tirto.id - Presiden Joko Widodo merespons penurunan angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2022 yang dirilis Transparency International Indonesia. Menurut kepala negara temuan itu harus menjadi bahan evaluasi bersama agar negara ini bisa lebih baik.
"Itu akan menjadi koreksi dan evaluasi kita bersama," kata Jokowi di sela-sela kunjungan kerja di Bali, Kamis (2/2/2023).
Angka IPK Indonesia merosot 4 poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 di 2022. Peringkat Indonesia juga turun dari 96 menjadi 110. Perolehan ini menempatkan Indonesia tertinggal dari negara Asia Tenggara lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan lain-lain.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengritik keras Presiden Jokowi terkait hal ini.
"Presiden berupaya semaksimal mungkin menutupi kebobrokan pemerintah dengan mengatakan pemberantasan korupsi terus menjadi prioritas utama. Padahal faktanya justru bertolak belakang. Isu pemberantasan korupsi kian dipinggirkan, bahkan diruntuhkan saat era kepemimpinan Presiden Joko Widodo," kata Kurnia kepada Tirto.
Ia menyinggung kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi yang semakin kacau dalam beberapa tahun terakhir. Keruntuhan KPK, kata Kurnia, tidak lepas dari posisi Jokowi selaku Presiden yang tidak jelas.
Ia mencontohkan sikap Jokowi dalam revisi Undang-Undang KPK maupun pemilihan Ketua KPK Firli Bahuri yang notabene diduga melanggar etik sebagai indikator kekacauan penanganan rasuah di Indonesia.
"Akibatnya, kepercayaan publik pun anjlok terhadap lembaga antirasuah. Apakah sikap politik hukum pemberantasan korupsi semacam itu yang dibanggakan oleh presiden?" tanya Kurnia.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky
