Tempat & Tanggal Lahir
1 Januari 1970
Karir
- Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) (2011 - 2014)
- Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (2015 - 2016)
Detail Tokoh
Pada mulanya adalah Freeport yang menaikkan nama Maroef Sjamsoedin ke panggung poliik nasional. Maroef adalah Presiden Direktur PT Freeport Indonesia yang membongkar lobi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setyo Novanto dan pengusaha minyak, Riza Chalid untuk mendapatkan bagian kue saham Pada pertemuannya yang ketiga kali dengan Setya dan Riza pada 8 Juni 2015, Maroef merekam pembicaraan mereka menggunakan telepon genggamnya. Belakangan skandal ini disebut sebagai “Papa Minta Saham” setelah Presiden Jokowi mempopulerkan meme di media sosial.
Rekaman itu kemudian diserahkan kepada bos Freeport, James Moffet lalu diserahkan lagi kepada Menteri ESDM, Sudirman Said. Dari sinilah gonjang ganjing politik itu dimulai. Sudirman melaporkan rekaman pembicaraan skandal “Papa Minta Saham” itu kepada Presiden dan Wakil Presiden lalu diteruskan kepada Mahkamah Kehormatan Dewan DPR (MKD DPR). Dalam laporannya, Sudirman Said menyebut Setya Novanto melanggar kode etik sebagai Ketua DPR karena telah mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden dalam skandal tersebut.
Bola politik bergulir, Setya Novanto diajukan ke persidangan terbuka di MKD DPR. Dalam persidangan Maroef yang dihadirkan sebagai saksi mengungkap bahwa pertemuan langsung dengan Setya terjadi pada April 2015 di ruangan kerja Setya di gedung DPR. Dalam pertemuan itu, Maroef mengungkapkan bahwa pertemuannya dengan Setya selama 40 menit adalah untuk memberikan lembar informasi berupa kontribusi dan permasalahan di Freeport. Dari pertemuan ini, menurut Maroef, Setya mengajak untuk “ngopi-ngopi”.
Pertemuan yang akhirnya bikin heboh publik itu akhirnya terjadi pada 8 Juni di Pacific Place. Kepada media Maroef menjelaskan alasaannya mereka adalah bagian dari akuntabilitasnya karena dalam pertemuan itu ia sendiri, sementara lawan bicaranya dua orang. Karena merasa janggal, insting intelijennya muncul saat itu, ia pun akhirnya berinisiatif merekam.
Sebagaimana diketahui, sebelum menjabat Presdir Freeport, Maroef Sjamsoedin adalah Wakil Kepala Badan Intelijen Negara pada periode 2011-2014. Bagi Freeport, Maroef berjasa karena bisa menyelesaikan persoalan pemogokan karyawan Freeport pada tahun ia menjabat. Pemogokan itu membuat Freeport cemas karena pendapatan menurun yang berimbas pada penurunan pendapatan negara.
Di dunia intelijen Maroef bukan orang baru. Ia berada di lingkungan BIN sejak 2007 dengan jabatan Direktur Kontra Separatisme Deputi III BIN. Sebelumnya, 1996-2000, Maroef adalah komandan Skuadron 465 Pasukan Khas Angkatan Udara (AU), sebuah kesatuan elit di AU.
Di lingkungan militer, Maroef juga bukan prajurit tanpa silsilah. Kakaknya adalah Letnan Jenderal Safrie Samsjoedin, mantan Wakil Menteri Pertahanan pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ayahnya, Sjamsoedin, adalah pensiunan tentara Angkatan Darat berpangkat Letnan Kolonel. Pangkat terakhir Maroef sebelum menduduki jabatan di Freeport adalah Marsekal Muda AU.
Di lingkungan bisnis, Maroef adalah sosok baru yang bukan tanpa bekal. Ia meraih gelar MBA dari Jakarta Institute Management Studies. Ia juga dikenal dekat dengan sejumlah pengusaha, salah satunya Sudirman Said, Menteri ESDM. Perkenalan mereka terjadi pada 2011, ketika itu Maroef sedang menyelesaikan masalah pemogokan Freeport sementara Sudirman Said bekerja di Indika Energy, salah satu perusahaan yang menjadi supplier Freeport. Sudirman Saad itu menjabat sebagai Wakil Dirut Group Chief of Human Capital and Corporate Services di PT Indika Energy Tbk, yang bergejan di sektor energi dan pertambangan. Belakangan, di persidangan MKD, Maroef menyebut perkenalan mereka tidak berarti punya “hubungan dekat” tapi lebih karena kapasistasnya sebagai Wakil Kepala BIN.
Bagaimana Freeport melibatkan BIN?
Laporan BBC Indonesia 9 November 2011 menyebut, aksi pemogokan karyawan Freeport itu berlangsung hampir tiga bulan dan melibatkan hampir 6000an karyawan. Mereka menuntut kenaikan upah sebesar US$4 per jam untuk gaji terendah dan gaji tertinggi sebesar US$ 18 per jam. Negosiasi yang berlangsung alot berakhir pada tewasnya enam karyawan Freeport.Menurut BBC, pemogokan karyawan Freeport ini memunculkan pelbagai isu. Salah satunya adalah kucuran dana sebesar US$ 14 juta kepada aparat guna mengamankan semua asset Freeport di Papua.
Bagi pemerintah sendiri, Freeport adalah asset berharga sehingga pemogokan itu harus diselesaikan salah satu caranya adalah dengan melibatkan intelijen resmi negara: BIN. Sebagaimana disebutkan dalam website Freeport Indonesia “Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, PTFI telah memberikan kontribusi lebih dari USD 37,46 miliar dan dijadwalkan untuk berkontribusi lebih banyak lagi terhadap pemerintah Indonesia hingga lebih dari USD 6,5 miliar dalam waktu empat tahun mendatang dalam bentuk pajak, dividen, dan pembayaran royalty”
Seperti diberitakan pada Oktober 2015, Menteri ESDM Sudirman Said menyebut renegosiasi Freepot terganjal status hukum kelanjutan operasi Freeport Indonesia. Karena itu, menurut Sudirman sebagaimana pemerintah sedang merevisi PP No 7/2014 untuk memberikan jalan bagi kelangsungan investasi jangka panjang yang dilakukan Freeport. PP itu mengatur tentang pelaksanaan reklamasi dan pasca tambang pada kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.
Masih di bulan yang sama Sudirman meminta bukti rekaman pembicaraan skandal “papa minta saham” yang sebenarnya sudah diketahui sejak Juni 2015. Kepada Sudirman, Maroef menyatakan bahwa bukti rekaman itu hanya dirinya yang memiliki dan hanya kepada Sudirman bukti itu diberikan. Di persidangan Maroef juga mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui bila Sudirman akan melaporkan bukti rekaman itu kepada MKD.
Dalam rekaman yang dibuka ke publik diketahui bahwa Setya dan Novanto berusaha menjadi penghubung antara kepentingan Freeport dan pemerintah. Sebagaimana diketahui pemerintah belum menyepakati kontrak karya dengan Freeport yang habis pada 2021. Menurut Sudirman pada April 2015 setidaknya ada 3 persoalan yang menghadang kontrak tersebut yakni, soal divestasi, penerimaan negara, dan pengajuan konsensi tambang dari tahun 2021 menjadi tahun 2019 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan PP No. 77 Tahun 2014.