“Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu”
Sepenggal bait dari lagu karya Ibu Sud itu terdengar begitu syahdu saat dinyanyikan sekelompok perempuan berbaju hitam yang hendak berlatih silat di sebuah taman yang berjarak kurang lebih 3249,1 km dari Indonesia.
Pada Minggu pagi di Victoria Park, Causeway Bay, Hong Kong, percakapan dalam bahasa Jawa bahkan lebih kerap terdengar daripada percakapan dalam bahasa Kanton atau Mandarin.
Suasana Indonesia terasa kental di taman seluas sekitar lima hektar itu. Karena pada hari Minggu itu, para buruh migran Indonesia rata-rata mendapat jatah libur. Di saat itulah mereka berkumpul di sebuah taman publik yang diberi nama untuk memperingati Ratu Inggris Victoria, melepas penat dari upaya memiliki kehidupan lebih baik dan mengobati rindu pada keluarga dan tanah air.
Berbagai aktivitas dilakukan oleh buruh migran Indonesia yang rata-rata bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ada yang berlatih bela diri, ada yang menari tradisional, ada yang saling bertukar menu masakan Indonesia, atau sekedar bersenda gurau dengan teman yang berasal sama-sama dari tanah air. Suasana “guyub” itu mengingatkan kita pada pepatah Jawa lama, “mangan ora mangan sing penting ngumpul”.
Dalam beberapa kesempatan istimewa, sejumlah acara untuk menghibur para buruh migran Indonesia ini kerap diadakan. Misalnya saja panggung merah putih, sebuah acara tahunan yang diadakan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Dalam kegiatan semacam itu pula, buruh migran Indonesia melepas kerinduan mereka dengan mendengar kembali lagu-lagu kesukaan mereka dan menonton langsung para artis yang datang langsung ke Victoria Park.
Berdasarkan data kantor Konsul Tenaga Kerja KJRI Hong Kong jumlah perempuan Indonesia yang bekerja di Hong Kong hingga Juli 2015 tercatat 150.544 orang, terbanyak kedua setelah perempuan buruh migran Filipina yang berjumlah 177.890 orang.
Foto dan Teks: Rosa Panggabean
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu”
Sepenggal bait dari lagu karya Ibu Sud itu terdengar begitu syahdu saat dinyanyikan sekelompok perempuan berbaju hitam yang hendak berlatih silat di sebuah taman yang berjarak kurang lebih 3249,1 km dari Indonesia.
Pada Minggu pagi di Victoria Park, Causeway Bay, Hong Kong, percakapan dalam bahasa Jawa bahkan lebih kerap terdengar daripada percakapan dalam bahasa Kanton atau Mandarin.
Suasana Indonesia terasa kental di taman seluas sekitar lima hektar itu. Karena pada hari Minggu itu, para buruh migran Indonesia rata-rata mendapat jatah libur. Di saat itulah mereka berkumpul di sebuah taman publik yang diberi nama untuk memperingati Ratu Inggris Victoria, melepas penat dari upaya memiliki kehidupan lebih baik dan mengobati rindu pada keluarga dan tanah air.
Berbagai aktivitas dilakukan oleh buruh migran Indonesia yang rata-rata bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ada yang berlatih bela diri, ada yang menari tradisional, ada yang saling bertukar menu masakan Indonesia, atau sekedar bersenda gurau dengan teman yang berasal sama-sama dari tanah air. Suasana “guyub” itu mengingatkan kita pada pepatah Jawa lama, “mangan ora mangan sing penting ngumpul”.
Dalam beberapa kesempatan istimewa, sejumlah acara untuk menghibur para buruh migran Indonesia ini kerap diadakan. Misalnya saja panggung merah putih, sebuah acara tahunan yang diadakan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Dalam kegiatan semacam itu pula, buruh migran Indonesia melepas kerinduan mereka dengan mendengar kembali lagu-lagu kesukaan mereka dan menonton langsung para artis yang datang langsung ke Victoria Park.
Berdasarkan data kantor Konsul Tenaga Kerja KJRI Hong Kong jumlah perempuan Indonesia yang bekerja di Hong Kong hingga Juli 2015 tercatat 150.544 orang, terbanyak kedua setelah perempuan buruh migran Filipina yang berjumlah 177.890 orang.
Foto dan Teks: Rosa Panggabean