tirto.id - Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengusulkan agar istilah rumah sakit jiwa (RSJ) diganti. Alasannya agar memutuskan stigma terhadap para penderita gangguan kesehatan mental.
"Kalau kamu mau konsultasi psikologi ke RSJ, bayangannya apa? Saya mendorong namanya diganti menjadi Rumah Sakit Kesehatan Mental," ujarnya di gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Senin (7/10/2019).
Menurutnya dengan masih adanya istilah rumah sakit jiwa, maka stigmatisasi penderita gangguan kesehatan mental sulit hilang. Sebab menurut dia pemerintah sendiri yang melanggengkannya.
"Kenapa tidak diganti, karena stigma itu kita juga yang membuat [...] Kalau ada persoalan di UU, ya UU-nya digantilah," ujarnya.
Merujuk data prevalensi masalah dan gangguan kesehatan jiwa dari Riskesdas Kemenkes, prevalensi rumah tangga dengan anggota rumah tangga gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis sebesar 0,67 persen atau sekitar 282.654 rumah tangga berdasarkan Riskesdas 2018.
Sedangkan prevalensi gangguan mental emosional (GME) sebesar 9,8 persen dari total penduduk berusia di atas 15 tahun berdasarkan Riskesdas 2018.
Prevalensi ini menunjukkan peningkatan dari Riskesdas 2013, di mana prevalensi GME hanya 6 persen. Tingginya angka ini menyebabkan tingginya beban kesehatan dan rendahnya kualitas dan produktivitas SDM.
Oleh sebab itu Anung menyarankan pemerintah daerah dapat mendorong agar penderita gangguan kesehatan mental dapat produktif secara ekonomi dan sosial. Sebab pemerintah pusat hanya bisa mengimbau agar masyarakat lainnya dapat hidup berdampingan dengan penderita gangguan kesehatan mental.
"Kita mendorong masyarakat untuk bisa menerima secara keseluruhan," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Irwan Syambudi
