Hutan lindung adat Wehea bak secuil surga alam yang masih terjaga di Bumi Kalimantan dengan luas hutan sebesar 38.000 hektar yang dikelola Lembaga Adat Wehea Desa Nehas Liah Bing, Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Suara fauna saling bersahut-sahutan seperti konser alam, ketika menjejakkan kaki untuk menyelami rerimbunan hutan lindung adat Wehea.
"Petkuq Mehuey...", dua kalimat dari Dayak Wehea yang bermakna menjaga bersama, sebuah ajakan bersama untuk menjaga keseimbangan alam, bentuk penyatuan manusia dengan alam semesta.
Pengelolaan hutan adat akan diatur dalam hukum adat dengan mengacu pada prinsip kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya kehutanan.
Bentang alam Wehea yang sebagian besar wilayahnya belum terjamah oleh manusia menyimpan keanekaragaman ekosistem, di antaranya 12 hewan pengerat, sembilan spesies primata, 19 mamalia, 114 jenis burung dan 59 spesies pohon yang sangat bernilai.
Di Wehea juga menjadi rumah alam bagi sekitar 760 orang utan (Pongo Pygmaues) yang terancam karena semakin sempitnya ruang gerak habitat di hutan yang telah berubah menjadi lahan sawit dan perkebunan.
Untuk menjaga hutan ada itu, sebanyak enam pemuda dari suku Dayak Wehea menjadi punggawanya. Jumlah itu sangat sedikit dibandingkan dengan luasan hutan yang mencapai ribuan hektar.
Kustarman dan Kanisius Boi, merupakan dua pemuda yang tergerak menjadi penjaga hutan. Meskipun dengan segala keterbatasan, mereka melakukan patroli rutin untuk memastikan hutan Wehea tetap terjaga kelestariannya.
Selain menjaga bentang alam Wehea, penjaga hutan itu juga akan sangat terbuka mengantarkan wisatawan yang berkunjung atau menginap untuk sekedar menikmati hutan Wehea yang masih alami.
Foto dan Teks: Wahyu Putro A
Suara fauna saling bersahut-sahutan seperti konser alam, ketika menjejakkan kaki untuk menyelami rerimbunan hutan lindung adat Wehea.
"Petkuq Mehuey...", dua kalimat dari Dayak Wehea yang bermakna menjaga bersama, sebuah ajakan bersama untuk menjaga keseimbangan alam, bentuk penyatuan manusia dengan alam semesta.
Pengelolaan hutan adat akan diatur dalam hukum adat dengan mengacu pada prinsip kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya kehutanan.
Bentang alam Wehea yang sebagian besar wilayahnya belum terjamah oleh manusia menyimpan keanekaragaman ekosistem, di antaranya 12 hewan pengerat, sembilan spesies primata, 19 mamalia, 114 jenis burung dan 59 spesies pohon yang sangat bernilai.
Di Wehea juga menjadi rumah alam bagi sekitar 760 orang utan (Pongo Pygmaues) yang terancam karena semakin sempitnya ruang gerak habitat di hutan yang telah berubah menjadi lahan sawit dan perkebunan.
Untuk menjaga hutan ada itu, sebanyak enam pemuda dari suku Dayak Wehea menjadi punggawanya. Jumlah itu sangat sedikit dibandingkan dengan luasan hutan yang mencapai ribuan hektar.
Kustarman dan Kanisius Boi, merupakan dua pemuda yang tergerak menjadi penjaga hutan. Meskipun dengan segala keterbatasan, mereka melakukan patroli rutin untuk memastikan hutan Wehea tetap terjaga kelestariannya.
Selain menjaga bentang alam Wehea, penjaga hutan itu juga akan sangat terbuka mengantarkan wisatawan yang berkunjung atau menginap untuk sekedar menikmati hutan Wehea yang masih alami.
Foto dan Teks: Wahyu Putro A