Menuju konten utama

Menyulap Tanaman Eceng Gondok Menjadi Cuan

Mursalin (43) dan Istrinya Cut Afni Zahara (39) asal Aceh, menyulap tanaman air eceng gondok dengan nama latin Eichornia crassipes sebagai permata hijau yang memiliki potensi ekonomi dalam meraup cuan dengan memanfaatkan tumbuhan ini sebagai bahan baku utama untuk membuat berbagai kerajinan tangan yang dijadikan suvenir.

Menyulap Tanaman Eceng Gondok Menjadi Cuan
Mursalin (43) memanen eceng gondok (Eichornia crassipes) di Sungai kecil, Desa Suak Raya, Johan Pahlwan, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/02_01.jpg
Tumbuhan eceng gondok (Eichornia crassipes) tumbuh liar di Sungai Kecil, Desa Suak Raya, Johan Pahlwan, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/03_01_01.jpg
Parang dan alat pengait terbuat dari besi yang digunakan untuk memanen tumbuhan eceng gondok Sungai Kecil, Desa Suak Raya, Johan Pahlwan, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/05_01.jpg
Sejumlah perajin memanen eceng gondok (Eichornia crassipes) di Sungai Kecil, Desa Suak Raya, Johan Pahlwan, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/06_01.jpg
Mursalin (43) memanggul eceng gondok (Eichornia crassipes) untuk bahan baku pembuatan kerajinan di Desa Suak Keumude, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh,
2024/01/23/07_01.jpg
Perajin menjemur eceng gondok (Eichornia crassipes) di dalam tempat pengering berteknologi solar dryer dome di Desa Kubu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/08_01.jpg
Perajin menyelesaikan pembuatan keranjang berbahan eceng gondok (Eichornia crassipes) di Desa Kubu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh, ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/10_01.jpg
Mursalin (43) menata hasil kerajinan berbahan eceng gondok (Eichornia crassipes) di Desa Kubu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
2024/01/23/12_01.jpg
Perajin menata berbagai hasil kerajinan berbahan baku eceng gondok (Eichornia crassipes) di Desa Kubu, Arongan Lambalek, Aceh Barat, Aceh. ANTARA Foto/ Syifa Yulinnas
Eceng gondok dengan nama latin Eichornia crassipes adalah tanaman air yang tumbuh dan berkembang di atas permukaan air. Tanaman yang memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi dan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan ini banyak ditemukan di Indonesia, termasuk di wilayah pesisir Aceh Barat. Oleh sebagian besar masyarakat pesisir Aceh, tumbuhan ini masih dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.

Namun anggapan itu tidak berlaku bagi Mursalin (43) dan Istrinya Cut Afni Zahara (39). Mereka justru melihat eceng gondok sebagai permata hijau yang memiliki potensi ekonomi dalam meraup cuan dengan memanfaatkan tumbuhan ini sebagai bahan baku utama untuk membuat berbagai kerajinan tangan yang dijadikan suvenir. Ketersedian eceng gondok di perairan pesisir Aceh Barat juga sangat melimpah, seperti di perairan muara, Sungai Kecil, dan area bekas tambak ikan. Tanaman ini juga dapat dipanen dengan mudah melalui cara manual menggunakan parang dan alat pengait yang terbuat dari besi.

Mursalin awalnya membuka usaha industri rumahan dengan memproduksi berbagai produk berbahan eceng gondok di Desa Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2016. Usaha yang diberi nama Eg Craf itu semakin berkembang setelah mendapat pendampingan dari dosen dan mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry yang difasilitasi LSM Kompak.

Selain itu, bantuan juga diberikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Aceh berupa alat untuk proses penjemuran eceng gondok berteknologi solar dryer dome serta mendapatkan dukungan lainnya dari Kantor Bea Cukai Kanwil Aceh, Garuda Indonesia, Bank Indonesia (BI), dan pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Syariah Indonesia (BSI).

Saat ini industri tersebut telah mempekerjakan 40 perajin yang memproduksi berbagai kerajinan dan aksesoris seperti keranjang, kotak tisu, lampion, alas piring, alas gelas, nampan, gantungan kunci, tas, vas bunga, sandal, kotak gelas, kursi, meja, gantungan lampu, dan topi yang dijual dengan harga Rp15 ribu hingga Rp1,5 juta per buah. Berbagai produk Eg Craf selama ini juga selalu ditampilkan dalam setiap pameran UMKM di Aceh dan sudah merambah pasar digital melalui transaksi jual beli secara daring serta telah dipasarkan ke berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Bali, Medan, Lampung, Pekanbaru, Balikpapan, dan Yogyakarta hingga diekspor ke Jeddah, Arab Saudi.





Baca juga artikel terkait FOTO-TIRTO atau tulisan lainnya dari M. Zaenuddin

Oleh: M. Zaenuddin