Menuju konten utama

Kekeringan di Australia, 10.000 Unta Terancam Ditembak Mati

Sebanyak 10.000 unta terancam ditembak mati karena mengganggu penduduk saat mencari air, karena kekeringan di Australia.

Kekeringan di Australia, 10.000 Unta Terancam Ditembak Mati
Kanguru merumput di sebuah ladang ketika asap menyelimuti ibu kota Australia, Canberra, Australia, Rabu, 1 Januari 2020. Mark Baker/AP

tirto.id - Sekitar 10 ribu unta di wilayah Australia yang dilanda kekeringan terancam ditembak dan dibunuh, setelah adanya keluhan dari penduduk setempat yang khawatir hewan-hewan ini dapat membahayakan ketika mereka sedang mencari air.

"Mereka berkeliaran di jalan mencari air. Kami khawatir tentang keselamatan anak-anak," kata Marita Baker, anggota dewan setempat, sebagaimana dikutip dari BBC.

Pejabat Aborigin di barat laut terpencil Australia Selatan menyetujui pemusnahan yang akan dilakukan oleh penembak profesional dari Departemen Lingkunan dan Air Australia tersebut.

Proses ini dikabarkan berlangsung selama lima hari, mulai Rabu (8/1/2020), yang akan dilakukan di daerah Anangu Pitjantjatjara Yankunytjatjara (APY), wilayah Australia Selatan berpenduduk jarang dan ditempati sebagian dari kelompok masyarakat adat.

Kelompok unta dan hewan lain, termasuk kuda liar, di sekitar penduduk jumlahnya sangat banyak. Hal ini dianggap dapat mengancam masyarakat Aborigin terpencil saat mereka sedang mencari air, tulis pemerintah daerah APY melalui memo yang ia unggah di Facebook.

"Dengan kondisi kekeringan yang saat ini sedang berlangsung, diperlukan pengendalian kumpulan unta besar yang telah mengancam penduduk setempat dan infrastruktur daerah APY," katanya lagi dalam memo.

Marita Baker, anggota dewan APY, juga menyampaikan melalui surat kabar, penduduknya telah dikerumuni oleh hewan-hewan itu saat mereka berburu air untuk minum.

"Kami telah terjebak dalam kondisi yang panas dan tidak nyaman, tidak enak badan karena unta masuk dan merobohkan pagar untuk bisa ke dalam rumah dan mencoba untuk mendapatkan air melalui AC," kata Marita.

Meskipun wilayah ini tidak mengalami kebakaran separah New South Wales dan sekitarnya, tetapi Australia Selatan juga sedang dilanda cuaca panas ekstrem selama berminggu-minggu.

Wilayah APY dan Australia Selatan juga diselimuti asap akibat kebakaran hutan yang telah melanda Australia sejak September lalu itu, demikian ditulis CNN.

Kebakaran hutan di Australia sejak September lalu menyebabkan duka yang amat dalam bagi banyak orang di seluruh dunia. Ribuan rumah telah hilang, jutaan hektar lahan pertanian dan hutan habitat hewan asli Australia hangus, serta menewaskan sedikitnya 25 orang dan ratusan juta hewan, termasuk spesies mamalia, unggas dan reptil.

New South Wales, negara bagian di Australia yang terkena dampak paling parah dari peristiwa ini. Hampir lima juta hektar hangus terbakar dan lebih dari 1.300 rumah penduduk hancur, yang menyebabkan ribuan orang harus dievakuasi.

Kekeringan lahan dan cuaca panas yang ekstrem serta angin kencang disebut menjadi penyebab utama dari kebakaran hebat yang melanda negara bagian tersebut.

Ada sekitar 130 titik kebakaran yang terjadi di seluruh negara bagian New South Wales pada Senin, termasuk semak-semak, hutan di pegunungan dan taman nasional, sebagaimana diwartakan BBC.

Kebakaran hebat yang melanda Australia ini dengan cepat menyebar di sepanjang wilayah timur Australia, termasuk negara bagian New South Wales dan Queensland yang merasakan dampak kebakaran terparah.

Hingga Selasa (7/1/2020), kebakaran juga telah terhadi di sejumlah negara bagian seperti Victoria, Australia Barat, Wilayah Utara dan Australia Selatan.

Di Victoria, lebih dari 800 ribu hektar hangus dilalap api. Kebakaran ini juga telah menyebabkan dua orang tewas dan sekitar 43 rumah di wilayah East Gipsslan hancur.

Menurut gambar satelit yang diambil pada 4 Januari menunjukkan, penyebaran asap dari kebakaran di Victoria dan New South Wales telah mempengaruhi kualitas udara hingga ke Selandia Baru.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN AUSTRALIA atau tulisan lainnya dari Adrian Samudro

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Adrian Samudro
Penulis: Adrian Samudro
Editor: Dipna Videlia Putsanra