"Kriiing... kriiing... kriiing..." suara bel SDN Sukamaju 2 berbunyi, menandakan waktu istirahat tiba. Mengikuti arahan wali kelas, dengan sigap sejumlah pelajar mengeluarkan tempat makan dan minum yang berisi bekal dari rumah.
Tak lama berselang suara bel kembali berbunyi, waktu untuk melanjutkan pembelajaran tiba. Kesibukan terlihat di ruangan kelas lima, riuh suara obrolan riang mengiringi tangan yang lincah membuat kerajinan dari sampah plastik. Sementara di halaman sekolah, pelajar kelas enam sibuk memasukkan sampah dedaunan ke dalam komposter dan memilah sampah anorganik serta residu.
Demikianlah sekellumit gambaran bagaimana implementasi dari program Sekolah Ramah Lingkungan Kota Cimahi (Seralikoci) di sekolah itu. Seralikoci sendiri merupakan salah satu program yang digagas oleh Pemerintah Kota Cimahi untuk mewujudkan Cimahi zero to landfill atau tanpa tempat pembuangan akhir (TPA) pada akhir tahun 2025.
Selain Seralikoci, Pemerintah Kota Cimahi juga memiliki beragam siasat dan kebijakan pengolahan sampah lainnya. Di antaranya adalah program Awas Si Koma atau Kawasan Pengelolaan Sampah Menuju Sirkular Ekonomi Mandiri.
Program ini telah diterapkan oleh warga RW 18 Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara yang tergabung dalam kelompok Gerakan Ekonomi Mandiri (GEMI) 0418. Mereka mengolah sampah dengan membudidayakan maggot lalat black soldier fly (BSF) yang mampu mengurai sampah organik sebanyak 21 ton per bulan serta menjadi pakan ikan lele yang hasilnya dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar.
Siasat lainnya yakni aktivasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sentiong di Cipageran. TPST ini mampu mengolah 10 hingga 50 ton sampah per hari secara terpadu menggunakan metode magotisasi serta diolah menjadi bahan bakar alternatif Refuse-Derived Fuel (RDF).
Ada pula TPST Lebak Saat yang berlokasi di sebelah utara Kota Cimahi. TPST ini mampu mengolah dua hingga sembilan ton sampah organik per hari secara terpadu menggunakan metode magotisasi dan diolah menjadi pupuk kompos.
"Hari ini, yang dulunya 230 ton sampah per hari kita dibuang ke TPA Sarimukti, sekarang yang kita buang kurang lebih hanya 130 ton sampah per hari. Artinya ada sekitar 100 ton sampah per hari berhasil kita tangani dan olah di sini" ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Chanifah Listyarini.
Tak jauh dari lokasiTPST Lebak Saat, terdapat komunitas ibu kepala rumah tangga yang menamai dirinya Rumah Kreatif Asah Kabisa dengan penggeraknya Kokom Sarbaeni Komariah (50) dan Anne Qustant (49). Rumah Kreatif tersebut mampu mengolah 100-300 kilogram sampah plastik dan limbah daun per bulannya untuk dijadikan berbagai kerajinan seperti tas, pakaian, hiasan dinding, sketsa, dan kain ecoprint yang dijual seharga Rp5 ribu-Rp300 ribu serta dipasarkan ke berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, Bali, Makassar, hingga Kalimantan.
Beragam siasat pengelolaan dan pemanfaatan sampah dari hulu ke hilir tersebut dilakukan seluruh lapisan masyarakat Kota Cimahi guna mewujudkan cita "Kota Cimahi tanpa TPA". Sebuah kontribusi mulia dari kota kecil di kawasan Bandung Raya untuk menyelamatkan lingkungan dan melambatkan laju krisis iklim.
Foto dan teks: Abdan Syakura
Editor : R Rekotomo
Tak lama berselang suara bel kembali berbunyi, waktu untuk melanjutkan pembelajaran tiba. Kesibukan terlihat di ruangan kelas lima, riuh suara obrolan riang mengiringi tangan yang lincah membuat kerajinan dari sampah plastik. Sementara di halaman sekolah, pelajar kelas enam sibuk memasukkan sampah dedaunan ke dalam komposter dan memilah sampah anorganik serta residu.
Demikianlah sekellumit gambaran bagaimana implementasi dari program Sekolah Ramah Lingkungan Kota Cimahi (Seralikoci) di sekolah itu. Seralikoci sendiri merupakan salah satu program yang digagas oleh Pemerintah Kota Cimahi untuk mewujudkan Cimahi zero to landfill atau tanpa tempat pembuangan akhir (TPA) pada akhir tahun 2025.
Selain Seralikoci, Pemerintah Kota Cimahi juga memiliki beragam siasat dan kebijakan pengolahan sampah lainnya. Di antaranya adalah program Awas Si Koma atau Kawasan Pengelolaan Sampah Menuju Sirkular Ekonomi Mandiri.
Program ini telah diterapkan oleh warga RW 18 Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara yang tergabung dalam kelompok Gerakan Ekonomi Mandiri (GEMI) 0418. Mereka mengolah sampah dengan membudidayakan maggot lalat black soldier fly (BSF) yang mampu mengurai sampah organik sebanyak 21 ton per bulan serta menjadi pakan ikan lele yang hasilnya dapat meningkatkan perekonomian warga sekitar.
Siasat lainnya yakni aktivasi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sentiong di Cipageran. TPST ini mampu mengolah 10 hingga 50 ton sampah per hari secara terpadu menggunakan metode magotisasi serta diolah menjadi bahan bakar alternatif Refuse-Derived Fuel (RDF).
Ada pula TPST Lebak Saat yang berlokasi di sebelah utara Kota Cimahi. TPST ini mampu mengolah dua hingga sembilan ton sampah organik per hari secara terpadu menggunakan metode magotisasi dan diolah menjadi pupuk kompos.
"Hari ini, yang dulunya 230 ton sampah per hari kita dibuang ke TPA Sarimukti, sekarang yang kita buang kurang lebih hanya 130 ton sampah per hari. Artinya ada sekitar 100 ton sampah per hari berhasil kita tangani dan olah di sini" ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi Chanifah Listyarini.
Tak jauh dari lokasiTPST Lebak Saat, terdapat komunitas ibu kepala rumah tangga yang menamai dirinya Rumah Kreatif Asah Kabisa dengan penggeraknya Kokom Sarbaeni Komariah (50) dan Anne Qustant (49). Rumah Kreatif tersebut mampu mengolah 100-300 kilogram sampah plastik dan limbah daun per bulannya untuk dijadikan berbagai kerajinan seperti tas, pakaian, hiasan dinding, sketsa, dan kain ecoprint yang dijual seharga Rp5 ribu-Rp300 ribu serta dipasarkan ke berbagai daerah di Jawa Barat, Jakarta, Bali, Makassar, hingga Kalimantan.
Beragam siasat pengelolaan dan pemanfaatan sampah dari hulu ke hilir tersebut dilakukan seluruh lapisan masyarakat Kota Cimahi guna mewujudkan cita "Kota Cimahi tanpa TPA". Sebuah kontribusi mulia dari kota kecil di kawasan Bandung Raya untuk menyelamatkan lingkungan dan melambatkan laju krisis iklim.
Foto dan teks: Abdan Syakura
Editor : R Rekotomo