Menuju konten utama

Pakar: Masyarakat Jangan Takut Terapi Hiperbarik

Pakar: Masyarakat Jangan Takut Terapi Hiperbarik

tirto.id -

Kepala Program Studi Peminatan Kedokteran Penyelaman dan Hiperbarik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Dr Mohammad Guritno Suryokusumo berharap insiden di ruang terapi di rumah sakit dr Mintohardjo pada Senin (14/3/2016) tidak membuat masyarakat takut dan enggan menjalani terapi hiperbarik. Menurutnya terapi tersebut sudah teruji secara invitro maupun klinis efektif dalam pengobatan banyak penyakit.

"Seperti halnya pesawat terbang. Pesawat terbang itu adalah alat transportasi dengan standar keamanan yang paling tinggi. Bila standar keamanan dijalankan dengan baik, tentu tidak akan ada risiko sama sekali," katanya di Jakarta, Rabu, (16/3/2016).

Dokter Guritno menjelaskan pada dasarnya terapi hiperbarik atau oksigen bertekanan tinggi aman bila peralatan dan standar operasional dilakukan sesuai dengan prosedur.

"Setiap peralatan itu memiliki risiko, namun bila dijalankan sesuai dengan aturan, standar keamanan dan standar operasional, maka risiko bisa dihilangkan," kata Guritno.

Guritno menjelaskan saat ini ada empat standar keamanan perangkat dan operasional terapi hiperbarik  yang berlaku di seluruh dunia.

Standar pertama, kata Guritno, mengacu pada National Fire Protection Association (NFPA) yang mengatur standar pencegahan risiko kebakaran dan ledakan.

"NFPA salah satunya mengatur tentang kelistrikan, misalnya harus arus searah di bawah 12 volt. Selain itu, regulasi tersebut juga mengatur bahan-bahan yang mudah terbakar dan meledak yang tidak boleh dibawa masuk ke dalam kamar terapi," tuturnya.

Standar berikutnya, American Society of Mechanical Enginners (ASME) dan Pressure Vessel for Human Occupancy (PVHO) yang mengatur tentang material-material yang digunakan dalam membangun kamar terapi hiperbarik atau hiperbaric chamber.

Sedangkan dari sisi operasional, jelas Guritno, mengacu pada European Committee of Hiperbaric Medicine (ECHM) yang mengatur standar prosedur operasional terapi oksigen bertekanan tinggi.

"Di Indonesia, Ikatan Dokter Hiperbarik Indonesia (IDHI) baru ada sejak 2012. IDHI sudah mengusulkan aturan operasional terapi hiperbarik ke Kementerian Kesehatan dalam bentuk peraturan menteri. Saat ini, peraturan itu masih ada di Biro Hukum," jelasnya.

Baca juga artikel terkait DR MOHAMMAD GURITNO SURYOKUSUMO atau tulisan lainnya

Reporter: Agung DH

Artikel Terkait