Seraya dengan maraknya baliho pengingat Hari Raya Natal dan perayaan Tahun Baru kemaren, menjamurnya baliho politisi di bahu jalan menyiratkan musim pemilu semakin dekat.
Pada momen tahun politik, baliho para caleg maupun capres dan cawapres jadi pemandangan lumrah. Melalui papan billboard, pepohonan pinggir jalan, atau di sudut ruang-ruang publik seperti taman kota, lampu merah, Jakarta Selasa (9/1/2024).
Pemasangan baliho di ruang publik sendiri memiliki aturan masing-masing di tiap daerah. Di wilayah DKI Jakarta misalnya, pemasangan baliho tercantum dalam Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Reklame. Umumnya, tempat-tempat seperti kantor pemerintahan, sekolah/kampus, atau rumah sakit tidak boleh ada alat peraga tersebut.
Baliho sendiri masuk kategori sebagai sampah visual atau visual pollution. Segala sesuatu yang mengganggu pemandangan sebuah kawasan.
Sampah visual menyebabkan banyak dampak negatif. Salah satu yang paling terlihat adalah mengganggu estetika lingkungan.
Secara keamanan, baliho juga dapat membahayakan pengguna jalan. Tahun 2013 lalu Mongabay melaporkan bahwa baliho-baliho dapat mengganggu konsentrasi berkendara, sehingga bikin rawan kecelakaan lalu lintas. Ancaman keselamatan lain juga bisa muncul dari insiden robohnya baliho baik karena faktor hujan badai atau pemasangan dan perawatan yang tidak sesuai prosedur.
Selain menjadi sampah visual, baliho juga merupakan sampah dalam arti sebenarnya. Menurut penelitian Forest Digest, baliho politik menghasilkan emisi karbon yang cukup besar.
Menurut penelitian tersebut, selembar baliho mengandung polyethylene, bahan kimia untuk bahan dasar plastik. Satu kilogram polyethylene berasal dari pengolahan 2 kilogram minyak bumi.
Berdasarkan perhitungan Forest Digest, membakar atau mengolah 1 kilogram minyak menghasilkan 3 kilogram karbondioksida (CO2). “Maka, tiap membuat satu kantong plastik akan menghasilkan emisi karbon sebanyak 6 kilogram setara CO2. Sementara, berat rata-rata satu kantong plastik antara 8-60 gram,” tulis laporan pada tahun 2023 tersebut.
Sementara yang kita tahu, baliho kampanye rata-rata berukuran 3 x 6 meter. Maka, satu plastik baliho tersebut berasal dari 10,8 kilogram minyak bumi dan menghasilkan emisi 32,4 kilogram setara CO2.
Pada momen tahun politik, baliho para caleg maupun capres dan cawapres jadi pemandangan lumrah. Melalui papan billboard, pepohonan pinggir jalan, atau di sudut ruang-ruang publik seperti taman kota, lampu merah, Jakarta Selasa (9/1/2024).
Pemasangan baliho di ruang publik sendiri memiliki aturan masing-masing di tiap daerah. Di wilayah DKI Jakarta misalnya, pemasangan baliho tercantum dalam Perda Nomor 9 Tahun 2014 tentang Reklame. Umumnya, tempat-tempat seperti kantor pemerintahan, sekolah/kampus, atau rumah sakit tidak boleh ada alat peraga tersebut.
Baliho sendiri masuk kategori sebagai sampah visual atau visual pollution. Segala sesuatu yang mengganggu pemandangan sebuah kawasan.
Sampah visual menyebabkan banyak dampak negatif. Salah satu yang paling terlihat adalah mengganggu estetika lingkungan.
Secara keamanan, baliho juga dapat membahayakan pengguna jalan. Tahun 2013 lalu Mongabay melaporkan bahwa baliho-baliho dapat mengganggu konsentrasi berkendara, sehingga bikin rawan kecelakaan lalu lintas. Ancaman keselamatan lain juga bisa muncul dari insiden robohnya baliho baik karena faktor hujan badai atau pemasangan dan perawatan yang tidak sesuai prosedur.
Selain menjadi sampah visual, baliho juga merupakan sampah dalam arti sebenarnya. Menurut penelitian Forest Digest, baliho politik menghasilkan emisi karbon yang cukup besar.
Menurut penelitian tersebut, selembar baliho mengandung polyethylene, bahan kimia untuk bahan dasar plastik. Satu kilogram polyethylene berasal dari pengolahan 2 kilogram minyak bumi.
Berdasarkan perhitungan Forest Digest, membakar atau mengolah 1 kilogram minyak menghasilkan 3 kilogram karbondioksida (CO2). “Maka, tiap membuat satu kantong plastik akan menghasilkan emisi karbon sebanyak 6 kilogram setara CO2. Sementara, berat rata-rata satu kantong plastik antara 8-60 gram,” tulis laporan pada tahun 2023 tersebut.
Sementara yang kita tahu, baliho kampanye rata-rata berukuran 3 x 6 meter. Maka, satu plastik baliho tersebut berasal dari 10,8 kilogram minyak bumi dan menghasilkan emisi 32,4 kilogram setara CO2.