tirto.id - Pengamat Transportasi, Alvin Lie menilai, peralihan penerbangan dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung ke Kertajati, Majalengka membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena ketika maskapai memutuskan buka rute baru ke Kertajati maka membutuhan SDM, pelayanan, hingga teknisi pesawat itu sendiri.
"Setiap kali pesawat mendarat itu harus ada pemeriksaan dan perbaikan ringan mungkin ini yang tidak murah," kata Alvin kepada Tirto, Rabu (19/7/2023).
Alvin mengatakan dari segi SDM-nya sendiri belum ada yang sudah ahli atau yang siap pakai untuk di Bandara Kertajati. Sehingga airlines harus memindahkan SDM -nya dari bandara-bandara lain yang mereka sudah berpengalaman agar tidak perlu lagi masa adaptasi di Kertajati.
"Kedua bukan hanya soal gaji saja, tapi juga akomodasi," katanya.
Menurutnya ketika maskapai sudah memutuskan untuk membuka rute baru dan membawa SDM-nya sendiri, maka harus memikirkan tempat tinggal. Ini perlu dipertimbangkan apakah di sekitar Bandara Kertajati ada fasilitas perumahan atau tidak.
"Kalau belum ada berarti mereka harus tinggal lebih jauh dari Kertajati dan ini Airlines harus menyediakan juga sarana transportasi dan ini tidak murah," katanya.
Sedangkan untuk aspek teknisnya, disetiap bandara dilayani oleh airlines mereka harus sediakan teknisi-teknisi standar minimun untuk perawatan pesawat. Di mana di dalamya ada peralatan, suku cadang dan komponen lain untuk perawatan.
"Ini juga tidak murah," pungkas dia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mendorong pemindahan penerbangan Bandara Husein Sastranegara, Bandung ke Kertajati, Majalengka untuk kesekian kalinya. Langkah ini diambil untuk menghidupkan kembali bandara terletak di Kabupaten Majalengka, dengan memiliki landasan pacu tunggal sepanjang 3.000 meter tersebut.
"Nantinya dimulai bulan Oktober akan operasi penuh. Artinya dari bandara Husein Sastranegara akan digeser ke Kertajati utamanya untuk yang pesawat jet," kata Jokowi saat meninjau pelaksanaan penerbangan di Bandara Kertajati, Jawa Barat, Selasa (11/7/2023).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Restu Diantina Putri
