Menuju konten utama

Penantian Tak Berujung Para Pencari Suaka

Belasan pencari suaka dari Afganistan, Iraq dan Somalia singgah di Indonesia mencari tempat hidup yang lebih layak karena terusir dari negara kelahirannya akibat konflik tak berkesudahan. Bertahun-tahun, mereka terpaksa tinggal di samping gedung United Nation High Comissioners for Refugees (UNHCR) di kawasan Kebon Sirih, Jakarta.

Penantian Tak Berujung Para Pencari Suaka
Imigran asal Afganistan Ali Dariyob, sudah 1 tahun tinggal keterbatasan biaya, tinggal di emperan jalan hanya beralas karton kerdus dekat kawasa gedung UNHCR, kebon sirih, Jakarta karena ketervatasan dana. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto4.jpg
Sejumlah imigran dari Timur Tengah yang mayoritas muslim terpaksa tinggal di samping gedung United Nation High Comissioners for Refugees (UNHCR) di kawasan Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto5.jpg
Imigran Timur Tengah tinggal di samping gedung United Nation High Comissioners for Refugees (UNHCR) di kawasan Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto1.jpg
Sejumlah imigran dari Timur Tengah yang mayoritas muslim terpaksa tinggal di samping gedung United Nation High Comissioners for Refugees (UNHCR) di kawasan Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto10.jpg
Imigran asal Afganistan Ali Dariyob, sudah 1 tahun tinggal keterbatasan biaya, tinggal di emperan jalan hanya beralas karton kerdus dekat kawasa gedung UNHCR, kebon sirih, Jakarta karena ketervatasan dana. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto6.jpg
Mohamad Rafi (18) pencari suaka asal Afghanistan yang fasih berbahasa Indonesia karena sudah 4 tahun berada di Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto9.jpg
Para imigran berbaur dengan masyarakat saat berbuka puasa bersama dan salat berjamaah di Masjid Jami Assuhaimiah, Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto2.jpg
Para imigran berbaur dengan masyarakat saat berbuka puasa bersama dan salat berjamaah di Masjid Jami Assuhaimiah, Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Naomi Pardede.
2017/06/01/puasaimigran-tirto8.jpg
Para imigran berbaur dengan masyarakat saat berbuka puasa bersama dan salat berjamaah di Masjid Jami Assuhaimiah, Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Andrey Gromico
2017/06/01/puasaimigran-tirto3.jpg
Para imigran berbaur dengan masyarakat usai salat berjamaah di Masjid Jami Assuhaimiah, Kebon Sirih, Jakarta. tirto.id/Naomi Pardede.
Belasan pencari suaka dari negara-negara Timur Tengah singgah di Indonesia untuk mencari tempat hidup yang lebih layak. Mereka semua terusir dari negara kelahirannya akibat konflik berkepanjangan.

Mochammad Rafi misalnya, pengungsi asal Afganistan ini sudah tiga tahun mengungsi di Indonesia. Rafi yang sebelumnya ia bekerja sebagai petani, terpaksa meninggalkan negaranya karena negaranya terjadi konflik perang sipil. Dia datang ke Indonesia melalui rute terbang ke Malaysia melalui India, kemudian ke Indonesia melalui jalur laut dengan menggunakan kapal nelayan. Mereka harus mengeluarkan biaya sebesar 7.000 USD (Rp 94,1 juta) per orang. Selain paspor dan tiket, mereka dibekali handphone untuk komunikasi.

Bertahun-tahun, mereka terpaksa tinggal di emperan samping gedung United Nation High Comissioners for Refugees (UNHCR) di kawasan Kebon Sirih, Jakarta untuk mengurus dokumen suaka. Setiap hari mereka tidur beralaskan koran dan tikar. Mereka hidup dengan segala keterbatasan karena tidak memiliki pernghasilan sama sekali. Untuk bertahan hidup di Jakarta, para imigran tersebut berupaya membaur dengan masyarakat setempat. Termasuk belajar bahasa Indonesia serta sopan santun. Ketidakjelasan pengurusan administrasi dari UNHCR menyebabkan para imigran pencari suaka tersebut terbengkalai hingga bertahun-tahun.

FOTO: Andrey Gromico dan Naomi Pardede
Baca juga artikel terkait PENCARI SUAKA atau tulisan lainnya

Editor: Andrey Gromico