Menuju konten utama

Asa Seorang Ibu dan Anak di Kampung Akuarium

Muhammad Fahri (9), divonis menderita Microsefalus atau penyempitan otak sejak usia tujuh bulan di kandungan. Fahri bersama ibunya, Sulastri (36), saat ini tinggal di rumah semi permanen di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara.  Sulastri menempati ruang seukuran 3x3 meter bersama empat anak dan suaminya yang bekerja sebagai pengemudi bajaj.

Asa Seorang Ibu dan Anak di Kampung Akuarium
Sulastri menggendong anaknya Muhammad Fahri (9tahun) yang menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-1-tirto-mic.jpg
Kondisi rumah Sulastri dan anaknya Muhammad Fahri (9tahun) yang menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-2-tirto-mic.jpg
Sulastri bersama anaknya Muhammad Fahri (9tahun) tinggal di rumah semi permanen di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-3-tirto-mic.jpg
Sulastri memberi makan roti dan susu kepada anaknya Muhammad Fahri (9tahun) yang menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-4-tirto-mic.jpg
Sulastri menggendong anaknya Muhammad Fahri (9tahun) yang menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-5-tirto-mic.jpg
Muhammad Fahri (9tahun) menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-6-tirto-mic.jpg
Sulastri menggendong anaknya Muhammad Fahri (9tahun) yang menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
2018/01/10/photo-story-anak-kampung-akuarium-mikrosifalus-7-tirto-mic.jpg
Sulastri menggendong anaknya Muhammad Fahri (9tahun) yang menderita Mikrosefalus atau kelainan otak dengan ukuran kepala lebih kecil di kawasan tempat tinggalnya di Kampung Aquarium, Jakarta, Jumat (5/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico
Muhammad Fahri (9), divonis menderita Microsefalus atau penyempitan otak sejak usia tujuh bulan di kandungan. Fahri bersama ibunya, Sulastri (36), saat ini tinggal di rumah semi permanen di Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara. Sulastri menempati ruang seukuran 3x3 meter bersama empat anak dan suaminya yang bekerja sebagai pengemudi bajaj.

Sulastri dan keluarganya adalah korban penggusuran Kampung Akuarium pada 11 April 2016. Mereka kembali ke Kampung Akuarium karena tak mampu membayar kontrakan. Sulastri mengatakan tidak ada pilihan untuk hidup di tempat lain karena sejak kecil ia tinggal di kampung Akuarium. Saat ini ia bingung untuk membangun rumahnya kembali yang runtuh karena digusur. Penghasilan Sulastri dan suaminya rata-rata 2-2,5 juta rupiah per bulan. Setiap dua kali satu bulan ia harus memeriksakan kesehatan Fahri.

Sulastri dengan sabar penuh kasih sayang merawat anaknya yang divonis dokter tidak akan sembuh. Di rumahnya yang berdinding triplek dan beratapkan seng ia menidurkan anaknya dengan ayunan. Tak terlihat wajah muram. Ia tersenyum dan berkata, "Apapun kondisinya, Mas, Fahri akan saya rawat sendiri. Nggak mungkin saya titipin ke yang lain."


Foto & Teks: Andrey Gromico
Baca juga artikel terkait KAMPUNG AKUARIUM atau tulisan lainnya

tirto.id - Kesehatan
Editor: Hafitz Maulana