tirto.id - Jusuf Wanandi merupakan politisi senior di Indonesia. Belakangan sosoknya kembali disorot karena diduga sebagai pemilik media politik bernama Total Politik. Lalu, siapa Jusuf Wandadi dan benarkah pemilik Total Politik?
Jusuf Wanandi bukan nama baru di dunia politik dalam negeri. Ia merupakan mantan anggota MPRS dan MPR di era Orde Baru. Meskipun tak lagi aktif di pemerintahan, Jusuf masih sering muncul di media karena komentarnya tentang politisi-politisi Indonesia.
Ia bahkan beberapa kali viral usai menyampaikan kritikan pedas individu dan partai politik tertentu. Salah satu pernyataan Jusuf Wanandi yang viral adalah menyebut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk jangan sombong sebagai partai besar.
"Ini sombong udah nih, PDIP. Jangan dia kira dia pula yang harus menentukan semua," katanya dalam acara bincang-bincang di podcast Total Politik, edisi 17 Mei 2024.
Melalui kesempatan yang sama ia juga mengatakan bahwa Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri adalah sosok pendendam yang sulit memperbaiki hubungannya dengan orang lain.
Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Jusuf juga mengomentari bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan. Ia menyebut bahwa meskipun Anies adalah seorang cendikiawan saat menjadi gubernur "kinerjanya medioker."
"Dia (Anies) lima tahun gubernur (Jakarta) apa hasilnya?" katanya diikuti kata-kata yang disensor dalam podcast Total Politik, edisi 9 Februari 2024.
"Apanya yang hebat, gak ada apa-apa sebetulnya. Terus terang, gak ada," lanjut dia.
Profil Jusuf Wanandi
Jusuf Wanandi merupakan politisi sekaligus pengusaha asal Swahlunto, Sumatra Barat. Ia lahir di keluarga Tionghoa, pada 15 November 1937, dengan nama Liem Bian Kie.
Jusuf Wanandi merupakan kakak kandung Sofjan Wanandi, pendiri Santini Group. Santini Group adalah grup keluarga Wanandi yang bergerak di bidang investasi otomotif, real estate, keuangan, dan infrastruktur.
Sebelum dikenal sebagai politisi, Jusuf Wandadi dikenal sebagai akademisi dan pengacara. Ia dulunya bekerja sebagai pengajar sekaligus asisten profesor hukum di Universitas Indonesia (UI).
Sepanjang hidupnya, Jusuf Wanandi mengembangkan kariernya di dalam maupun luar negeri. Ia bahkan sempat menjadi Gubernur East-West Centre, Honolulu, Hawaii, AS.
Memasuki era Orde Baru, Jusuf Wanandi ditunjuk menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) periode 1968-1972. Ia melanjutkan jabatannya menjadi anggota MPR hingga 1977.
Kemudian, pada 1979, Jusuf Wanandi bergabung dengan Partai Golongan Karya (Golkar). Ia menempati posisi sebagai anggota dewan pusat Partai Golkar hingga 1988.
Setelah mengakhiri masa jabatannya di MPR, Jusuf Wanandi fokus menjadi peneliti dan penulis surat kabar nasional maupun internasional. Ia juga mendirikan organisasi penelitian kebijakan nirlaba bernama Center for Strategic and International Studies (CSIS).
Mengutip situs CSIS, saat ini Jusuf Wanandi menduduki jabatan sebagai peneliti senior sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina CSIS Foundation Jakarta.
Selama era pemerintahan Soeharto, Jusuf punya hubungan yang dekat dengan beberapa penjabat pemerintahan. Salah satu orang terdekatnya adalah mantan Menteri Penerangan sekaligus asisten pribadi Soeharto, Ali Moertopo.
Ia bersama Ali Moertopo menggagas pendirian media Indonesia berbahasa Inggris, The Jakarta Post. Saat ini Jusuf menjadi Direktur Utama The Jakarta Post.
Selain menjadi petinggi media dan pusat penelitian, Jusuf Wanandi saat ini juga menjabat sebagai petinggi yayasan pendidikan swasta. Ia merupakan Ketua Dewan Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya dan Ketua Yayasan Universitas Panca Bhakti Pontianak.
Apakah Jusuf Wanandi Pemilik Total Politik?
Jusuf Wanandi adalah petinggi Total Politik, namun ia tidak diperkenalkan sebagai pemilik di media tersebut. Mengutip situs YouTube resminya, status Jusuf Wanandi saat ini menjabat sebagai dewan redaksi di Total Politik.
Total Politik sendiri merupakan media politik yang fokus membahas isu-isu politik. Pendiri Total Politik adalah Arie Putra dan Budi Adiputro yang tampil sebagai host di berbagai acara podcast YouTube media tersebut.
Total Politik belakangan sering disorot karena salah satu pembawa acara sekaligus pendirinya, menyebut bahwa dinasti politik sebagai "hak asasi manusia." Ia juga mengaitkan bahwa dinasti politik sebagai Asian valueatau nilai-nilai yang dijunjung di Asia.
Editor: Iswara N Raditya & Iswara N Raditya
