Selamat datang di Hamburg, kota terbesar kedua Jerman, setelah Berlin. Kota ini merupakan kota pelabuhan utama di Jerman, bahkan menjadi salah satu kota pelabuhan terbesar di dunia. Oleh karena itu, tak mengherankan jika Hamburg tercatat sebagai salah satu kota tersibuk di Eropa.
Sejarah Kota Hamburg dimulai dari pendirian sebuah kastil sederhana di sebuah tanjung di antara Sungai Alster dan Elbe pada 825 Masehi. Hammaburg, begitulah kastil itu dinamai. Dari kastil kecil itulah Kota Hamburg bermula. Bangunan kastil itu pulalah yang kemudian dijadikan lambang kota. Kemalangan demi kemalangan beruntun menimpa kota ini.
Pada 845, bangsa Viking membakar Kota Hamburg. Dalam kurun 300 tahun berikutnya, setidaknya delapan kali bangsa Viking membumihanguskan kota ini. Bahkan, ratusan tahun setelah bangkit dari nasib nahas itu, kota pelabuhan ini kembali dirundung tragedi. Perang Dunia II pun meluluhlantakkan Hamburg.
Ketika Perang Dunia II berakhir, Hamburg kembali bangkit. Rekonstruksi berjalan sangat cepat. Keruntuhan Tembok Berlin dan penyatuan Jerman membuat Hamburg semakin berkembang. Kota di tepi Sungai Elbe ini bersalin wujud menjadi kota besar nan sibuk. Perkembangan kota yang penduduknya dijuluki ‘Hamburger’ ini tidak lepas dari makin ramainya Pelabuhan Hamburg. Bahkan, kala itu, pelabuhan itu disemati gelar ‘pintu gerbang dunia’.
Keinginan kuat dan daya dukung masyarakat membuat Hamburg menjadi pusat perniagaan besar. Di lain hal, tekad masyarakatnya untuk menjaga nilai tradisi menempatkan Hamburg sebagai salah satu pusat kebudayaan di Eropa.
Mengunjungi pusat kota Hamburg akan membawa imaji setiap avonturir ke era Eropa abad XIX-XX. Sejumlah bangunan bergaya arsitektur neo-renaissance menjadi saksi bisu keeleganan masyarakat pada kala itu.
Markah kota seperti Rathaus atau Balai Kota serta tempat-tempat menawan seperti kawasan Central Station, Kunsthalle, Speicherstadt, Pelabuhan Hamburg, dan Danau Alster sungguh memanjakan mata. Hijaunya taman dan hutan yang terawat dengan sangat baik di sejumlah bagian kota memunculkan rasa nyaman teramat, hingga kaki pun enggan beranjak.
Saat malam menjelang, seiring tenggelamnya sang surya di balik Sungai Elbe, Hamburg bersilih wajah dengan kilauan cahaya lampu. Pendar cahaya dari sejumlah butik, pertokoan, serta tempat hiburan dan klub malam di kawasan Innenstadt, Mönckebergstrasse, St Pauli dan Reeperbahn membawa gairah baru nan menggoda para avonturir. ‘Moin moin’, demikianlah kota pelabuhan nan cantik ini menyapa setiap insan yang melebur dalam keelokan gemerlap malam Kota Hamburg.
Foto dan Teks: Ismar Patrizki
Sejarah Kota Hamburg dimulai dari pendirian sebuah kastil sederhana di sebuah tanjung di antara Sungai Alster dan Elbe pada 825 Masehi. Hammaburg, begitulah kastil itu dinamai. Dari kastil kecil itulah Kota Hamburg bermula. Bangunan kastil itu pulalah yang kemudian dijadikan lambang kota. Kemalangan demi kemalangan beruntun menimpa kota ini.
Pada 845, bangsa Viking membakar Kota Hamburg. Dalam kurun 300 tahun berikutnya, setidaknya delapan kali bangsa Viking membumihanguskan kota ini. Bahkan, ratusan tahun setelah bangkit dari nasib nahas itu, kota pelabuhan ini kembali dirundung tragedi. Perang Dunia II pun meluluhlantakkan Hamburg.
Ketika Perang Dunia II berakhir, Hamburg kembali bangkit. Rekonstruksi berjalan sangat cepat. Keruntuhan Tembok Berlin dan penyatuan Jerman membuat Hamburg semakin berkembang. Kota di tepi Sungai Elbe ini bersalin wujud menjadi kota besar nan sibuk. Perkembangan kota yang penduduknya dijuluki ‘Hamburger’ ini tidak lepas dari makin ramainya Pelabuhan Hamburg. Bahkan, kala itu, pelabuhan itu disemati gelar ‘pintu gerbang dunia’.
Keinginan kuat dan daya dukung masyarakat membuat Hamburg menjadi pusat perniagaan besar. Di lain hal, tekad masyarakatnya untuk menjaga nilai tradisi menempatkan Hamburg sebagai salah satu pusat kebudayaan di Eropa.
Mengunjungi pusat kota Hamburg akan membawa imaji setiap avonturir ke era Eropa abad XIX-XX. Sejumlah bangunan bergaya arsitektur neo-renaissance menjadi saksi bisu keeleganan masyarakat pada kala itu.
Markah kota seperti Rathaus atau Balai Kota serta tempat-tempat menawan seperti kawasan Central Station, Kunsthalle, Speicherstadt, Pelabuhan Hamburg, dan Danau Alster sungguh memanjakan mata. Hijaunya taman dan hutan yang terawat dengan sangat baik di sejumlah bagian kota memunculkan rasa nyaman teramat, hingga kaki pun enggan beranjak.
Saat malam menjelang, seiring tenggelamnya sang surya di balik Sungai Elbe, Hamburg bersilih wajah dengan kilauan cahaya lampu. Pendar cahaya dari sejumlah butik, pertokoan, serta tempat hiburan dan klub malam di kawasan Innenstadt, Mönckebergstrasse, St Pauli dan Reeperbahn membawa gairah baru nan menggoda para avonturir. ‘Moin moin’, demikianlah kota pelabuhan nan cantik ini menyapa setiap insan yang melebur dalam keelokan gemerlap malam Kota Hamburg.
Foto dan Teks: Ismar Patrizki