamar, di Yogyakarta.

“Hotel-hotel tersebut, sudah dipastikan menggunakan air tanah,” kata Nila.

Sementara itu, kondisi air di dalam sumur warga menjadi semakin dalam, sehingga warga kesulitan untuk meraihnya.

Baca juga artikel terkait HARD NEWS atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Hard news
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh