“Berdiri tegak dan kunyanyikan lantang Kupersembahkan lagu untuk Jakarta Rasa bangga nyata di dalam dada Larut dalam padatnya ibu kota”
Sepenggal bait lirik lagu dari band Ska asal Jakarta Monkey Boots, menunjukan salah satu interpretasi kebanggaan terhadap Jakarta sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, terutama warga Jakarta.
Tahun 2024 mungkin menjadi terakhir kalinya Jakarta merayakan ulang tahun dengan status ibu kota. Pasca UU Daerah Khusus Jakarta yang berbunyi Jakarta tetap berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara sampai dengan Keppres mengenai pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ditetapkan pada 25 April 2024.
Alasan pemindahan menurut pemerintah karena permukaan tanah di Jakarta semakin turun, penduduk semakin padat, kemacetan jalan raya dan rawan bencana terutama banjir saat musim penghujan datang.
Jika melihat alasan-alasan itu, pergerekan kota yang dijuluki oleh dunia internasional sebagai The Big Durian tersebut memang semakin sempit terutama ketika memasuki usia ke-497 tahun, salahsatunya pertumbuhan kendaraan yang semakin ramai.
Berdasarkan data Korlantas Polri, per 5 Mei 2024, total kendaraan di wilayah hukum Polda Metro Jaya mencapai 24.356.669 unit. Jumlah ini merupakan 15,04 persen dari total kendaraan di Indonesia yakni sebanyak 161.962.490 unit.
Masalah kepadatan penduduk pun juga tidak bisa diabaikan, dengan banyaknya penduduk yang terus bertambah terutama pasca-lebaran mencapai 7.243 pendatang baru berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dari 16 April hingga 15 Mei 2024. Tentu hal tersebut berkaitan dengan para pengadu nasib yang pencari peruntungan di Jakarta.
Semakin banyaknya penduduk akhirnya memengaruhi lahan dan hunian. Lahan yang semakin sempit membuat area bermain anak hilang, serta kepadatan rumah tinggal mulai dari permanen hingga semi permanen hingga perkantoran hampir tidak berjarak bahkan hingga menempel satu sama lain. Sehingga berdampak pada bencana kebakaran akibat bangunan semi permanen yang sering terjadi.
Jakarta, yang memiliki luas 661,5 kilometer persegi, adalah kota langganan banjir, terutama di wilayah pesisir. Meskipun tidak ada hujan, pesisir utara Jakarta bisa dilanda banjir rob yang berasal dari limpahan air laut.
Saat musim hujan, pasti ada saja wilayahnya yang terendam banjir sehingga kegiatan sehari-hari masyarakat terganggu bahkan nyaris lumpuh. Ancaman yang paling serius berdasarkan sejumlah studi yakni Jakarta bisa saja tenggelam akibat terlalu banyak bangunan, penyedotan air tanah yang menyebabkan permukaan tanah turun.
ANTARAFOTO/Muhamaad Adimaja
Sepenggal bait lirik lagu dari band Ska asal Jakarta Monkey Boots, menunjukan salah satu interpretasi kebanggaan terhadap Jakarta sebagai ibu kota Negara Republik Indonesia, terutama warga Jakarta.
Tahun 2024 mungkin menjadi terakhir kalinya Jakarta merayakan ulang tahun dengan status ibu kota. Pasca UU Daerah Khusus Jakarta yang berbunyi Jakarta tetap berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara sampai dengan Keppres mengenai pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ditetapkan pada 25 April 2024.
Alasan pemindahan menurut pemerintah karena permukaan tanah di Jakarta semakin turun, penduduk semakin padat, kemacetan jalan raya dan rawan bencana terutama banjir saat musim penghujan datang.
Jika melihat alasan-alasan itu, pergerekan kota yang dijuluki oleh dunia internasional sebagai The Big Durian tersebut memang semakin sempit terutama ketika memasuki usia ke-497 tahun, salahsatunya pertumbuhan kendaraan yang semakin ramai.
Berdasarkan data Korlantas Polri, per 5 Mei 2024, total kendaraan di wilayah hukum Polda Metro Jaya mencapai 24.356.669 unit. Jumlah ini merupakan 15,04 persen dari total kendaraan di Indonesia yakni sebanyak 161.962.490 unit.
Masalah kepadatan penduduk pun juga tidak bisa diabaikan, dengan banyaknya penduduk yang terus bertambah terutama pasca-lebaran mencapai 7.243 pendatang baru berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dari 16 April hingga 15 Mei 2024. Tentu hal tersebut berkaitan dengan para pengadu nasib yang pencari peruntungan di Jakarta.
Semakin banyaknya penduduk akhirnya memengaruhi lahan dan hunian. Lahan yang semakin sempit membuat area bermain anak hilang, serta kepadatan rumah tinggal mulai dari permanen hingga semi permanen hingga perkantoran hampir tidak berjarak bahkan hingga menempel satu sama lain. Sehingga berdampak pada bencana kebakaran akibat bangunan semi permanen yang sering terjadi.
Jakarta, yang memiliki luas 661,5 kilometer persegi, adalah kota langganan banjir, terutama di wilayah pesisir. Meskipun tidak ada hujan, pesisir utara Jakarta bisa dilanda banjir rob yang berasal dari limpahan air laut.
Saat musim hujan, pasti ada saja wilayahnya yang terendam banjir sehingga kegiatan sehari-hari masyarakat terganggu bahkan nyaris lumpuh. Ancaman yang paling serius berdasarkan sejumlah studi yakni Jakarta bisa saja tenggelam akibat terlalu banyak bangunan, penyedotan air tanah yang menyebabkan permukaan tanah turun.
ANTARAFOTO/Muhamaad Adimaja