Pasca kemerdekaan, langkah yang diambil pemerintah berjuang mempertahankan kemerdekaan lewat diplomasi, oleh sebagian kalangan, terutama kaum revolusioner, dianggap terlampau lembek kepada Belanda. Pemerintah juga dianggap tidak serius dalam upaya menegakkan kedaulatan Republik Indonesia.
Merespon hal ini, Tan Malaka—sosok yang amat berpengaruh di kalangan kaum revolusioner—kemudian menjawabnya dengan membentuk kelompok oposisi. Pada 3 sampai 5 Januari 1946, di Gedung Serba Guna Purwokerto, diadakan kongres pertama para pejuang revolusioner yang dihadiri 132 organisasi sipil, partai, laskar, dan ketentaraan. Tampil sebagai pembicara utama adalah Tan Malaka dan Jenderal Soedirman.
“Lebih baik diatom sama sekali daripada tak merdeka 100%,” ujar Soedirman dalam pidatonya seperti dikutip Roeslan Abdulgani dari Kedaulatan Rakjat (6/1/1946) di buku Soedirman-Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan (2004). Pada kongres kedua yang berlangsung 15-16 Januari 1946 di bekas gedung Balai Agung Solo, perhatian rakyat semakin besar.
Seperti dikutip Abdul Rohman dari artikel Kedaulatan Rakjat (16/1/1946) “Persatoean Perdjoeangan Rakjat Lahir” Dari pertemuan kedua ini pula para peserta kongres memutuskan dan menyepakati tujuh butir Minimum Program Persatuan Perjuangan yang terdiri dari:
1.) Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%.
2.) Pemerintahan rakyat (dalam arti kesesuaian haluan pemerintah dengan kemauan rakyat).
3.) Tentara rakyat (dalam arti kesesuaian haluan tentara dengan kemauan rakyat).
4.) Melucuti tentara Jepang.
5.) Mengurus tawanan bangsa Eropa.
6.) Menyita dan memanfaatkan pertanian musuh.
7.) Menyita dan memanfaatkan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dan lain-lain).
Baca selengkapnya:
Umur Pendek Persatuan Perjuangan, Oposisi Pertama di Indonesia
Merespon hal ini, Tan Malaka—sosok yang amat berpengaruh di kalangan kaum revolusioner—kemudian menjawabnya dengan membentuk kelompok oposisi. Pada 3 sampai 5 Januari 1946, di Gedung Serba Guna Purwokerto, diadakan kongres pertama para pejuang revolusioner yang dihadiri 132 organisasi sipil, partai, laskar, dan ketentaraan. Tampil sebagai pembicara utama adalah Tan Malaka dan Jenderal Soedirman.
“Lebih baik diatom sama sekali daripada tak merdeka 100%,” ujar Soedirman dalam pidatonya seperti dikutip Roeslan Abdulgani dari Kedaulatan Rakjat (6/1/1946) di buku Soedirman-Tan Malaka dan Persatuan Perjuangan (2004). Pada kongres kedua yang berlangsung 15-16 Januari 1946 di bekas gedung Balai Agung Solo, perhatian rakyat semakin besar.
Seperti dikutip Abdul Rohman dari artikel Kedaulatan Rakjat (16/1/1946) “Persatoean Perdjoeangan Rakjat Lahir” Dari pertemuan kedua ini pula para peserta kongres memutuskan dan menyepakati tujuh butir Minimum Program Persatuan Perjuangan yang terdiri dari:
1.) Berunding atas pengakuan kemerdekaan 100%.
2.) Pemerintahan rakyat (dalam arti kesesuaian haluan pemerintah dengan kemauan rakyat).
3.) Tentara rakyat (dalam arti kesesuaian haluan tentara dengan kemauan rakyat).
4.) Melucuti tentara Jepang.
5.) Mengurus tawanan bangsa Eropa.
6.) Menyita dan memanfaatkan pertanian musuh.
7.) Menyita dan memanfaatkan perindustrian musuh (pabrik, bengkel, tambang, dan lain-lain).
Baca selengkapnya:
Umur Pendek Persatuan Perjuangan, Oposisi Pertama di Indonesia
Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Hafitz Maulana
Editor: Hafitz Maulana