Menuju konten utama

The Brandals, Suara Nyaring dari Pinggir Jakarta

Bagi saya yang tinggal di kota dengan jarak nyaris 1.000 kilometer dari Jakarta, The Brandals memberikan gambaran Ibu Kota era 2000 ke atas.

The Brandals, Suara Nyaring dari Pinggir Jakarta
Bagi saya, semua berawal dari Audio Imperialist (2005).


Album ini terdengar lebih matang ketimbang album self titled perdana mereka, baik secara musik maupun lirik: sedikit beranjak dari rock n roll konvensional, progresi chord yang lebih mengejutkan meski tetap berada dalam pakem blues rock, dan tentu saja lirik berbahasa Indonesia yang liukannya terbaca lebih lihai dari segi diksi dan rangkai kalimat (sendok nasib, rongsok derita, berisik mesin kota, lahir dari lubang derita, mimpiku bercorak, dan tentu saja judul lagu Indonesia paling keren dalam dua dekade terakhir: “Komplikasi Cinta Transit”).


Kredo populer yang sampai sekarang masih relevan adalah: Ibu Kota lebih kejam ketimbang ibu tiri. The Brandals memberi gambaran itu, bisa terbaca dengan jelas di “Ode Pinggiran Jakarta”. Ini Jakarta yang tak pernah dibayangkan oleh para perantau yang berangkat dengan Jakarta dreams. Bahwa kota ini memang mengundang kita semua dengan tangan terbuka, tapi yang tak kuat tentu akan terpental dengan sendirinya.


Menariknya, The Brandals tak sedang ingin menye-menye. Mereka mendorong kita semua untuk bisa menjadi penyintas tangguh, yang menekuri aspal jalanan dengan kepala tegak dan dada membusung.


Dan kau jangan pernah menyerah

Pantang jangan tadahkan tangan!


Prinsip jangan menyerah mungkin dipegang betul oleh Eka Annash, sang pendiri, vokalis, dan penulis lirik The Brandals. Dalam perjalanan lebih dari dua dekade, The Brandals juga penuh jatuh bangun. Mulai dari tak terkontrol karena alkohol, jadi common enemy banyak penonton pensi, gonta ganti personel, dan puncaknya ketika Rully Annash, drummer sekaligus adik kandung Eka, meninggal dunia pada 2015 silam.


Dari semua naik turun itu, The Brandals masih tegak sampai sekarang. Eka masih menulis lirik tajam dan lebih politis, PM Mulyadi menjabat sebagai gitaris tunggal, dan Radhit Syaharzam menjaga tempo di departemen bass.


Era Agressor (2021) adalah bukti sahih The Brandals yang enggan terjebak jadi band nostalgia. Simak “Retorika”, “The Truth is Coming Out”, “Belum Padam”, hingga “Suara Rumah Rakyat”. Semua punya DNA The Brandals dalam versi lebih advanced: runcing, tak ada waktu basa-basi, sedikit jenaka, lyric crafting yang susah dilawan, dengan musik yang bisa membuat jantung berdegup lebih kencang.


The Brandals masih ada. Suara mereka belum hilang, sisa napas masih panjang, dan mereka akan senantiasa berteriak nyaring dari pinggir Jakarta.
Baca juga artikel terkait VIDEO - TIRTO atau tulisan lainnya

tirto.id - Musik
Fotografer: Fandhi Cahyadi