Menuju konten utama

Mari Selfie Sebelum Selfie itu Dilarang

OPPO meneruskan tradisi selfie expert dengan seri F5 yang dilengkapi teknologi Artificial Intelligence di kamera depan.

Mari Selfie Sebelum Selfie itu Dilarang
Oppo F5. FOTO/oppo.com

tirto.id - “Ini foto yang saya ambil sendiri sambil menghadap cermin. Sama sekali bukan hal yang mudah karena kedua tangan saya gemetar,” keluh seorang anak gadis berusia 13 tahun dalam sebuah pesan berisi selfie yang ia kirim untuk temannya.

Tanpa mengetahui siapa gadis di atas, Anda mungkin akan mengira jika ia hanyalah rata-rata generasi milenial yang menurut survei terbaru dari Now Sourcing dan Frames Direct menghabiskan satu jam dalam seminggu untuk selfie; dan diperkirakan akan memiliki 25.700 selfie sepanjang hayatnya.

Namun, anak gadis di atas adalah Grand Duchess Anastasia Nikolaevna, putri bungsu Tsar Nicholas II yang hidup di awal abad 20.

Malang bagi Anastasia, ia tak sempat mengambil selfie lebih banyak karena keburu wafat di usia 17 ketika keluarganya dibantai pada pengujung Revolusi Rusia.Tetapi namanya akan terus dikenang sebagai salah satu remaja pertama yang berswafoto dan mengirimkan hasil foto itu kepada temannya pada 1914.

Bermula dari leksikon internet, kata selfie menjadi begitu terkenal di awal dekade ini hingga dinobatkan sebagai kata paling populer di tahun 2013 oleh kamus Oxford. Di kamus itu, ia kemudian menjadi salah satu entri dan didefinisikan sebagai "a photograph that one has taken of oneself, typically with a smartphone or webcam and uploaded to a social media website".

Meski berakar dari kultur generasi internet, konsep selfie atau swafoto ternyata sama sekali bukan fenomena baru. Sebelum Anastasia, Robert Cornelius sang pionir fotografi di Amerika pernah memotret dirinya sendiri di tahun 1839 yang juga menjadi foto pertama yang menampilkan objek manusia di dalamnya.

Selfie kerap dianggap sebagai perilaku mencintai diri sendiri. Namun, bagi penulis sains Jennifer Ouellette, dalam bukunya Me, Myself and Why: Searching for the Science of Self (2014), alih-alih narsisme, selfie termasuk dalam naluri alami manusia untuk mengklaim identitas pribadi dalam diri.

“Profil Facebook Anda, misalnya, adalah satu klaim identitas yang besar. Di situ Anda akan memproyeksikan bagaimana Anda ingin dipandang. Kalau Anda ingin istilah yang ‘nyeni’, hal itu bisa dibilang semacam seni pertunjukan. Saya rasa fenomena selfie hanya versi alternatif dari hal itu,” kata Oullette. “Selfie hanya cara untuk mengungkapkan, ‘Saya eksis. inilah saya.’ Seperti bercermin, terutama karena orang sering mengarahkan kamera ke diri mereka sendiri.”

Naluri manusia untuk mengabadikan secercah dirinya dalam sebuah medium mungkin sama purbanya dengan karya seni pertama yang tercipta di dunia. Stensil tangan manusia berusia 40 ribu tahun di Sulawesi; ukiran di piramida Mesir kuno; patung pualam Kerajaan Romawi; lukisan diri di zaman Renaisans; sketsa diri Rembrandt di abad 17 dengan bibir monyong selayaknya pose duck face zaman sekarang, adalah segelintir jejak bagaimana manusia berkutat dengan konsep identitas dan memproyeksikan diri sendiri jauh sebelum kamera film pertama diciptakan. Selfie, secara hakikat, telah ada sejak lama. Hanya mediumnya saja yang terus berkembang.

Kita mungkin tidak selihai Van Gogh, Egon Schiele, atau Frida Kahlo dalam hal melukis diri sendiri, tapi terima kasih kepada kamera: memproyeksikan diri sendiri jauh lebih mudah, terutama jika kamera tersebut selalu berada dalam genggaman.

Implementasi kamera dalam ponsel menjadi teknologi revolusioner dalam kehidupan modern, yang tidak hanya memuaskan ego pribadi tetapi juga membawa seni fotografi dan jurnalisme warga ke tingkat yang lebih luas.

Pada 2011, Pew Research Center pernah merilis survei tentang pengguna ponsel yang mengungkapkan bahwa 92% responden memakai ponsel mereka untuk mengambil foto. Fungsi fotografi dalam ponsel sama pentingnya dengan mengirim pesan dan lebih populer daripada untuk jelajah internet, mengirim surel, mengunduh aplikasi, dan bermain game.

Dan menurut survei Comtech pada 2014, kualitas kamera pun menjadi tiga besar pertimbangan utama ketika seseorang membeli ponsel. Keandalan kamera dianggap lebih penting dibanding daya baterai, resolusi layar, kapasitas memori, kecepatan prosesor, dan kualitas suara.

infografik advertorial oppo selfie dari masa ke masa

Menyadari peluang emas tersebut, OPPO dengan cerdik memberi atensi khusus untuk teknologi kamera dan optik dalam lini produknya. Meski terbilang pemain baru, OPPO sukses membangun identitas sebagai produsen ponsel yang mengedepankan kamera berkualitas mumpuni—dengan fitur menarik dan harga terjangkau.

Semua diawali ketika OPPO memperkenalkan tipe U701 Ulike pada 2011 sebagai ponsel pertama di dunia dengan fitur Beautify di dalamnya, yang dengan cepat menjadi fitur favorit bagi siapa saja yang ingin terlihat menarik lewat selfie secara instan. Sejak itu, OPPO terus melaju dengan berbagai inovasi dan pencapaian baik untuk teknologi kamera depan maupun belakang: fitur panorama untuk cakupan gambar yang lebih luas, kamera yang dapat diputar, kamera ganda, screen flash, dan hasil foto dengan resolusi Ultra HD.

Meneruskan tradisi dan reputasinya sebagai jawara di bidang selfie, OPPO pun bersiap meluncurkan ponsel terbarunya di Indonesia dengan nama OPPO F5 yang akan mengusung teknologi selfie terbaru, A.I. Beauty Recognition Technology. Fitur ini memanfaatkan kecerdasan buatan pada kamera depan untuk mengenali secara detail jenis kulit, warna, jenis kelamin, dan usia dari subjek foto lalu menganalisa kondisi cahaya di sekitar subjek lalu dihubungkan dengan database foto secara global.

Database foto ini digunakan sebagai referensi untuk menghasilkan foto selfie yang terlihat jauh lebih natural, sebagai jawaban atas keluhan hasil selfie yang terlihat tidak wajar dan cenderung palsu. Teknologi kecerdasan buatan ini juga akan memindai lebih dari 200 titik wajah dan mengenali setiap keunikan detail wajah seperti bagian hidung, lekuk pipi, dan bentuk dagu untuk memastikan peningkatan hasil foto selfie yang sesuai dengan kondisi nyata subjek tanpa terpengaruh ekspresi subjek ataupun sudut pengambilan gambar.

Hasil selfie berkualitas tinggi pun dapat Anda nikmati secara maksimal dengan hadirnya Full Screen FHD+ dengan resolusi 2160 x 1080 piksel yang diusung oleh F5.

Sebagai ponsel OPPO pertama yang hadir dengan layar penuh tanpa menambah dimensi perangkat, ketajaman visual F5 juga bisa dimanfaatkan secara optimal dengan fitur screen mode yang dapat menjalankan dua aplikasi sekaligus dalam satu layar.

OPPO sendiri masih menyimpan informasi tentang fitur-fitur lain, yang baru akan diungkapkan menjelang peluncuran resmi F5 di Indonesia.

Namun, untuk sekarang, jangan ragu mengambil selfie dengan ponsel Anda. Waktu berlalu dengan cepat, abadikan momen dan rayakan segala aspek dalam hidup. Hari Anda mungkin tidak berjalan sempurna, tidak ada salahnya membangkitkan rasa percaya diri dengan senyuman manis dan selfie yang optimistis.

(JEDA)

Penulis: Tim Media Servis