Sore itu Pamungkas datang sedikit terlambat dari waktu janjian kami. Tak lama, mungkin sekitar 10 menit, sebelum dia datang dengan mobil Mini Cooper kesayangannya. Dia tampak segar, dengan celana jeans biru, boots cokelat, serta kemeja warna putih gading lengan panjang.
“Maaf aku telat,” katanya.
Dalam satu dekade terakhir, di antara belasan solis pria yang hadir dan menonjol, Pamungkas mungkin salah satu yang paling bersinar. Mengawali karier profesionalnya lewat album Walk the Talk (2018), Pamungkas makin dikenal ketika lagu “To the Bone” dari album keduanya, Flying Solo (2019) menjadi anthem bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Dalam sebuah wawancara, Pamungkas juga kebingungan karena lagu itu jadi amat populer beberapa tahun setelah rilis. Per hari ini, lagu “To the Bone” itu sudah diputar nyaris 500 juta kali di Spotify, dan video klipnya telah ditonton 401 juta kali.
Namun kepopuleran Pamungkas juga menuntut biaya yang tak kecil. Dia beberapa kali diterpa kontroversi. Videonya dijadikan meme dan ledekan. Pamungkas merasa lelah, kemudian memutuskan untuk menepi sejenak dari lampu sorot.
“Aku sempat setahun gak main musik,” katanya.
Tapi baginya, musik adalah rumah. Sejauh mana Pamungkas menghindar, toh musik tetap memanggilnya pulang. Sekarang, seiring usia yang bertambah dan kebijakan yang ia raup dari berbagai kesalahan yang pernah dia lakukan, pria penggemar John Mayer ini merasa lebih tenang, kalem. Dia sudah tak lagi ngoyo, merasa lebih tenang dan nrimo dengan apa yang dia miliki. Ini juga dia tampilkan ketika menulis lagu baru.
Hasilnya adalah album baru, album kelimanya, yang dia beri judul Hardcore Romance. Ini adalah album solid, kembali menghadirkan Pam sebagai penulis lirik Bahasa Inggris yang ulung, sekaligus menampilkan sisi lain Pam sebagai musisi yang punya rasa cinta terhadap solo gitar. Dengan sendirinya, lagu-lagu seperti “One Bad Day”, “New Feeling” atau “Putus” bisa dengan mulus menjadi repertoar kuat dalam setlist konser Pamungkas.
Dan seperti kebiasaannya selama ini, Pamungkas selalu merayakan album barunya dengan cara tur. Menariknya, pilihan kotanya bukan tempat yang lazim disinggahi musisi yang melakukan tur. Menurut Pam, ia rindu konser di tempat yang kecil, dengan suasana yang hangat dan intim.
“Jadi cuma musik yang bicara,” ujarnya.
Dalam Arisan Tirto episode #08 ini, kami dengan senang hati menghadirkan Pamungkas, yang banyak bicara tentang perjalanan kariernya, trauma masa kecil yang membekas hingga dia dewasa, hingga bagaimana Hardcore Romance digarap. Tak hanya itu, Pamungkas juga membawakan beberapa lagu barunya, dan tentu saja dalam format paling raw: akustik.
Teman-teman, mari kita sambut dengan hangat: Pamungkas!
#ARISAN #Pamungkas #HardcoreRomance #HardcoreRomanceTour #TirtoID
“Maaf aku telat,” katanya.
Dalam satu dekade terakhir, di antara belasan solis pria yang hadir dan menonjol, Pamungkas mungkin salah satu yang paling bersinar. Mengawali karier profesionalnya lewat album Walk the Talk (2018), Pamungkas makin dikenal ketika lagu “To the Bone” dari album keduanya, Flying Solo (2019) menjadi anthem bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Dalam sebuah wawancara, Pamungkas juga kebingungan karena lagu itu jadi amat populer beberapa tahun setelah rilis. Per hari ini, lagu “To the Bone” itu sudah diputar nyaris 500 juta kali di Spotify, dan video klipnya telah ditonton 401 juta kali.
Namun kepopuleran Pamungkas juga menuntut biaya yang tak kecil. Dia beberapa kali diterpa kontroversi. Videonya dijadikan meme dan ledekan. Pamungkas merasa lelah, kemudian memutuskan untuk menepi sejenak dari lampu sorot.
“Aku sempat setahun gak main musik,” katanya.
Tapi baginya, musik adalah rumah. Sejauh mana Pamungkas menghindar, toh musik tetap memanggilnya pulang. Sekarang, seiring usia yang bertambah dan kebijakan yang ia raup dari berbagai kesalahan yang pernah dia lakukan, pria penggemar John Mayer ini merasa lebih tenang, kalem. Dia sudah tak lagi ngoyo, merasa lebih tenang dan nrimo dengan apa yang dia miliki. Ini juga dia tampilkan ketika menulis lagu baru.
Hasilnya adalah album baru, album kelimanya, yang dia beri judul Hardcore Romance. Ini adalah album solid, kembali menghadirkan Pam sebagai penulis lirik Bahasa Inggris yang ulung, sekaligus menampilkan sisi lain Pam sebagai musisi yang punya rasa cinta terhadap solo gitar. Dengan sendirinya, lagu-lagu seperti “One Bad Day”, “New Feeling” atau “Putus” bisa dengan mulus menjadi repertoar kuat dalam setlist konser Pamungkas.
Dan seperti kebiasaannya selama ini, Pamungkas selalu merayakan album barunya dengan cara tur. Menariknya, pilihan kotanya bukan tempat yang lazim disinggahi musisi yang melakukan tur. Menurut Pam, ia rindu konser di tempat yang kecil, dengan suasana yang hangat dan intim.
“Jadi cuma musik yang bicara,” ujarnya.
Dalam Arisan Tirto episode #08 ini, kami dengan senang hati menghadirkan Pamungkas, yang banyak bicara tentang perjalanan kariernya, trauma masa kecil yang membekas hingga dia dewasa, hingga bagaimana Hardcore Romance digarap. Tak hanya itu, Pamungkas juga membawakan beberapa lagu barunya, dan tentu saja dalam format paling raw: akustik.
Teman-teman, mari kita sambut dengan hangat: Pamungkas!
#ARISAN #Pamungkas #HardcoreRomance #HardcoreRomanceTour #TirtoID