Dua ekor sapi yang terpasang alat bajak dipacu berlari oleh seorang joki di lahan berlumpur pada ajang Pacu Jawi. Tradisi hiburan Pacu Jawi atau balap sapi merupakan produk budaya masyarakat agraris yang berlangsung 3 kali dalam setahun, setiap usai masa panen di empat Kecamatan (Pariangan, Lima Kaum, Rambatan, dan Sungai Tarab) Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Pacu Jawi di Tanah Datar berbeda dengan Karapan Sapi di Madura. Jika Karapan Sapi di Madura berlangsung di tanah datar yang kering, Pacu Jawi Tanah Datar berlangsung di lahan persawaan yang basah dan berlumpur.
Aturan main dalam Pacu Jawi bukan soal kecepatan, melainkan dua ekor sapi yang mampu berlari lurus secara bersamaan. Hal ini sesuai dengan filosofi masyarakat setempat yang percaya bahwa pemimpin dan rakyat mampu berjalan bersama. Selain itu, balap sapi Pacu Jawi tidak memiliki lawan tanding seperti halnya perlombaan-perlombaan pada umumnya. Alasannya untuk menghindari terjadinya taruhan yang kerap terjadi di setiap bentuk kompetisi atau pertandingan.
Bagi para joki selain harus mahir berdiri di atas bilah alat bajak saat ditarik kedua sapi, menggigit ekor sapi adalah salah satu teknik untuk mengendalikan sapi-sapi agar berlari lebih kencang.
Ekspresi para joki dan sapi-sapi saat berpacu di tanah berlumpur ini membentuksemburat lumpur dibagian latar yang mampu menciptakan komposisi menarik untuk difoto. Oleh karena itu tradisi hiburan Pacu Jawi menjadi agenda idaman para turis yang hobi fotografi untuk mengabadikan atraksi seru produk budaya masyarakat agraris Tanah Datar. tirto.id/Hafitz Maulana
Teks & Foto: Hafitz Maulana
Pacu Jawi di Tanah Datar berbeda dengan Karapan Sapi di Madura. Jika Karapan Sapi di Madura berlangsung di tanah datar yang kering, Pacu Jawi Tanah Datar berlangsung di lahan persawaan yang basah dan berlumpur.
Aturan main dalam Pacu Jawi bukan soal kecepatan, melainkan dua ekor sapi yang mampu berlari lurus secara bersamaan. Hal ini sesuai dengan filosofi masyarakat setempat yang percaya bahwa pemimpin dan rakyat mampu berjalan bersama. Selain itu, balap sapi Pacu Jawi tidak memiliki lawan tanding seperti halnya perlombaan-perlombaan pada umumnya. Alasannya untuk menghindari terjadinya taruhan yang kerap terjadi di setiap bentuk kompetisi atau pertandingan.
Bagi para joki selain harus mahir berdiri di atas bilah alat bajak saat ditarik kedua sapi, menggigit ekor sapi adalah salah satu teknik untuk mengendalikan sapi-sapi agar berlari lebih kencang.
Ekspresi para joki dan sapi-sapi saat berpacu di tanah berlumpur ini membentuksemburat lumpur dibagian latar yang mampu menciptakan komposisi menarik untuk difoto. Oleh karena itu tradisi hiburan Pacu Jawi menjadi agenda idaman para turis yang hobi fotografi untuk mengabadikan atraksi seru produk budaya masyarakat agraris Tanah Datar. tirto.id/Hafitz Maulana
Teks & Foto: Hafitz Maulana