Menuju konten utama

Menjaga Hutan Sumber Kehidupan Suku Moi

Suku Moi yang terdiri dari 15 kepala keluarga di Kampung Malasigi tersebut pada tahun 2020

Menjaga Hutan Sumber Kehidupan Suku Moi
Warga Suku Moi berjalan di Kampung Malasigi. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--2_ratio-16x9.jpg
Seorang anak Suku Moi mingintip dari rumahnya. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--5_ratio-16x9.jpg
Warga Suku Moi berjalan berjalan di Kampung Malasigi. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--6_ratio-16x9.jpg
Mama-mama warga suku Moi menganyam noken. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--4_ratio-16x9.jpg
Foto udara sejumlah bangunan penginapan di Kampung Malasigi. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--10_ratio-16x9.jpg
Warga Suku Moi. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--8_ratio-16x9.jpg
Warga Suku Moi Riki Ricardo Fami menggunakan teropong binokuler saat mengamati burung cendrawasih kuning kecil. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--9_ratio-16x9.jpg
burung cendrawasih kuning kecil. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
2025/01/08/suku-moi--1_ratio-16x9.jpg
Foto udara kampung malasigi yang di kelilingi hutan balempe. ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso
"Tanah ulayat terjaga, masyarakat sejahtera", sepenggal kalimat itu mencerminkan idealisme seluruh masyarakat Suku Moi di Kampung Malasigi, Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Nilai itu teramat penting bagi generasi mereka di tengah ancaman alih fungsi lahan hutan Balempe yang menjadi sumber kehidupan selama bertahun-tahun, bahkan berabad-abad.

Suku Moi yang terdiri dari 15 kepala keluarga di Kampung Malasigi tersebut pada tahun 2020 mencanangkan hutan Balempe sebagai sumber utama penghasilan. Mereka pun berjuang agar bisa mendapatkan pengakuan dari pemerintah untuk mengelola hutan kampung itu.

Usaha meeka tidak sia-sia, pada 2023 legitimasi pun diperoleh melalui Surat Keputusan Pengelolaan Hutan Kampung Nomor SK.8557/MENLHK- PSKL/PKPS/PSL.0/8/2023. Surat Keputusan itu diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo yang saat itu berkunjung ke Papua Barat.

Pengakuan tersebut menjadi angin segar bagi warga yang menghuni kampung seluas 1.750 hektar itu dalam mempertahankan hutan. Mereka kini berhak penuh dalam mengelola kawasan hutan kampung.

Keanekaragaman hayati beserta keindahan alam hutan tersebut berpadu dengan budaya masyarakat suku Moi yang terus dijaga sehingga menjadi daya tarik sebagai kampung wisata dan mampu menarik turis untuk berkunjung.

Kampung Malasigi memiliki daya tarik alam berupa tutupan hutan alami dengan kontur pepohonan yang rindang sebagai habitat burung-burung endemik Papua, termasuk Cendrawasih Kuning Kecil (Paradisea minor).

Tak hanya keindahan flora dan fauna, tradisi masyarakat yang selalu ramah dengan para pengunjung juga menambah daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke kampung itu.

Tak jarang, kedatangan wisatawan disambut dengan tari-tarian khas adat Moi Kelim (A’len) yang kemudian diakhiri dengan pemberian cenderamata tas noken yaitu barang kerajinan buatan mama-mama di kampung tersebut.

Pengelolaan Kampung Malasigi sebagai destinasi wisata terus dilakukan melalui promosi dan penataan kawasan agar semakin menarik kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara. Upaya itupun didukung pemerintah, organisasi non profit dan perusahaan turut berkontribusi untuk keberlanjutan lingkungan.

Perubahan Kampung Malasigi menjadi ekowisata unggulan di Kabupaten Sorong menyimpan sebuah kisah menarik. Bermula dari seorang warga asli suku Moi Kampung Malasigi bernama Riki Ricardo Fami belajar dari Absolom Dominggus Kalami yang sudah lebih dulu membuat kampung ekowisata di Kampung Wisata Malagufuk, Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.

Proses pembelajaran ini yang menjadi bekal untuk meyakinkan masyarakat kampungnya bisa mengandalkan ekowisata sebagai pengahasilan utamanya dengan cara menjaga hutan sebagaimana yang selalu diajarkan oleh para leluhurnya.

“Hutan bagi kami adalah ibu, sehingga kami selalu berupaya sekuat tenaga untuk menjaganya,” ujar Riki.

Dengan semangat menjaga hutan dan keberlanjutan lingkungan, masyarakat Kampung Malasigi menjadi percontohan bagaimana cara menyimbangkan antara prinsip keberlanjutan alam dengan ekonomi.

Di tengah tekanan investasi berbasis lahan, masyarakat adat di Kampung Malasigi masih tetap berjuang melindungi hutan untuk menjaga keseimbangan kehidupan karena bagi mereka, hutan merupakan sumber penghidupan dan titipan leluhur.

Foto dan teks oleh : Erlangga Bregas Prakoso


Editor : Nyoman Budhiana
Baca juga artikel terkait SUKU atau tulisan lainnya dari Dadan Gustian

Oleh: Dadan Gustian