Kejaksaan Agung Republik Indonesia melakukan eksekusi mati terhadap 14 orang terpidana mati. Eksekusi mati ini kembali memunculkan pro dan kontra di kalangan masyarakat yang setuju dan menolak pemberlakuan hukuman mati.
Bagi yang setuju, hukuman mati memang harus diberlakukan lantaran kejahatan yang dilakukan memang harus dibalas dengan nyawa lantaran tingkat bahaya dampak kejahatannya harus dibalas dengan nyawa. Sementara yang kontra hukuman mati, menganggap tak ada satu pun pihak yang bisa menghabisi nyawa seseorang, kecuali Tuhan. Hukuman mati juga kerap disandingkan dengan tuduhan-tuduhan melanggar HAM.
Para pegiat HAM mengemukakan Setidaknya ada tiga alasan kenapa hukuman mati harus ditolak. Pertama, mencabut nyawa seseorang merupakan hak Tuhan semata. Dua, hakim yang memvonis mati terhadap terdakwa adalah manusia yang tidak sempurna sehingga selalu ada kemungkinan menghasilkan keputusan salah. Tiga, sejelek-jeleknya manusia seharusnya diberi kesempatan untuk menjalani pertobatan atas kejahatan yang diperbuat.
Eksekusi mati para terpidana narkoba ini juga dikecam Dewan Amnesti Internasional. Pernyataan tersebut, disampaikan lembaga tersebut melalui laman resminya di amnesty.org. Kecaman tersebut keluar dari lembaga ini mengingat kampanye Presiden Jokowi yang terus mengedepankan peningkatan Hak Asasi Manusia (HAM). Sedangkan, kebijakannya untuk menghukum mati justru sangat bertentangan dengan HAM.
Presiden Joko Widodo terkekeh begitu mendengar desakan Dewan Amnesti Internasional yang memintanya menghentikan eksekusi lima terpidana mati. Dia menegaskan, pelaksanaan hukuman mati musti dilaksanakan sesuai perintah pengadilan.
"Itu hukum positif di Indonesia, dan sudah diputuskan oleh pengadilan. Ya semuanya harus hargai bahwa setiap negara itu mempunyai aturan sendiri-sendiri," ujar Jokowi
Lantas bagaimana dengan Koruptor? Munas Alim Ulama NU menyetujui diberlakukannya hukuman mati kepada koruptor. Putusan ini menjadi salah satu hasil dari sidang komisi masail al waqi'iyah.
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Koruptor ada dua macam. Yakni Koruptor yang merugikan negara dan membangkrutkan negara.
"Koruptor yang merugikan bisa dihukum sesuai kejahatannya. Namun yang membangkrutkan negara hingga triliunan rupiah hendaknya dihukum mati," kata Said Aqil. Ormas Muhammadiyah pun juga tak jauh berbeda dengan NU soal pemberlakuan hukuman mati.
Foto: Antara & Teks: TF Subarkah/Berbagai Sumber
Bagi yang setuju, hukuman mati memang harus diberlakukan lantaran kejahatan yang dilakukan memang harus dibalas dengan nyawa lantaran tingkat bahaya dampak kejahatannya harus dibalas dengan nyawa. Sementara yang kontra hukuman mati, menganggap tak ada satu pun pihak yang bisa menghabisi nyawa seseorang, kecuali Tuhan. Hukuman mati juga kerap disandingkan dengan tuduhan-tuduhan melanggar HAM.
Para pegiat HAM mengemukakan Setidaknya ada tiga alasan kenapa hukuman mati harus ditolak. Pertama, mencabut nyawa seseorang merupakan hak Tuhan semata. Dua, hakim yang memvonis mati terhadap terdakwa adalah manusia yang tidak sempurna sehingga selalu ada kemungkinan menghasilkan keputusan salah. Tiga, sejelek-jeleknya manusia seharusnya diberi kesempatan untuk menjalani pertobatan atas kejahatan yang diperbuat.
Eksekusi mati para terpidana narkoba ini juga dikecam Dewan Amnesti Internasional. Pernyataan tersebut, disampaikan lembaga tersebut melalui laman resminya di amnesty.org. Kecaman tersebut keluar dari lembaga ini mengingat kampanye Presiden Jokowi yang terus mengedepankan peningkatan Hak Asasi Manusia (HAM). Sedangkan, kebijakannya untuk menghukum mati justru sangat bertentangan dengan HAM.
Presiden Joko Widodo terkekeh begitu mendengar desakan Dewan Amnesti Internasional yang memintanya menghentikan eksekusi lima terpidana mati. Dia menegaskan, pelaksanaan hukuman mati musti dilaksanakan sesuai perintah pengadilan.
"Itu hukum positif di Indonesia, dan sudah diputuskan oleh pengadilan. Ya semuanya harus hargai bahwa setiap negara itu mempunyai aturan sendiri-sendiri," ujar Jokowi
Lantas bagaimana dengan Koruptor? Munas Alim Ulama NU menyetujui diberlakukannya hukuman mati kepada koruptor. Putusan ini menjadi salah satu hasil dari sidang komisi masail al waqi'iyah.
Menurut Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, Koruptor ada dua macam. Yakni Koruptor yang merugikan negara dan membangkrutkan negara.
"Koruptor yang merugikan bisa dihukum sesuai kejahatannya. Namun yang membangkrutkan negara hingga triliunan rupiah hendaknya dihukum mati," kata Said Aqil. Ormas Muhammadiyah pun juga tak jauh berbeda dengan NU soal pemberlakuan hukuman mati.
Foto: Antara & Teks: TF Subarkah/Berbagai Sumber