Siapa bilang perbudakan sudah musnah? Ini abad 21, tapi perbudakan dalam bentuk kerja paksa, hingga perdagangan manusia, sesungguhnya masih eksis di berbagai belahan dunia. Bentuknya bermacam-macam: dari pekerja yang tidak dibayar, pekerja yang disekap dan tidak bisa keluar atau pulang, sampai dengan prostitusi.
PBB mendefinisikan perdagangan manusia sebagai “rekrutmen, transportasi, transfer, menadah atau menerima manusia, dengan cara ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, dari penculikan, dari penipuan, dari kecurangan, dari penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari orang yang memiliki kontrol terhadap orang lain, untuk tujuan eksploitasi.”
Perdagangan manusia dikategorikan sebagai kejahatan berat berskala internasional. Karena lintas wilayah dan lintas negara, upaya pemberantasan dan pencegahannya amat membutuhkan kerja sama multilateral. Kerjasama dan kolaborasi tingkat tinggi antar negara dituntut untuk bisa dilakukan secara efektif, efisien dan serius.
Di bawah naungan Piagam PBB, sudah berdiri Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) yang bergerak di bidang usaha memerangi persoalan-persoalan terkait perdagangan manusia. Mereka beroperasi di berbagai benua, dari Amerika Utara, Eropa, Rusia, sampai Asia Tengah.
Indonesia sendiri adalah negara yang sangat rentan praktik perdagangan manusia. Bukan hanya menjadi asal dari para pekerja yang diperlakukan buruk di berbagai negara, namun Indonesia juga menjadi tujuan serta transit bagi orang-orang yang menjadi pekerja paksa dan korban perdagangan seks.
Diperkirakan ada 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal, kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Bekerja di luar negeri secara ilegal adalah sangat berbahaya karena menjadi pintu masuk bagi eksploitasi tenaga kerja. Warga negara Indonesia menerima perlakuan buruk saat bekerja di rumah tangga, pabrik, konstruksi, dan perkebunan-perkebunan di Malaysia.
Malaysia memang dianggap sangat buruk memperlakukan para pekerja migran, dan pekerja Indonesia salah satu yang terbanyak menjadi korban. Pada Juni 2016 lalu, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan daftar laporan tahunan perdagangan manusia atau Trafficking in Persons (TIP). Laporan terbaru mencatat ada penurunan angka perdagangan manusia, setidaknya di 27 negara, termasuk tiga negara yang selama ini dikenal sebagai pelanggar terburuk perdagangan manusia yaitu Myanmar, Sudan, dan Haiti.
Trafficking in Persons sejauh ini merupakan laporan yang dianggap paling lengkap dalam usaha internasional memberantas perdagangan manusia. Laporan terbaru memuat 190 negara, dengan diurutkan peringkatnya. Ini mengalami peningkatan karena laporan tahun sebelumnya hanya memuat 188 negara. Dua negara terbaru yang masuk daftar adalah Yaman dan Libya.
PBB mendefinisikan perdagangan manusia sebagai “rekrutmen, transportasi, transfer, menadah atau menerima manusia, dengan cara ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, dari penculikan, dari penipuan, dari kecurangan, dari penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mencapai persetujuan dari orang yang memiliki kontrol terhadap orang lain, untuk tujuan eksploitasi.”
Perdagangan manusia dikategorikan sebagai kejahatan berat berskala internasional. Karena lintas wilayah dan lintas negara, upaya pemberantasan dan pencegahannya amat membutuhkan kerja sama multilateral. Kerjasama dan kolaborasi tingkat tinggi antar negara dituntut untuk bisa dilakukan secara efektif, efisien dan serius.
Di bawah naungan Piagam PBB, sudah berdiri Organization for Security and Co-operation in Europe (OSCE) yang bergerak di bidang usaha memerangi persoalan-persoalan terkait perdagangan manusia. Mereka beroperasi di berbagai benua, dari Amerika Utara, Eropa, Rusia, sampai Asia Tengah.
Indonesia sendiri adalah negara yang sangat rentan praktik perdagangan manusia. Bukan hanya menjadi asal dari para pekerja yang diperlakukan buruk di berbagai negara, namun Indonesia juga menjadi tujuan serta transit bagi orang-orang yang menjadi pekerja paksa dan korban perdagangan seks.
Diperkirakan ada 1,9 juta dari 4,5 juta warga Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak memiliki dokumen atau telah tinggal melewati batas izin tinggal, kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Bekerja di luar negeri secara ilegal adalah sangat berbahaya karena menjadi pintu masuk bagi eksploitasi tenaga kerja. Warga negara Indonesia menerima perlakuan buruk saat bekerja di rumah tangga, pabrik, konstruksi, dan perkebunan-perkebunan di Malaysia.
Malaysia memang dianggap sangat buruk memperlakukan para pekerja migran, dan pekerja Indonesia salah satu yang terbanyak menjadi korban. Pada Juni 2016 lalu, pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan daftar laporan tahunan perdagangan manusia atau Trafficking in Persons (TIP). Laporan terbaru mencatat ada penurunan angka perdagangan manusia, setidaknya di 27 negara, termasuk tiga negara yang selama ini dikenal sebagai pelanggar terburuk perdagangan manusia yaitu Myanmar, Sudan, dan Haiti.
Trafficking in Persons sejauh ini merupakan laporan yang dianggap paling lengkap dalam usaha internasional memberantas perdagangan manusia. Laporan terbaru memuat 190 negara, dengan diurutkan peringkatnya. Ini mengalami peningkatan karena laporan tahun sebelumnya hanya memuat 188 negara. Dua negara terbaru yang masuk daftar adalah Yaman dan Libya.